bagian empat : halaman satu

2.6K 214 6
                                    

Jaemin kini terbaring lemah di kasur kesayangannya. rambutnya semakin menipis, tubuhnya mengurus, tatapannya sayu, dan wajahnya pucat. ia memilih menghentikan sekolahnya setelah berdiskusi dengan keluarga Lee.

Kini ia mempunyai teman di rumah ini, haechan dan chenle dengan alasan bahwa kedua orangtuanya pergi dinas dala waktu yang lama dan berakhir pindah kesini.

Chenle berjalan masuk kedalam kamar jaemin dengan nampan berisikan air putih, obat, dan makan malam Jaemin. ia berjalan mendekat dan mendudukkan diri di pinggiran kasur jaemin.

"Kak..." panggil Chenle sedikit menggoyangkan tubuh jaemin. tak ada jawaban, pergerakan, ataupun suara dari jaemin. tubuh jaemin kini sangat dingin, namun suhu tubuhnya tinggi.

chenle panik dan berteriak memanggil abangnya. haechan lari dengan tergopoh gopoh ke kamar jaemin.

dengan panik haechan sedikit memeriksa keadaan jaemin dengan sedikit ilmunya. mata bulat haechan membola dan dengan panik menyuruh chenle menyiapkan mobil.

haechan mengangkat tubuh jaemin di punggungnya dan membawanya masuk ke dalam mobil yang sudah disiapkan chenle.

"Le, biar abang yang bawa." ujar Haechan lalu menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi dan kemudian terhenti karena lampu merah.

"abang awas!!"

sebuah bus melaju dengan cepat, sudah dapat dipastikan bahwasanya bus itu rem blong.

"CEPET KELUAR, CHENLE!!" pekik Haechan.

Chenle dengan sigap keluar dari mobil.

BRAKK

bagian depan mobil haechan tertabrak. semua orang panik dan langsung berbondong bondong menyelamatkan mereka. 

chenle terdiam, ia shok melihat mobil haechan sudah hancur. haechan tersenyum kecil kearah chenle dengan darah yang sudah keluar dari kepalanya.

"abang... abang... ABANG!!!"

kegelapan menarik chenle untuk datang. semua hal tentang kecelakaan Hendery dan Jaehyun berputar di kepalanya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Chenle terbangun, ia menatap sekelilingnya yang bernuansa putih dengan bau obat obatan, dan berakhir menatap tangannya yang digenggam sepupunya.

"Bang Changbin..." lirih Chenle.

Changbin mendongakkan kepalanya melihat Chenle yang terbangun, ia dengan segera memencet tombol merah di atas ranjang Chenle.

"Abang, Kakak..." racau Chenle dengan air mata yang kini keluar dari matanya.

Changbin mengelus surai Chenle pelan berharap pemuda itu untuk tenang. Dokter datang dengan beberapa suster dibelakangnya.

setelah beberapa menit, akhirnya dokter pamit untuk pergi dan mengatakan bahwa chenle sudah membaik namun harus beristirahat lebih banyak. Changbin hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan.

"lo pingsan 4 hari kalo mau tau." ujar Changbin.

"Abang sama Kak Jaemin gimana?" tanya Chenle seketika saat Changbin duduk di tempatnya tadi. Changbin hanya terdiam, ia bingung harus mengatakan apa.

"Bang, jangan bilang..." Changbin menganggukkan kepalanya kecil. Chenle termenung dengan jawaban Changbin. air matanya turun membasahi pipinya.

brak

"Chenle!"

"Mama... Abang... Kakak... hiks hiks..." tangisnya pecah mengingat kecelakaan hari itu. Nyonya Lee berjalan mendekat dan memeluk anak bungsunya erat. Ia mengecup pelan kepala Chenle dan mengelus bahu chenle lembut.

"gak! gak! enggak!!! abang, kakak..."

"chenle dengarkan Mama, nak! Abang koma!! hanya..."

"Hanya?! hanya saja kak jaemin tidak terselamatkan iya?!! jawab, Ma!! Jawab!!!!"

chenle melepas pelukannya dari sang mama dan melepas infusnya. ia berlari kearah ruangan sang kakak yang sudah ia pastikan tepat berhadapan di depan ruangannya.

sret!!

chenle menjatuhkan dirinya tepat di samping ranjang haechan, ia menggenggam tangan yang lebih tua erat.

"Abang, ayo bangun, bang! Abang tolong bangun... hiks hiks... a-abang..."

"chenle..." panggil jisung yang ada di sana lirih, dirinya berjalan mendekat dan memeluk erat tubuh ringkih sahabatnya itu.

Jeno dengan tatapan kosongnya melihat tepat kearah haechan yang masih terbaring lemah di ranjangnya.

to be continued

rendirse ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang