Rezky Ardito (dari sisi Atesa)

73 14 3
                                    

Karya : TiaAprillia9

kisahnya dari sudut pandangku, entah kalian percaya atau tidak ini memang nyata. Kisah kami berawal dari saudara perempuannya. Anendeta Putri, aku akrab dengannya karena bertemu di suatu perkumpulan, di situ awal pertemanan kami dimulai hingga menjadi sahabat. Sampai akhirnya dia sakit, banyak yang ikut berduka atas sakitnya, termasuk aku.

Hingga ia mulai sembuh, kami kembali berkumpul, dia datang diantar oleh kakaknya Rezky Ardito. Di situ aku pertama kali tahu dia, sosoknya yang perhatian dan sangat penyayang. Ku kira dia adalah “Pasangannya” tapi ternyata saat dikenalkan dia adalah kakaknya lebih tepatnya kakak sepupu. Abang Dito, begitu Putri memanggilnya, sampai kami bertukar kontak, dan dia menyuruhku menghubungi dulu untuk menyimpan nomornya.

Awal-awal kami hanya bertegur biasa saja, dan entah mulai dari mana kami mulai dekat, saling menanyai kabar dan bercerita. Bertemu di tempat yang enak mengobrol berdua, dia mulai bercerita tentang sebagian kisah hidupnya. Bahwa ia bercita cita menjadi seorang aparat negara, dia ingin mengabdi pada negara dengan jalannya, tapi tuntutan keluarga tak bisa membuat ia tak bebas memilih jalannya.

“Aku tak bisa bebas memilih jalanku untuk meraih mimpiku, bahkan hobiku saja dituntut berhenti, sekeras apa pun aku melawan aku akan tetap kalah dari mereka.” Dia berkata demikian dengan tegarnya, meski kata katanya terkesan mengeluh susah, tapi ku lihat keikhlasannya menerima semua itu.

“Aku tak bisa berbuat apa pun Dit, kenapa? Aku bukan siapa-siapa, aku hanya orang asing yang kebetulan bisa dekat denganmu, itu masalah keluargamu, yang bisa ku katakan hanya kau harus mengambil keputusan yang benar-benar baik untukmu dan semua orang.”

Sungguh, aku tak bisa berbuat apa pun, ingin mengatakan apa pun seakan kelu, dia mempunyai keluarga yang ingin aku punyai, tapi aku tak bisa katakan itu. Dia memiliki apa yang memang aku inginkan, tuntutan keluarga, perhatian keluarga, cinta dari keluarga. Tapi aku tahu, hidup dalam tuntutan dan kekangan tak mudah, seperti halnya Dito, dia memang terlihat senang dan bahagia saja, tapi apa kalian tahu? Bagaimana keadaan hatinya? Tertekan.

Pernah juga suatu hari dia bercerita, bahwa ia mencintai seseorang yang seharusnya tak ia cintai, dia bahkan sudah pernah bercerita pada kakaknya. Dia bercerita padaku juga.

“Aku menyayangi seseorang melewati batas, dia yang seharusnya aku sayangi hanya sebatas— tapi aku melewatinya. Aku mencintainya layaknya laki-laki pada perempuan, aku tak bisa mengontrol rasaku, aku—” dia bahkan tak bisa melanjutkan ceritanya. Jujur saja, saat ia berkata bahwa ia mencintai orang lain hatiku sedikit bergetar tak suka, tapi ku hanya bisa diam mendengar dia bercerita, sampai ku hanya bisa berkata sedikit.

“Kamu memang harus sedikit demi sedikit menghapus perasaanmu Dit, itu tidak benar, bukannya aku melarang, tapi kau masih memiliki hubungan keluarga dengannya. Perlahan lepaskan, hapuskan rasa itu,” kataku.

“Bagaimana? Apa aku harus menjauhinya?” tanyanya.

“Jangan. Jangan sampai kamu menjauhinya, dia membutuhkanmu, aku tahu, dia tak akan bisa jauh darimu, bukan apa, kau adalah kakaknya, kau yang selalu ada untuknya.” kataku sedikit menekan kalimat.

“Tolong bantu aku..”

Deg.

Di situ, hatiku berdetak lebih cepat, apa maksudnya? Pikiranku berkelana entah ke mana, aku terbengong mendengar itu, bagaimana aku membantunya? Sampai suaranya kembali terdengar.

“Bantu aku melupakan rasa itu, bantu aku menghilangkan rasa itu.” katanya. Meski tak ada kata memohon atau meminta tolong aku tahu dia sangat membutuhkannya.

Ruang Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang