GENRE: SUPRANATURAL-FANTASY, MINORROMANCE
***
Sebagai seorang indigo, kehidupan yang suram ini bukanlah pilihan.
Aku benar-benar membenci diriku yang terlahir sedikit berbeda dari manusia pada biasanya. Melihat mereka yang tak kasat mata sudah sangatlah menjengkelkan, belum lagi mereka yang coba berinteraksi dan meminta bantuan dari kelebihan ini. Orang-orang mengecapku aneh dan tak mau berteman. Setiap kali ada yang mencoba mendekat, makhluk-makhluk itu justru menghalangi.
Pernah terpikir olehku untuk bunuh diri, namun mereka kembali menginterupsi dan menggagalkan segalanya. Aku bisa merasakan bahwa mereka mengawasiku, bahkan mengikutiku kemanapun aku pergi. Ini menyeramkan, aku ingin sekali menghentikan semuanya.
"Aku ingin ke toilet, pergi!" teriakku membuat semua murid perempuan di toilet ini melayangkan pandangan seram ke arahku lalu segera berlari keluar ruangan.
Aku tak bermaksud menyuruh para perempuan dengan dandanan menor dan norak itu keluar, aku justru risih dengan para arwah dan makhluk astral lainnya yang terus mengikutiku kemanapun aku pergi. Anehnya, mereka menurut kali ini. Ada pernah suatu waktu mereka mengacuhkanku yang sudah meminta-minta untuk ditinggalkan sendiri, namun mereka justru tetap di tempat melihatku yang menangisi bumi. Menyebalkan memang, tapi aku telah hidup 17 tahun dengan mereka menyertaiku setiap waktu. Hal seperti itu sudah sangatlah biasa bagiku, meski aku sangat terganggu.
Aku keluar dari toilet perempuan, tatapan aneh dari beberapa murid yang ada di koridor terus mengintaiku sepanjang jalan. Pemandangan ini sudah sangatlah lazim terhadap aku yang aneh dan memiliki julukan 'anak hasil perkawinan dengan setan'. Memang kenyataannya begitu, Ibuku ialah wanita yang tak suci dan meninggal karena diperkosa banyak pria.
Persetan dengan mereka dan segala bualan yang mereka lontarkan kerap kali melihatku, aku terus melaju menuju ruang kelasku yang ada di penghujung koridor.
Begitu membuka pintu, seluruh murid kembali melemparkan tatapan mereka kepadaku.
"Dasar anak setan, ini pasti ulahmu Zulaeha!"
Mendengar teriakan salah satu anggota kelas, aku langsung melirik pasti ke satu titik.
Siti Halisa, terkulai lemas dengan mulut berbusa. Bukan itu yang menjadi pusat perhatian bagiku, namun seekor burung hantu yang memiliki mata layaknya ular.
"Snowl, aneh sekali." gumamku sembari mengelus makhkuk itu. Aku pernah sesekali melihatnya beterbangan di angkasa dan sosok anak kecil gaib yang selalu mengikutiku menjelaskan padaku akan makhluk itu.
Snowl, makhluk hasil penggabungan heterogen dari burung hantu dan ular yang memiliki bisa di bagian cakarnya. Patut saja Halisa sekarat, cakar Snowl menyentuh pergelangan tangannya dan sekarang racunnya pasti sudah menyebar di seluruh tubuhnya.
"Halisa sekarat, kau pasti yang menyebabkannya!"
"Iya, burung hantu itu seram sekali, pasti dia piaraanmu ya!"
Aku berusaha mengacuhkan teriakan teman sekelasku, pandanganku terfokus pada sesuatu yang menggantung di leher Snowl di hadapanku.
"Indica House," Aku membaca apa yang tertulis dalam perkamen kecil yang sebelumnya tergulung dengan tali dan dikalungkan pada leher Snowl.
"Kau dipilih untuk pergi ke Indica House, Zulaeha--atau harus kusebut Kak Ezelle." Sosok anak kecil waktu itu tiba-tiba berdiri di sebelahku dan berbisik pelan hingga bulu kudukku meremang.
Aku memerhatikan sekitar, baru kusadari semua teman sekelasku membeku layaknya waktu terhenti. Jadi ini sebabnya teriakan mereka tak terdengar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
kuas; Kuis dan Tugas Kepenulisan
Non-FictionTidak hanya berupa materi, Kelas Kepenulisan juga memberikan tugas di setiap akhir pertemuan. Bukan sekadar menyampaikan materi, menyimak, lalu setelah itu dibiarkan menguap begitu saja. Guna mengasah kemampuan dan pemahaman setiap member, maka dibe...