❝Bisakah, kau memberikan satu dari sembilan nyawamu?❞
Esok harinya, saat matahari sudah berada di puncaknya, Sunflo masih tertidur pulas. Di sampingnya, terdapat Nono yang bingung dengan keadaan.
"Ini sudah masuk jam makan siang. Tapi, Sunflo tak kunjung bangun. Lagipula, bukankah hari ini hari Senin? Sunflo harus sekolah, kan? Apa aku harus menemui pelayan toko hewan beralis tebal itu? Tapi, aku lupa jalan menuju ke sana." Nono berputar-putar di kasur Sunflo.
Nono memutuskan untuk menunggu Sunflo sebentar lagi hingga tak terasa, senja menyapa. Nono mengabaikan perutnya yang sudah berbunyi nyaring. Jika Sunflo tidak makan, maka Nono juga tidak makan.
Kantung makanan kucing berada di dalam laci lemari dapur paling atas. Bisa saja Nono mengambilnya. Ia sudah terlatih memanjat. Namun, Nono memilih untuk menunggu Sunflo bangun dari tidurnya.
Malam hari, Sunflo tak kunjung membuka mata. Tentu saja hal tersebut membuat Nono panik.
"Nono tidak membunuh Bongsik, harusnya Sunflo tidak sekarat sekarang!" Nono mengeong kencang.
Nono melakukan apa saja untuk membangunkan Sunflo dari tidurnya. Nono menggigit telinga Sunflo, mencakar kaki Sunflo, dan melompat-lompat di dada Sunflo, menjadi alat pemompa jantung. Nihil, Sunflo belum juga terbangun. Nono amat khawatir. Ia tak ingin kehilangan Dandelion untuk kedua kalinya. Ia juga tak ingin menunggu ratusan tahun untuk bertemu bunga yang disebar oleh Dandelion.
"Bangunlah ...." Perlahan, Nono mendekatkan pendengaran tajamnya pada dada Sunflo.
Detak jantungnya melemah.
Cairan bening keluar dari mata Nono. Kucing abu-abu itu ketakutan. Ia takut kehilangan seseorang untuk kedua kalinya. Nono mengepalkan cakar tajamnya. Nono bersumpah, Sunflo tidak akan meninggalkannya.
Nono mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matanya terhenti pada poster NCT Dream yang ditempelkan oleh Sunflo. Nono melompat-lompat, berusaha untuk meraihnya. Namun gagal karena poster tersebut terlampau jauh dari tinggi badannya dan tak ada benda yang bisa menjadi batu pijakannya. Nono bersandar pada dinding kamar. Di depannya terdapat Sunflo yang terbaring lemah dengan mulut terbuka, berusaha mengais oksigen yang jumlahnya tak terhingga di dunia ini.
"Kau tak berguna, Jeno. Kau berada jauh di sana. Kau menerima banyak cinta, bernyanyi dan menari, latihan setiap hari, dan uang yang terus mengalir. Aku membenci diriku. Kenapa tubuhku harus terlahir kembali menjadi seorang idola bagi setiap orang? Kenapa jiwaku terperangkap dalam seekor kucing, sementara tubuhku yang terkenal di seluruh dunia tak dapat menolong gadis yang sekarat ini. Bahkan untuk mendengar rintihan kecilnya pun tak bisa." Nono mengeong tak henti-henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CAT'S MURDERER ✔
FanfictionMendekatlah, akan kuceritakan sebuah dongeng tentang seorang penyihir dan sepasang suami istri di abad keempat belas. Lebih tepatnya, dongeng ini bercerita tentang seorang pemuda desa yang rela melakukan apa saja untuk menyelamatkan istrinya yang se...