Sial, musim panas kan ...
event oshi-ku menunggu.
Entah ini yang keberapa kalinya kau menghela napas setelah bertemu dengan Teru. Awalnya tak pernah bertatap muka menjadi sering bercengkrama, seakan tak ada hari tanpa melihat wajah bak pangeran itu.
"Etto, [Name], apa kau menunggu lama?" sahut Teru yang muncul dari belakangmu, bersama dengan Kou dan Tiara. Ia mengulas senyum bersalah, merasa tak enak karena membiatkanmu menunggu agak lama.
Seperti deja vu, kau terdiam sejenak lalu menggeleng, "Tidak. Aku baru saja datang."
"Niichan, sih! Harus kubangunkan dulu, terus ia tak mau pergi kalau belum makan masakanku―"
"Eh, Kou-kun yang masak?" tanyamu terkejut, mengerjapkan mata saking tidak percaya terhadap perkataan yang Kou keluarkan.
Kou mengangguk sembari memasang wajah cemberut. Sedangkan Teru hanya tertawa kikuk dan Tiara ikut tertawa pula seraya memeluk kaki Teru. Irismu melirik ke arah pemuda bak pangeran tersebut, image-nya di matamu sedikit rusak.
Kau mengira kalau Teru adalah tipe yang bisa melakukan segalanya. Rupanya, ia juga hanya manusia biasa.
"Baiklah, uchi no hime, bagaimana kalau kau pergi bersama Kou untuk menikmati festivalnya?" tanya Teru seraya mengulas senyum pada Tiara.
Tiara mengangguk antusias lalu menarik Kou untuk pergi bersamanya, menyisakan hanya dirimu dan Teru berdua. Kau menatap datar pada Teru, yang hanya dibalas dengan senyuman khas miliknya.
"Uchi no hime?"
"Haha, dia suka dipanggil seperti itu."
Tidak, tidak, tidak, dilihat dari segi manapun kau lah yang senang memanggilnya seperti itu.
Teru mengulurkan tangan kanannya, di tangan kirinya terdapat handphone milikmu yang entah sejak kapan diambil. Hampir saja kau berteriak kesal jika ia tidak terkekeh pelan, menggodamu.
"Bagaimana kalau kita pergi juga, hime-sama?" ajak Teru, lembut.
Pipimu sontak memerah, refleks kau memalingkan wajah seraya menerima uluran tangannya yang dibarengi dengan ia mengembalikan handphone milikmu. Tidak sopan―bukan, kau akan dihabisi oleh para penggemarnya termasuk Nene jika tahu kalau menolak ajakan dari Teru. Ia pun menggenggam tanganmu, berjalan bersama mencoba untuk membaur dengan suasana festival musim panas.
Karena ramai, kalian berdua pun menepi ke bangku taman yang terletak tak jauh dari festival. Teru melirikmu lalu kembali menatap ke arah lain, "Kupikir kau akan memakai yukata di saat seperti ini."
Kau mengerjap, menghela napas dan menggaruk pipi.
"Aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal seperti itu. Lagipula―"
Kau menghentikan kalimatmu, tersadar bahwa sosok berwajah seram kembali berada di dekat kalian. Refleks, kau menoleh, mendapati Teru yang sudah siap siaga dengan pedangnya.
―Ah, kau tidak menyadari kalau ia selalu membawa benda itu saat pertama kali bertemu dengannya di festival.
Teru tanpa basa-basi melakukan exorcist pada sosok seram itu. Ia seperti menjadi pribadi lain, membuat sosok tersebut putus asa meskipun sosok tersebut menangis lalu menyegelnya. Tak membiarkan dirimu sedikitpun untuk berbicara atau menutup mata.
"Sekarang sudah aman. Hah ... arwah itu benar-benar berbahaya kalau dibiarkan terus-menerus. Nah, kita bisa kembali ke festival," ujarnya tenang, seolah tak terjadi apa-apa. Ia kembali menyimpang pedangnya.
Kau speechless, tak tahu ingin berbicara apa, tenggorokanmu terasa sakit. Bukan, kau bukannya merasa kasihan pada sosok yang selalu mengikutimu itu, hanya saja kau merasa lain. Kepalamu kau tundukkan, dadamu terasa sesak ketika menyadari kata beruntung saat pertama kali bertemu ia.
Aku ... selama ini hanya umpan agar ia bisa menyegel arwah yang mengikutiku itu, batinmu tersadar.
"Eh, [Name]? Apa kau kurang sehat? Wajahmu pucat, lho," ujar Teru seraya memasang ekspresi khawatir.
"A-ah, maaf, ayo kita segera kembali. Dan soal arwah itu―terima kasih, senpai."
Dengan cepat kau melangkah, berjalan mendahuluinya. Meninggalkan Teru dalam kebingungan karena tingkah lakumu yang tiba-tiba menjadi aneh.
Teru menggaruk pipinya yang tak gatal sembari bergumam, "Apa ... dia masih ketakutan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Semester ⇢Minamoto Teru × Reader [✓]
Fanfiction"Minamoto-senpai, ya? Aku belum pernah melihatnya." Nene terkejut ketika mendengar temannya tak pernah bertemu dengan Minamoto Teru. Bagaimana bisa? Pemuda yang hebat itu sudah pasti dikenal banyak orang. Tampang dan sikapnya yang ramah tak jarang m...