PROLOGUE

126 30 28
                                    

Berpakaian tipis di musim dingin yang hampir membuat orang berpikiran untuk berdiam diri dirumah, nyatanya dibantah oleh seorang wanita yang kini berjalan terseok-seok sebab tidak sengaja terjatuh pada saat melarikan diri dari penjahat yang akan membuat dirinya kehilangan kehormatan selamanya sebab akan merasa sangat kotor. Tangis yang hampir tak bersuara sebab terlalu lelah juga pipi lebam kanan kiri yang nyerinya bukan main akibat tamparan juga perlakuan fisik yang bisa menyebabkan mental terguncang dalam waktu singkat. Di bawah butiran-butiran putih yang turun menyelimuti jalanan di Blue Salvia adalah saksi dimana Kim Hyerin mengalami keputusasaan sebab pelecahan yang hampir dialaminya. Ayah dan Bunda pasti membencinya setengah mati jika mengetahui presensi Kim Hyerin sekarang. Penampilan seperti jalang yang usai dipuaskan serta keluyuran tengah malam adalah satu dari sekian hal buruk yang tak pernah Hyerin duga sebelumnya.

Katakanlah Hyerin bodoh sebab memiliki otak iseng yang tidak tau tempat. Menerima ajakan kencan random seseorang pada semacam aplikasi pencari jodoh. Memaksakan diri sebab hampir dilanda keputusasaan akan Bunda dan Ayah yang acapkali melayangkan pertanyaan sensitif yang Hyerin hindari meski usianya menginjak kepala tiga. Hyerin salah satu dari wanita dewasa yang nyaris tidak pernah berkencan, makanya ia tak mengetahui perihal kencan hingga hampir menjerumuskan pada kencan tidak sehat yang Hyerin sendiri kaget setengah mati. Otaknya memang sudah gila menerima begitu saja orang random –yang kebetulan kelebihan hormon. Kini sendirinya merutuki perilaku bodoh yang merugikan diri sendiri.

Hyerin duduk di taman dekat trotoar sepanjang jalan berselimut butiran putih sebab kakinya tak sanggup melangkah karena nyeri. Mendongakkan kepala dengan mata terpejam menikmati dingin yang begitu menusuk epidermis kulit yang sebagian terasa perih sebab tidak sengaja tergores saat pelarian. Hingga tiba-tiba saja permukaan wajahnya tidak lagi merasakan serbuk putih yang jatuh dari langit. Membuka mata perlahan setengah kaget pasalnya tepat di atas wajahnya menampilkan eksistensi manusia tak dikenal. Tapi sumpah wajahnya tampan juga menggemaskan sekali, sampai Hyerin mengira ia putra dewa penolong yang dikirim Tuhan ditengah keputusasaan. Mengernyitkan alis tanda kebingungan yang tak kunjung diberi jawaban oleh presensi yang kini berdiri tepat di depannya. Hingga si gemas membuka obrolan sebab cukup diam terlalu lama –hanya saling memandang.

"Musim dingin yang bahkan saat berbicara mengepulkan asap sebab terlalu menusuk seperti ini, kau hanya mengenakan pakaian tipis bahkan berpenampilan acak. Kau ini si pemuas yang sengaja di buang oleh tuanmu, ya?"

Angkuh sekali nada bicaranya, bahkan untaian yang diungkapkan sangat menyayat hati. Tidak bisakah manusia yang terlewat tampan ini bertanya sekadar mengapa dirinya terlunta-lunta di jalan tengah malam yang dinginnya sukses menelusuk seluruh organ tubuh seperti ini, batin Hyerin.

"Bukan urusanmu, Tuan. Tidak bisakah segala ucapmu disusun agaknya terdengar sedikit sopan oleh runguku?"

"Ah iya, maafkan ucapku, Nona. Akan ku perbaiki. Mengapa wanita sepertimu berkeliaran di tengah malam seperti ini?" ucap si tampan agaknya tidak merasa bersalah sedikitpun sebab telah mengatai Hyerin si pemuas.

"Shit." Umpat Hyerin di tengah keperihan sebab luka di pipi yang semakin membiru terkena butiran putih yang jatuh dari langit.

Hyerin memilih abai pada si tampan menggemaskan yang sepertinya kesal sebab mengacuhkan eksistensi serta pertanyaannya. Lantas ia memilih mengejar Hyerin serta menyekat pergelangan tangan yang juga terdapat goresan luka dimana darahnya sudah membeku. Sehingga Hyerin meringis kesakitan sebab luka yang dirasa semakin perih. Tidak ada percakapan setelahnya, Hyerin hanya menoleh pada si gemas agar melepaskan pergelangan tangan yang sengaja dicekat untuk menghentikan langkah yang telah mengacuhkannya. Kelewat paham, tangan Hyerin langsung di lepas begitu Hyerin menatapnya cukup tajam –seperti sedang kesal sebab bertindak sok peduli padahal sendirinya sudah mengatai yang belum tentu kebenarannya.

Begitu dingin yang semakin merong-rong seluruh tubuh, serta jalanan yang semakin sepi, hingga keduanya memilih abai sebab sama-sama merasa bukan urusannya lagi. Juga Hyerin memilih langsung lenggang tanpa menoleh ke belakang lagi –tidak peduli lagi dengan si gemas yang tidak sopan. Sebab luka yang hampir menggores seluruh kulit yang terekspos merasa segera butuh pertolongan. Jika tidak, kondisinya akan memburuk esok hari.

Di bawah serbuk putih, tengah malam yang suasananya kian mencekat adalah satu diantara menjadi saksi pertemuan Kim Hyerin dengan pemuda tampan sekaligus menggemaskan yang menyebalkan serta mengesalkan setengah mati.

------

Hi, ini cerita keduaku. i hope u can love my universe. Then, before work on this project i'm so worried that you guys don't like my writing styls. But, i'm trying my best as i can.

Selamat membaca.

Sincerely,

Ghearelsa

FLAWLESS MAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang