06 | Evaluasi Satu

24 7 8
                                    

"Heh, Ola, ADEK BIADAPB NGAPAIN NGUMBAR-NGUMBAR AIB, HAH?!" teriak Alin dari ambang pintu. Wajahnya jelas-jelas sedang menahan amarah.

Bukannya takut atau apa, Ola malah kembali tertawa dengan santainya, disusul tawa canda dari peserta lain. Kebeberadaan Alin seolah-olah tak terlihat. Begitu pun dengan Mamih, dirinya malah terlihat asik bercanda dengan para peserta.

"Ohh, jadi kalian gini, ya? Oke, besok-besok nggak mau ngasih materi lagi." Alin mendekati perkumpulan peserta itu lalu merajuk layaknya anak kecil.

"Tuh, 'kan liat, Mih. Mba Alin emang gitu, gesreknya udah mulai keliatan, 'kan? Udah, kalian jangan takut sama Mba Alin. Dia sama-sama sadgirl kok," ucap Ola dengan nada songong.

Semua peserta menatap interaksi lucu Ola dan Alin. Kedua memang benar-benar kakak beradik. Alsha tiba-tiba jadi teringat dengan kakaknya.

Kakak, ck, kok aku bisa kangen kakak, ya? batin Alsha ketika ia melihat pertarungan adu mulut antara Ola dan Alin.

Waktu sharing mereka habis dengan candaan dua bersaudara Alin dan Ola.
"Anjim Ola! Nggak akan mba lolosin tahap selanjutnya, kamu Mba blacklist!"

"Dih, sedgel jan sok keras!"

"Stop, stop, saya cantik. Valid no debat. Kita lanjut bahas permasalahan lainnya."

Rangkaian kalimat terakhir yang dilotarkan Mamih membuat semua orang menatapnya.

"Kenapa? Benarkan? Saya cantik," ucap Mamih dengan percaya dirinya. Semua orang termasuk Alin dan Mira mengelus dadanya pelan.

Untung Mamih, batin semua orang saat ini.

****

Hari kian berganti, rangkaian materi demi materi juga telah selesai Alin sampaikan.

Tiap tugas telah selesai dilakukan. Diselingi canda dan tawa serta sharing-sharing ringan bersama Mamih, Alin dan Mira.

Semua peserta merasakan kebaikan hati dari para staff GPM Publisher. Hari-hari yang mereka habiskan di asrama pelatihan ini benar-benar berharga.

Alsha juga merasakannya sendiri, kepanikan ketika telat mengirim tugas, prank Alin marah dan meninggalkan GPM. Serta keseruan-keseruan lainnya.

Jangan lupakan Nuy yang selalu berada di sisinya untuk membantu. Mengerjakan tugas bersama, pergi menuju ruang print bersama di malam hari, mengumpulkan tugas di detik terakhir sebelum DL.

Ahh, Alsha benar-benar mendapat banyak pengalaman berharga dari sini. Ia juga telah mampu beradaptasi dengan banyak orang yang lebih tua darinya.

Namun, mau bagaimanapun ini kompetisi. Pasti ada yang tinggal dan pergi. Dirinya berharap ia ditakdirkan berada di acara ini sampai akhir.

****

Pagi-pagi sekali, Alsha telah terbangun dari tidurnya. Dilihatnya seorang gadis dengan kacamata tipis sedang berkutat dengan laptopnya.

Alsha berjalan menghampiri gadis itu lalu duduk di sampingnya. "Kak Nuy, lagi ngapain?" tanya Alsha seraya menggosok-gosok rambutnya yang basah selepas mandi.

"Ini, lagi stalk akun-akun penerbit sekelas GPM," balas Nuy singkat.

Alsha mengangguk mengerti. Setelah itu ia kembali ke depan lemarinya dan mengambil sebotol susu.

Ia kembali terduduk di atas kasur. Tangan kanannya sibuk berkutat dengan sebuah ponsel. Sedangkan tangan kirinya meminum sebotol susu.

"Yang lain belum bangun, Sa?" tanya Nuy tanpa mengalihkan pandangannya.

"Belom, pada kebo, apalagi Kak Sisi liat. Ah, poto ah."

Alsha mulai melancarkan aksi jahilnya. Ia mendekatkan kamera ponselnya pada wajah Sisi yang sedang tertidur pulas.

Cekrek!

Satu gambar berhasil Alsha ambil, ia kembali melakukan hal serupa hingga akhirnya Sisi terbangun ketika tali casing ponsel Alsha mengenai wajahnya.

"Anjir, Cil."

Ia terkejut lalu terbangun dari tidurnya. "Cil, ngapain kamu?!" teriak Sisi saat melihat Alsha yang tersenyum aneh sembari menegangkan ponsel.

Bukannya menjawab, Alsha malah melarikan diri yang membuat Sisi mengejarnya. Terjadilah kerusuhan di  kamar asrama nomor sembilan.

Nuy hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah lalu teman sekamarnya.

Begitulah suasana di kamar asrama nomor sembilan. Mereka yang semula tak saling mengenal, tak saling memahami, akhirnya bisa menjadi sebuah kesatuan. Bersama berjuang tanpa melupakan kesolidaritasan mereka.

Nuy tersenyum simpul mengingat indahnya satu minggu ke belakang yang ia lewati bersama anak-anak kamar nomor sembilan.

Apapun hasilnya nanti, aku tidak akan pernah menyesal mengenal kalian, batin Nuy.

"Kak Nuy, Kak Sisi liat ih. Lapor mamih, Kak," keluh Alsha sambil berlari menghindari Sisi.

"Udah-udah, giliran mandi sana, jam delapan teng kita disuruh kumpul di ruang materi. Mau eval," ucap Nuy dengan tenang seraya mengikat rambut dan menutup laptopnya.

"Tau, mandi sana bauu," ejek Alsha pada Sisi, membuat gadis itu menoleh dan menatap Alsha sengit sebelum masuk ke kamar mandi.

****

"Oke, udah kumpul semua ya, di sini saya mau memberikan soal evaluasi satu kalian, pastikan kerjakan dengan cepat dan tepat."

"Saya beri kalian 30 menit untuk mengerjakan 50 soal ini. Setelah waktu habis, silakan kumpulkan ke meja saya, selesai nggak selesai harus langsung dikumpulkan. Ini akan menjadi nilai yang menentukan peringkat kalian pada tahap ini."

"Ingat! Peringkat 28 dan seterusnya akan dieliminasi!"

Setelah selesai menjelaskan, Alin mulai membagikan selembar kertas berisi soal kepada para peserta.

Alsha melenan ludahnya dengan susah payah ketika membaca sekolah soal yang baru saja Alin beri.

Mampus, susah banget, aaaaa, harus bisa! batin Alsha.

"Oke, udah dapet semua, ya. Selamat mengerjakan!"

****

"WAKTU HABIS! KUMPULKAN SESELESAINYA!"

Alsha dapat merasakan tangannya berkeringat. Bagaimana ini? Dirinya baru menyelesaikan tiga puluh soal. Ahh, kesempatan untuk lolos tahap berikutnya sepertinya sudah tidak ada.

Dengan tangan gemetaran dan jantung yang berdegup kencang, Alsha menyerahkan lembar jawaban dan soalnya pada Alin.

Alin tersenyum aneh ketika Alsha menyerahkan lembar jawabannya. Membuat dirinya merasa kesempatan lolos semakin tipis, atau bahkan tidak ada.

Setelah selesai, Alsha berjalan keluar dari ruangan bersama Nuy. Dirinya terus memeluk lengan kiri Nuy, seperti seorang anak yang enggan ditinggal ibunya.

"Dih, Bocil, kenapa, takut?" kekeh Nuy seraya melepaskan tangan Alsha yang melingkar di lengan kirinya.

Namun, dengan cepat Alsha kembali memeluk Lengan Nuy. "Kak Alin serem banget, beda sama pas bercanda sama Ola," celetuk Alsha yang membuat Nuy tertawa ringan.

"Makanya, jangan nakal," kekeh Nuy lagi. Keduanya berjalan dengan cepat menuju aula—tempat pengumuman peringkat selanjutnya.

Semua peserta disuruh menunggu sebentar di aula seraya Alin dan Mira menilai hasil evaluasi.

Berdoalah, Alsha.

9GPMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang