4. Pinion

42 6 0
                                    

SILAKAN BERI PENILAIAN TERHADAP CERITA DI BAWAH INI.

***

Luar bangunan dengan penuh monster ada di hadapanku. Cairan merah pekat dengan banyak mayat bergelimpangan menjadi pemandangan yang mau tak mau harus kulihat.

Mual rasanya, tetapi kucoba menahannya selama mungkin. Aku berlari sekuat yang kubisa, dapat kudengar teriakan lirih mereka meminta tolong, namun malah kuabaikan semuanya. Acap kali, akan ada sabetan dari tangan berbentuk runcing milik monster kepiting. Jumlahnya ada sekitaran dua puluh satu, dengan ukuran tubuh tiga meter.

Aku tak tahu semua bermula sejak kapan, yang pasti sekitar dua jam yang lalu berita dari Tuan Presiden tentang monster percobaan yang melarikan diri dari pusat penelitian mengancam nyawa seluruh warga di kotaku.

Semua hanya karena kesalahan kecil dari para ilmuwan, tetapi berefek terhadap seluruh kehidupan satu kota yang dianggap telah maju dengan pesat. Kota Hundian telah menjadi kuburan masal sekarang, seluruh pejabat menyelamatkan dirinya sendiri.

Mereka mengabaikan jeritan para warga di bawah. Biadab! Padahal semua percobaan itu bermula karena persetujuan para pejabat! Mereka malah melarikan diri saat situasi memburuk!

Percuma aku mengumpat, mereka tak akan mendengar juga. Jadi, pada akhirnya kufokuskan diri untuk lolos dari kejaran para monster yang semakin banyak. Tanpa sadar, aku menelan ludah gugup saat melihat ke belakang. Ada sekitaran dua monster dengan dua lainnya yang mengejar di belakangnya lagi.

Bagaimana ini?! Lariku mulai melambat saat melihat retakan jembatan yang sangat luas. Di bawah jembatan, ada monster ikan dengan mulut bergerigi, siap menerkam dengan beringas. Kugigit bibir bawah kuat, di belakang ada monster kepiting, di depan ada monster ikan. Semuanya tetap saja berakhir mati.

Namun, aku tak bisa menyerah sekarang. Mama telah menyelamatkanku, ia mengorbakan hidupnya demi aku. Jadi, melakukan hal ternekat selama enam belas tahun aku hidup, aku berlari cepat dengan teriakan yang rasanya memotong pita suara.

Loncat! Itulah perintah yang diberikan oleh otak, walau aku bisa saja mati karenanya. Kupejamkan mata, tak ingin melihat apapun yang ada di bawah. Namun, tiba-tiba suara kepakan sayap masuk ke telingaku. Dengan ragu, kubuka mata mendapati melayang tanpa jatuh. Suara kepakan itu masih ada, malah semakin dekat.

Betapa terkejutnya aku saat menoleh, sebuah sayap imajer menghias punggungku. Warnanya seputih awan di atas sana—yang sekarang telah berubah menjadi merah—tubuhku oleng sejenak sebelum melayang dengan stabil.

Sayap? Tapi ... bagaimana bisa? Seakan-akan tak cukup, sayap itu mulai mengepak cepat, melaju ke depan dengan konstan. Membelah segala asap yang menutupi pandangan.

Kulihat ke bawah sekali lagi, mayat dan monster yang menyatu, mereka tampak seperti mengejar sesuatu. Aku menukik sedikit, melihat siapa yang tengah monster itu kejar.

Rambut pirang berkibar dengan ganas, tubuhnya telah tergores sana sini, dan mata emerald itu memandang horor bagian belakangnya. Aku tahu itu siapa, sangat tahu sampai perasaan dingin menjalar di punggung.

Dengan sigap, aku turun hingga sepantaran dengan perempuan rambut pirang tersebut, ia tersentak sejenak saat kuulurkan tangan. Gadis itu segera menyambutnya dan tak lama kemudian, tepat sebelum tangan salah satu monster menyentuh kami aku terbang ke atas.

Gadis itu, memandang sayapku dengan kagum. Namun, tak lama kemudian kejadian tak terduga muncul. Sayap tumbuh di belakang punggung gadis tersebut. Pada akhirnya, kami memiliki sayap masing-masing, terbang sejauh mungkin dari kejaran monster di bawah sana.

TAMAT

Karya: Catrella2 (520 Kata)

kuas; Kuis dan Tugas KepenulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang