GENRE: FANFICTION - SCI-FIC
***
Hari ini hari Senin. Semua orang panik--termasuk aku--karena hari ini ada ulangan Matematika, Fisika, dan Kimia secara berurutan seakan para guru telah merencanakan hal ini sebelumnya. Tentu saja kelas kami telah melancarkan aksi protes namun para guru tidak menghiraukannya, dasar guru-guru sadis dan tidak berakhlak.
Upacara berlangsung membosankan seperti biasanya. Kepala sekolah berceramah di atas podium dengan sebuah mic di depannya. Namun, yang berbeda adalah kelas kami, 10 MIA 3 sibuk memegangi catatan digital atau kertas-kertas kecil yang dibuat sendiri dan kembali mengingat kembali pelajaran-pelajaran yang telah diajarkan, persiapan menit-menit menuju ke neraka.
Teknologi memang semakin canggih tapi tetap saja mencontek terasa semakin sulit untuk kami. Pelajaran dibagikan langsung dalam bentuk pdf dan kita bisa mendapatkannya dengan mudah karena kami tidak perlu mencatatnya lagi. Bayangkan saja leluhur kami harus mencatat berlembar-lembar halaman dari buku ini. Astaga, membayangkannya saja aku sudah mual.
Pengawasannya sangat ketat di masa ini. Gurunya hanya bertugas membagikan pada kami form ujiannya lalu duduk dan menunggu, tidak, bukan pengawasan gurunya yang mengerikan, melainkan sistem anti menyontek yang dipasang sekolah.
"Hey, Elin. Bagaimana dengan persiapan belajarmu?" tanya Lemon dengan cara berbisik dari belakang.
Aku menghembuskan napas dengan pasrah, "jujur saja, aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ujian ini berakhir. Mungkin kepalaku akan konslet dan meledak."
"Benar, aku juga merasa begitu." Lemon ikut mengangguk setuju.
Akademi FLC memang sangat mengerikan, padahal tidak terdengar desas-desus bahwa ini adalah sekolah yang sangat ekstrim seperti ini. Aku mulai berpikir apakah masuk ke akademi ini memang pilihan yang tepat?
Maksudku, mari kesampingkan soal makanan di kantin yang teramat lezat dan fasilitas yang memuaskan, aku ingat sekolah dasarku dulu sering sekali padam listrik sehingga semua aktivitas belajar kami terhenti. Orang-orang di sini juga sangat baik, aku bahkan sangat akrab dengan mereka.
Aku mengalihkan pandanganku ke Lemon dan bertanya, "bagaimana denganmu?"
Lemon menggeleng. "Entahlah, aku tidak begitu yakin. Aku sudah belajar sepanjang malam untuk ini dan masih tidak merasa bisa menghafal seluruh rumus-rumus ini."
"Ya, semua rumusnya seakan bercampur aduk di kepalaku. Aku bahkan tidak bisa membedakan mana yang rumus Matematika, Fisika, ataupun Kimia," balasku sambil tersenyum pahit.
"Coba lihat Kak Yuma, bahkan ia terlihat kebingungan," ujarku sambil menunjuk arah barisan laki-laki.
"Padahal Kak Yuma sangat pintar," balas Lemon melihat Kak Yuma yang kerepotan.
Tradisi Akademi FLC setiap ujian. Di satu ruangan itu semua muridnya telah diacak dari berbagai tingkatan (kelas sepuluh, sebelas dan duabelas.)
Jadi semenjak awal persiapan ujian itu, telah ditentukan dan diperkenankan untuk mulai duduk di sana meski jadwal ujian belum berlangsung, katanya sih untuk beradaptasi karena orang-orangnya tidak kami kenal betul.
Untungnya aku sekelas dengan Lemon yang tidak lain adalah sepupuku sendiri. Meski selain itu tidak ada yang kukenal lagi di kelasku (karena kebanyakan ruangan kami diisi oleh kakak kelas.)
Aku masih ingat pertama kali kami berdua memasuki kelas itu, kami sangat gugup karena menjadi junior di antara para senior. Lav yang seharusnya sekelas dengan kami malah dipindah ke ruang lain karena alasan kekurangan tempat dan hasilnya di sinilah kami, hanya dua orang anak terlantar.
KAMU SEDANG MEMBACA
kuas; Kuis dan Tugas Kepenulisan
Non-FictionTidak hanya berupa materi, Kelas Kepenulisan juga memberikan tugas di setiap akhir pertemuan. Bukan sekadar menyampaikan materi, menyimak, lalu setelah itu dibiarkan menguap begitu saja. Guna mengasah kemampuan dan pemahaman setiap member, maka dibe...