bagian empat : halaman dua

2.9K 224 3
                                    

Siwon terkejut dengan kedatangan Mark dengan aura gelapnya yang tiba tiba ke kantornya.

"Ada apa, Mark Lee?" tanya Siwon sombong karena salah satu putra keluarga Lee menginjakkan kakinya kembali ke kantornya.

"Saya harap anda tidak menyesal, sedih, atau hal lainnya, tuan Choi." ujar Mark.

"langsung saja ke intinya, tuan Lee."

Mark menyunggingkan senyumnya miris lalu memberikan undangan khusus untuk Siwon. "Saya dengan terhormat memberikan undangan pemakaman sahabat saya, Saya harap anda datang bersama keluarga anda, tuan Choi..."

"Karena permintaan terakhir sahabat saya untuk mengundang anda, jadi saya lakukan. Khusus untuk anda!" ujar Mark dingin.

Siwon terdiam, tangannya dengan bergetar menerima surat undangan Mark. ia membukanya dan mendapati fotonya dengan jaemin dan jaehyun dengan bahagia serta tulisan dibawahnya untuk mengundangnya ke pemakaman Jaemin.

"Ayah... gimana kabarnya? baik kan? yang lain juga, kan? Kalau ayah nerima undangan dari Kak Mark, berarti Jaemin udah bareng sama Abang sama Bunda. Yah, permintaan terakhir jaemin belum jadi kenyataan, satu aja, untuk terakhir kalinya, peluk Jaemin, yah... walaupun yang Ayah peluk nantinya jasad Jaemin.

Tapi itu gak apa kan, yah?, setidaknya permintaan Jaemin terkabul. Ah... tapi kalau Ayah gak mau, Jaemin gak papa... Ayah nanti kalau kangen Jaemin tinggal lihat fotonya, maaf ya malah foto keluarga... Jaemin gak punya foto sendiri, eh, ada kayaknya, tapi gak tau dimana, Jaemin lupa...

kalau Ayah berkenan bisa cari di kamar Jaemin atau Bang Jaehyun...

Ayah, jangan sedih... Jaemin ada di hati ayah kok! Di samping Ayah! Nanti kalau Ayah sedih, Jaemin ikut sedih...

Aduh... suratnya malah gak karuan... maaf ya... otak Jaemin kayaknya udah capek sama kayak hati Jaemin...

Jaemin pergi, Yah...
Kayak permintaan Ayah, Mama, sama Lami yang minta Jaemin pergi.
Jaemin udah pergi, Jaemin janji gak akan kembali kok...

Kasih tau ke Mama sama Lami kalau Jaemin sayang banget sama mereka... Udah ya? Tangan Jaemin capek banget... minta di istirahatkan... Nanti sekali kali tengok Jaemin ya, kalau ayah mau...

Setiap ada pertemuan ada perpisahan, kan, Yah? Jaemin ambil kata katanya nenek, hehehe...

Dadah, Ayah! Sampai jumpa lagi, mungkin... Jaemin pamit istirahat ya? Jaemin sayang Ayah!"

Siwon terdiam dengan air matanya yang turun membasahi pipinya.

"Anda sudah membacanya kan, Tuan Choi? saya harap anda datang, saya pamit undur diri untuk mengurus pemakaman sahabat saya." ujar Mark lalu pergi begitu saja dari sana.

"Maafin Ayah, Jaemin... Maaf..." lirih tangis Siwon mengelus foto Jaemin pelan. Pedih, tangis itu tidak memekakkan telinga namun terlihat menyakitkan.

.

.

.

.

Pemakaman Jaemin berlangsung sedikit tidak lancar karena keluarga besar Jaemin yang menyalahkan Siwon atas semuanya.

Keluarga besar Lee hanya bisa menenangkan mereka. Sedangkan dipojok ruangan Jaemin menemani Jeno dan Renjun menontonnya, walau Jaemin tau ia tidak akan diketahui keberadaannya, kecuali satu orang disini.

Senyum miris Jaemin terlihat, sangat miris. Lihat, di hari pemakamannya saja mereka bertengkar di depan jasadnya. Jisung menatap arwah Jaemin sendu. Ya, Jisung bisa melihatnya.

"Jaga mereka baik baik... Jangan tinggalkan ibadah... Sekali kali tengok gue, ya? Jisung, gue serahin mereka ke elo... Kakak pamit ya, adik kecil..." ujar Jaemin pada Jisung. Jisung meneteskan air matanya dan menganggukkan kepalanya. Jaemin tersenyum lalu menghilang dari sana.

"Maaf, Kak... bahkan lo belum bisa dapet pelukannya..." lirih Jisung lalu menengadahkan kepalanya berusaha untuk tidak kembali meneteskan kepalanya.

Renjun mendecih sebal lalu berjalan mendekat kearah Siwon dan menamparnya telak. Semuanya terdiam. "Bahkan diakhir hayatnya, sahabat saya tidak mendapat ketenangan untuk beristirahat..." ujar Renjun lalu berlutut pada Siwon.

"Saya mohon, hentikan... biarkan Jaemin istirahat dengan tenang untuk terakhir kalinya dan untuk terakhir kalinya tolong berikan pelukan hangat anda untuk Jaemin... Saya mohon... sungguh..."

Jeno dan Jisung ikut berlutut dengan Renjun. "Kami mohon..."

Mereka semua masih terdiam. "Kami hanya ingin mengabulkan permintaan Jaemin... Kami mohon..." lirih Renjun.

Siwon berjalan mundur. Tidak, tidak bisa... Ia tidak bisa. Berat rasanya, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Mark menarik tangan Siwon ke arah Jaemin.

"Setidaknya hargai perjuangannya dengan pelukan, Tuan..." ujar Mark. Siwon mendekati jasad Jaemin dan memeluknya erat, bagai tak ingin sang anak dibawa pergi dari sana. Siwon menangis pilu.

Renjun menaruh kepalanya di punggung Jeno. Jeno berbalik dan memeluk Renjun.

Jisung menatap pintu yang tadinya Jaemin berada disana menatap pertengkaran antar kelurganya. "Kak... selesai..." lirih Jisung dan kini, ia kembali meneteskan air matanya kembali.

to be continued

rendirse ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang