Peka itu Penting

34 1 0
                                    

✨Happy Reading✨

Sore ini, di kantin sekolah, seorang gadis berkuncir dua sedang sibuk membaca wattpad sambil menikmati es teh yang dia pesan. Gadis itu sedang menunggu sahabat sekaligus orang yang dicintainya dalam diam.

"Guru botak sianying. Masa gara-gara lupa kerjain PR, aku harus buat rangkuman. Mana mager buat nulis lagi. Bangke emang." Gadis berkuncir dua itu, Dinda Aristya tersenyum mendengarkan Rey, Rey Aldebaran memaki-maki pak Botak alias Pak Sujono, guru bahasa indonesia di sekolah mereka, SMA Harapan Nusa 2.

"Sudah, duduk sini. Aku pesenin es marimas rasa mangga buat kamu deh." Mata Rey langsung berbinar-binar mendengar minuman favoritnya. Dia bak anak kecil ketika diberi permen. Mengemaskan. Segera lelaki itu duduk di samping Dinda. Jantung Dinda jadi berdangdut ria karena posisi mereka yang dekat.

'Astaga, jantungku. Please, Rey. Kamu bikin aku dag-dig-dug aja.' batinnya

"Woi, Din. Jadi gak sih?" Sontak Dinda terlonjak kaget, dia tersenyum malu pada Rey. Rey hanya memandang bingung sahabatnya ini.

"Hehe... jadi kok. Bentar ya. Kamu mau es aja atau sekalian makan?" Rey menjawab, "Es aja, Din. Aku gak laper." Dinda mengangguk dan berlalu meninggalkan Rey.

Rey segera mengambil ponsel Dinda. Dia membuka-buka aplikasi sosial media bahkan galeri Dinda. Mereka sudah biasa seperti ini. Saling membuka ponsel pribadi tanpa perlu ijin ataupun sungkan. Prinsip persahabatan mereka hanya satu yaitu, kejujuran. Tidak ada yang namanya privasi dalam persahabatan mereka.

"Sejak kapan, Dinda punya aplikasi ini?" Rasa penasaran Rey bangkit saat melihat aplikasi berjudul Stars Diary. Sebelumnya tidak ada aplikasi ini di iphone Dinda.

"Rey, ini es-nya." Rey mengelus dada karena tiba-tiba Dinda datang sambil membawa es pesanannya. Dinda menatap bingung Rey lalu pandangan matanya melirik ke arah tangan kanan Rey yang sedang memegang ponselnya.

"Kamu habis lihat apa di ponselku? Kok kaget gitu. Jangan-jangan—“ Rey sontak mencubit kedua pipi chubby milik sahabatnya itu. "Gak usah mikir aneh-aneh. Aku hanya terkejut saja karena tiba-tiba kamu muncul."

"Sakit anjir. Kamu kira pipiku squishy yang bisa diunyel-unyel," rajuk Dinda yang justru membuat Rey tertawa. Gadis itu makin cemberut.

"Sudah dong. Entar cantiknya hilang. Sini mana yang sakit. Aku elusin." Rey membawa wajah dinda menghadap arahnya. Kedua tangannya mengosok-gosok lembut pipi Dinda yang memerah. Sebenarnya, warna merah itu bukan berasal dari cubitan Rey tapi dari rasa malu yang muncul otomatis ketika dengan entengnya tangan Rey mengelus pipinya.

Setelah adegan manis itu, Rey diam menikmati es marimasnya sedangkan Dinda juga menikmati es tehnya sambil sesekali melirik wajah pria itu.

"Oh ya Din. Sejak kapan kamu punya aplikasi diari-diari itu?" Pertanyaan Rey yang tiba-tiba membuat Dinda tersedak. Gadis itu terbatuk-batuk. Rey sontak mengambil tisu dan mengelus punggung sahabatnya.

"Uhuk, kamu tuh kalau tanya jangan tiba-tiba. Barusan tadi, waktu nunggu kamu. Cuma iseng aja." Rey hanya mengangguk. Dinda harap Rey percaya omongannya. Jujur dia enggak pengen Rey tahu isi aplikasi itu. 'Semoga aja Rey belum sempet buka aplikasi itu,' doanya dalam hati.

"Din, aku harap kamu hapus ya aplikasi itu. Aku jadi ngerasa gak guna kalau kamu pakai itu aplikasi. Kita udah sepakat buat jujur-jujuran. Dengan kamu pakek aplikasi itu, aku ngerasa kamu nyembunyiin sesuatu," ujar Rey sambil menatap Dinda tajam. Dinda menelan ludah pelan lalu mengangguk.

"Iya Rey. Maaf ya udah bikin kamu mikir gitu. Aku gak sembunyiin apapun kok." Dinda tersenyum meyakinkan Rey. Rey membalas senyuman itu dan merangkul bahu Dinda. Buat jantung gadia itu kembali berdisko ria. Dasar, lelaki ini suka bikin orang jantungan.

Ruang Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang