bagian dua : halaman satu

2.4K 291 3
                                    

Kini Jaemin kembali di temani dengan sang kakak. Pemuda itu menyunggingkan senyumnya walaupun kepalanya sangat sangatlah pusing.

Wajah pucatnya sangatlah terlihat, bahkan Jaehyun sudah mewanti-wanti sang adik. Bukan Jaemin namanya jika tidak keras kepala, ia terus berucap bahwa ia tak apa.

"Ayah, Ayah tau kamu sakit?"

Jaemin menggelengkan kepalanya. "Gak, Ayah gak tau dan gak perlu tau! Kan Ayah ga peduli sama Jaemin!" seru Jaemin.

"Ayah sayang banget lho sama kamu kalo mau tau..."

"Abang gak usah pura pura, Jaemin tau segalanya dan Jaemin ga masalah sama hal itu." sarkas Jaemin.

Jaehyun terdiam, ia menatap mata sang adik lekat. Kosong, tak ada yang berarti di sana.

"Maaf."

Jaemin menganggukkan kepalanya. "Gak apa kok, Bang." ujar Jaemin dengan senyumnya.

tok tok tok!

pintu kamar Jaemin terbuka memperlihatkan Simbok. Keduanya menoleh ke arah pintu. "Aden lagi bicara sama Den Jaehyun ya?" tanya Simbok hati hati.

Jaemin menganggukkan kepalanya lalu bertanya, "Kenapa, Mbok?"

"Bapak kesini, Den... Bapak katanya mau bicara sama Aden..." jawab Simbok.

Jaemin menganggukkan kepalanya. "Bentar ya, Mbok, Simbok ke bawah duluan aja nanti Jaemin susul..." ujar Jaemin di anggukkan oleh Simbok lalu pergi dari sana.

"Tuh sana, Ayah kesini. Abang tunggu di sini."

"Abang ikut, bodo amat! harus!" paksa Jaemin. Jaehyun menghela nafas pelan dan menuruti permintaan sang adik.

Keduanya pergi dari sana dengan senyum manis di bibir pucat Jaemin. "Ayah, kenapa? Tumben datang ke sini malam malam!" sapa Jaemin sesampainya di sana.

Raut wajah datar Siwon terpampang jelas. Ia menyerahkan satu map kepada Jaemin. "Tanda tangani itu dan pergi dari sini secepatnya." ujar Siwon.

Senyum Jaemin sejenak meluntur mendengar penuturan sang Ayah lalu menerima map tersebut. Jaehyun yang dari tadi di sana pun mengeraskan rahangnya.

Jaemin membacanya dengan seksama. Ia menengadahkan kepalanya menatap sang Ayah. "T-tapi, Yah, ini—

—kamu bisa gak sih ga usah pake alasan! tinggal kamu tanda tangani dan rumah ini jadi milik saya!"

Jaemin terdiam. Setetes air mata meluncur dari mata indahnya. Ia menatap kembali map tersebut.

"Kurang ajar!"

Langkah Jaehyun mendekat ke Siwon dan meninjunya, walau yang di rasakan Siwon hanyalah angin kencang dan sedikit nyeri di pipinya.

"Abang!!" bentak Jaemin seketika.

"Jangan tanda tangani itu, Na Jaemin! Rumah ini abang bangun untuk kamu seorang!!"

Jaemin termenung. Benar, rumah ini rumah sang kakak yang diberikan untuknya saat ulang tahunnya yang ke-13 dulu dengan alasan jika nanti ia pergi dan Jaemin merasa tersiksa dirumah sang Ayah, ia meminta Jaemin untuk berpindah di sini.

"Tapi...

Abang bilang jangan, Na Jaemin! Jangan sentuh bolpoin itu dan letakkan Map itu, sekarang!!"

Jaemin mengikuti instruksi sang kakak. Ia menatap sang Ayah yang melihatnya bingung, lekat. "Maaf, Ayah... Jaemin ga bisa, Abang ga bolehin." ujar Jaemin.

"Saya tidak menerima penolakan dan ini demi Lami. Apa kamu gak sayang sama Lami?" tanya Siwon.

Jaehyun membelalakkan matanya. Ia membanting segala perabotan disana, semuanya berantakan. Pintu utama rumah juga ia banting dan yang terakhir, ia menghancurkan bingkai foto besar yang berisikan Siwon, Sora, dan Lami di dalamnya.

Ia menghancurkan semua foto tanpa Jaemin yang dikirim dan baru dipasang Siwon kemarin. Kedua tangan Siwon ia gunakan untuk menutupi kepalanya dan memejamkan matanya, ia ketakutan.

Jaehyun memasuki tubuh Jaemin lalu menendang Siwon. "Jangan pernah kau suruh Jaemin angkat kaki ataupun menandatangani map sialan yang kau bawa itu, Na Siwon!

Aku janji jika kau melakukannya lagi, hidupmu tidak akan tenang!!"

Jaehyun memukuli Siwon dengan tubuh Jaemin. Simbok tak berani melerai mereka, ia juga takut.

"Dan satu lagi, Bajingan! Kembalikan perusahaan milikku yang kau ambil itu ke keluarga Haechan!"

Setelahnya, Jaehyun keluar begitu saja, membuat Jaemin terduduk lemas dengan memegangi kepalanya. Siwon kemudian berjalan mendekat dan memukuli Jaemin habis habisan.

Setelahnya, Siwon pergi begitu saja meninggalkan Jaemin yang terkulai dengan lebam dan darah yang keluar dari dahinya.

"Maaf, Ayah..." lirih Jaemin sebelum kegelapan menyambutnya.

to be continued

aku ga bisa bagi waktu antara Wattpad sama dunia ku.

aku izin rehat sebentar, kondisi mental ku perlu rehat, jadi tunggu ya?

rendirse ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang