❝Jeno kenal atau mengetahui keberadaan Sunflo saja tidak. Bagaimana Sunflo bisa mengharap banyak bahwa perasaannya akan terbalas?❞
Kekecewaan, keputusasaan, dan kehilangan terpancar jelas dari kedua mata si pemuda desa yang membawa sebilah kapak dan bunga dandelion di tangannya. Bercak darah menghiasi pakaian kunonya. Pemuda tersebut tak peduli dengan apapun. Ia hanya ingin pasangan tercintanya kembali dalam dekapannya.
"Ah, Jenoric?" tanya Lewis, seekor kucing yang sedang duduk di sebuah batu sungai sambil menjaga jubah hitam milik tuannya.
Amarah Jenoric, si pemuda desa kian memuncak. Ia merasa ditipu oleh Chitta, majikan Lewis sekaligus penyihir yang ahli dalam penyembuhan.
Nasihat Chitta usai memeriksa keadaan Dandelion, istri Jenoric justru membawa malapetaka dalam hidupnya. Demi menyelamatkan Dandelion yang sudah sekarat, Jenoric tega menebas banyak nyawa kucing di desanya. Namun hasilnya nihil, Jenoric tak mampu menghentikan waktu kematian Dandelion.
"Persetan dengan kucing yang memiliki sembilan nyawa. Kalian harus mati. Dandelion harus kembali!" Jenoric menarik kalung berwarna kuning yang dikenakan oleh Lewis.
Jenoric menyeringai lebar. Matanya menatap tajam kucing terakhir yang ia lihat di desa. Napasnya berderu tak karuan. Jenoric mengangkat kapaknya tinggi-tinggi, bersiap untuk memenggal kepala Lewis dalam sekali tebas.
JBRET!
Gerakan tangan Jenoric terhenti, kapaknya tertahan di udara.
"Kesalahpahaman bisa membuat seseorang menjadi iblis, ya." Chitta berjalan menghampiri Jenoric dan Lewis dari hutan seberang sungai. Di tangannya, terdapat beberapa tangkai bunga dandelion. "Turut berduka cita atas istrimu, Jenoric," Chitta berbisik.
"Penipu! Penyihir penipu! Tidak seharusnya aku mempercayai kau! Kau sama buruknya dengan para iblis yang menghasut manusia!" Jenoric berteriak-teriak di dalam hutan sambil mengacungkan kapaknya ke wajah Chitta. "Kau adalah penyebab kematian Dandelion!" Wajah Jenoric merah padam. Air matanya mengering.
"Kau yang salah paham." Chitta tak menggubris pandangan muak Jenoric. Ia mengenakan jubah hitamnya.
"Apa? Kau bilang, Dandelion tahu jawabannya. Tak perlu kutanya juga aku sudah tahu jawabannya. Dengan membunuh seluruh kucing di desa ini, aku bisa memberikan nyawa mereka pada Dandelion, kan? Aku bisa membuat gadis lemah itu keluar rumah lebih lama tanpa harus beristirahat berulang kali!" Jenoric melempar kapaknya asal, lalu berlutut dan mengacak-acak rambutnya, amat frustasi dengan keadaan.
"T-tapi, saat aku hendak memberikan segelas darah dari kucing-kucing yang telah kubunuh, ia justru mati. Dandelion mati di depan mataku sendiri ...." Jenoric menutup wajahnya dengan kedua tangan. Hatinya dipenuhi oleh banyak perasaan yang tidak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CAT'S MURDERER ✔
FanfictionMendekatlah, akan kuceritakan sebuah dongeng tentang seorang penyihir dan sepasang suami istri di abad keempat belas. Lebih tepatnya, dongeng ini bercerita tentang seorang pemuda desa yang rela melakukan apa saja untuk menyelamatkan istrinya yang se...