[8] Piknik Sore

14 2 0
                                    

Halo, kayaknya udah lama gak bisa lanjutin work ini. Iya, reallife ku menuntut banget, wkwk. Tapi aku coba meluangkan untuk update satu part. Semoga kalian tidak lupa ya, dan selamat membaca!

.

.

"Kak, apakah sore ini kau ada waktu?"

"Kenapa, cantik?"

"Aku sangat bosan, ingin ke suatu tempat. Mungkin Kakak punya rekomendasi tempat untuk melepas penat?"

Sore ini, mentari masih menampilkan presensi indahnya. Menikmati senja musim semi sepertinya menarik. Jangan lupakan embusan angin sore di Blue Salvia yang begitu sejuk. Kau akan dibuat betah jika berada disana saat musim semi. Berdua dengan orang yang kau cinta duduk di bangku tepat di bawah pohon besar namun rindang adalah satu dari sekian kencan impian semua orang. Ini musim semi, aroma daun serta bunga yang tumbuh sungguh membuat oksigen terasa sangat sejuk meskipun sore.

"Ada, taman dekat kampus tempat saya mengajar. Musim semi biasanya sakura sedang cantik-cantiknya. Banyak anak muda yang berkencan disana. Mau kesana?" Tawar Jimin.

"Tapi aku tidak suka kalau ramai, nanti tidak bisa menikmati suasananya."

"Ini bukan weekend, jadi besar kemungkinan tidak seramai weekend. Saya sering kesana jika penat mengajar."

"Baiklah, aku mau kesana. Kakak apa tidak ingin piknik seperti pasangan romantis kebanyakan?"

"Piknik? Tapi ini sudah sangat sore, belum menyiapkan apapun juga. Bagaimana kalau saya libur bulan depan?"

"Tidak apa-apa tau, Kak. Kita bawa tikar pinky favoritku. Aku bawa kok dalam jok motorku." Rengek Hyerin berusaha meyakinkan prianya.

"Kau sudah menyiapkannya, cantik?"

"Tentu, aku datang kemari bukan tanpa sebab. Tau sendiri aku sangat malas kemanapun saat libur jika bukan urusan yang sangat penting. Lagipula membicarakan pernikahan kita bisa lewat telepon atau message." Jelas Hyerin penuh.

"Jadi, sepenting itukah mengajak saya piknik sore begini, hm?" Jimin menggodanya, serta ulasan senyum yang sumpah manis sekali. Namun hanya dapat anggukan saja dari Hyerin. Tentu, Hyerin total malu. Maka mengangguk adalah opsi terakhir.

"Baiklah, mari kita piknik seperti pasangan romantis, katamu."

Anggukan disertai senyuman lebar yang Hyerin tampilkan begitu membuat hati Jimin menghangat. Sumpah, aura Hyerin begitu memabukkan. Ditambah setiap hari gadisnya itu semakin cantik. Panggilan cantik memang tepat untuknya.

****

Begitu sampai pada taman yang Jimin maksud, senyum sumringah terukir jelas pada raut cantik Hyerin. Melihat sekitar dengan bibir yang sibuk ber-oh-ria membuat Jimin geleng-geleng dibuatnya. Juga sesekali bertanya, "Kak, kenapa tidak mengajakku sejak beberapa bulan lalu jika taman yang kau maksud seindah ini?"

Memang benar, taman yang Jimin pilih sangat indah. Bunga sakura sedang bermekaran. Ditambah jalanan total dipenuhi daun yang berguguran bulan lalu. Pemandangan semacam ini tentu sangat cocok untuk melepas penat. Apalagi kencan romantis dengan pasangan.

Membuat Jimin memandang lekat obsidian legam milik Hyerin, "Saya tidak tau jika kamu suka pergi piknik seperti ini. Apalagi kamu juga jarang bepergian jika libur kerja." Ditambah jemari Jimin tak henti mengusak lembut surai indah Hyerin yang terurai bebas.

Hyerin tidak bisa mengelak akan pernyataan Jimin. Memang benar sendirinya bukan tipikal yang suka meninggalkan rumah jika bukan urusan penting dan genting. Maka ucapan Jimin adalah kebenaran mutlak akan dirinya.

Jimin sibuk menggelar tikar pink, sementara Hyerin menata cake coklat yang dibelinya sewaktu perjalanan ke taman, juga snack yang dibawanya dalam keranjang piknik. Jimin mati kegemasan ditempat melihat wanitanya mengomel pada dirinya sendiri sebab lupa membawa minum.

Jika menggunakan perumpamaan, sayang yang Jimin beri untuk Hyerin tidak akan bisa diperhitungkan jumlahnya. Setiap ulasan senyum yang Hyerin tunjukkan padanya adalah salah satu hal yang bisa membuatnya terbang sekaligus kehilangan akal saat itu juga. Sumpah sekali, Jimin sebegitu di budak cinta oleh seorang Kim Hyerin. Jangan lupakan bayangan Jimin jika sudah menikah dengan si cantiknya itu.

"Kak, jangan memandangku seperti itu. Aku malu tau!"

Begitu ucapan Hyerin sampai pada rungunya, Jimin tersentak. Ternyata dirinya hanyut dalam lamunan sementara bibirnya sesekali tersenyum manis kala netranya mendapati Hyerin yang sibuk dan mengomeli keranjang pikniknya.

Membuatnya mengerjap sebab Hyerin memergokinya, "A-apa? Tidak kok. Saya hanya melihat seorang wanita yang tengah mengomel pada keranjang."

"Ih, kakak!. Aku kesal tau. Bisa-bisanya tidak bawa minum."

"Kita bisa beli disini, cantik. Biar kakak yang membelikannya. Kamu disini saja."

Hyerin hanya membalas dengan anggukan sementara bibirnya melengkung ke bawah sebab sebal sekali mengapa hal sepele itu tidak terpikirkan olehnya.

Dua puluh menit, waktu yang diperlukan Ryu Jimin untuk mencari minum untuk kesayangannya. Datang dengan wajah murung sebab tak mendapati yang diinginkannya, Jimin hanya membawa milk tea. Bukan matcha latte favorit putri Kim.

Mengerti sekali pada raut sebal Jimin, buru-buru Hyerin menyambar satu milk tea dari genggaman jemari Jimin. Sambil berkata, "Aku suka, kak. Ini favoritku sejak bangku menengah atas." Ditambah senyum cantik yang sengaja diumbar agar Jimin berhenti murung.

Membuat Jimin seribu kali mengumpat bahagia dalam hati akan senyum kesayangannya. Sempat ragu jika saja Hyerin menolak milk tea yang dibawanya. Sebab dirinya tahu betul jika minuman favorit Hyerin adalah matcha latte atau vanilla latte.

Cukup ragu akan memulai satu pertanyaan saja. Namun yang keluar dari bibir hanyalah, "Kau suka?"

"Tentu aku suka. Apapun yang kak manis berikan untukku seribu persen aku menyukainya."

"Hyerin, kenapa kau sudah pandai berkata manis seperti ini. Siapa yang mengajarimu, hm?"

"Tentu, aku belajar ini semua darimu."

Seusainya, hanya terdengar gelak tawa juga sesekali Jimin membelai surai hitam pekat milik Hyerin. Menceritakan kisah sekolah menengah atas baik dari pihak Jimin, maupun Hyerin. Banyak momen yang tidak bisa dilupa oleh mereka. Jimin yang dikejar guru wanita muda hanya untuk meminta nomor ponsel, hingga menjadi bulanan ruang konseling sebab sering kabur saat pelajaran guru yang mengejar dirinya itu berlangsung dengan alibi merasa risih akan godaan yang acap kali gurunya itu lontarkan padanya. Sumpah, Hyerin sebagai pendengar susah payah menahan tawanya agar tidak terlalu kencang. Yang berakhir Jimin melotot gemas padanya.

Langit hari ini memang berpihak pada pasangan muda yang dimabuk asmara rupanya. Senja sore ditambah kicauan burung juga sakura yang sedang cantik-cantiknya menjadi saksi kencan sederhana Ryu Jimin dan Kim Hyerin.

FLAWLESS MAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang