#6

637 45 11
                                    

Taehyung tidak percaya mendengar fakta yang sangat mengejutkannya. Taehyung langsung menutup telinga dan berusaha berpikir bahwa ini semua tidak benar, jangan lupakan air mata yang setia turun dari matanya.

“TIDAK! Ini tidak adil! Kenapa Yoongi-hyung tidak memenggal kepalaku juga?! Aku yang sudah membohongi mereka! Semua ini karenaku! Semua ini salahku! SALAHKUU!” Taehyung berteriak tak karuan. Tangannya kini beralih menjambak rambutnya dengan tenaganya yang tersisa.

“Taehyung-ie! Taehyung-ie dengarkan aku! Jangan seperti ini, Tae! Tenanglah!” Jimin berkata sembari menarik tangan Taehyung agar ia berhenti menjambak rambutnya sendiri. “Ini tidak adil! Bagaimana bisa aku masih tetap hidup, sedangkan mereka harus menyerahkan kepala mereka pada Yoongi-hyung karena ulahku!” Taehyung berteriak dengan napasnya yang semakin memburu.

“Itu berarti Tuan Min tidak ingin kehilanganmu, dia menyayangimu, dia menghargai hidupmu, Tae!” Jimin juga ikut berteriak tak kalah kencang untuk berusahan menyadarkan Tuan Mudanya.

Tiba-tiba, Taehyung membatu bersamaan dengan tangisannya yang semakin melemah, lalu memandang Jimin dengan raut wajah yang tidak bisa dibaca. Tatapan matanya tiba-tiba menusuk dan memicing. Ruangan Paman Hon pun mendadak hening.

“Kau sebenarnya berada di pihak siapa, Jim? Kau bilang hyungku menghargai hidupku? Lalu bagaimana dengan hidup mereka? Hidup merekalah yang lebih berharga dariku, Jim. Aku yang sudah membohongi mereka. Aku Jim. AKU! Tapi justru merekalah yang mati. Seharusnya kepalaku lah yang menjadi bayarannya, bukannya hidup mereka,” Taehyung berkata dengan nada kekecewaannya. Lalu berdiri meninggalkan Jimin dan Paman Hon yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran karena kondisi fisik maupun mental Taehyung sedang dalam keadaan kacau.

Jimin yang tersadar Tuan Mudanya semakin menjauh pun berniat untuk menyusul. “Jim, biarkan saja. Dia butuh waktu,” tutur Paman Hon. “Apanya yang butuh waktu?! Aku hanya tidak ingin ia berbuat nekat!” jawab Jimin sedikit kesal dengan ucapan enteng Paman Hon. Setelahnya, ia berlari mengejar Taehyung. Paman Hon hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah mereka.

Jimin hanya mengikuti kemana tujuan Taehyung tanpa berniat memanggilnya.

Kamar.

Taehyung berjalan menuju kamarnya.
“Kukira ia ingin menemui Tuan Min,” batin Jimin sembari mengusap dadanya lega.

Setelah sampai kamarnya, Taehyung yang hendak menutup pintunya tertahan oleh tangan Jimin. “Biarkan aku masuk!” tutur Jimin dengan tatapannya yang terkunci pada mata lelah Taehyung. Taehyung terkekeh mendengar apa yang dikatakan pengawal pribadinya ini.

“Dasar kau ini, aku hanya ingin tidur. Aku sadar, Jim, bahkan orang sepertiku tidak pantas untuk mati,” katanya dengan nada yang sangat lembut namun menyakitkan. “Kau itu sembrono, Tae. Aku akan tetap disini sampai matahari muncul kembali,” kata Jimin sambil menutup pintu dan bersikap tegap disamping pintu, mengawasi agar Tuan Mudanya tak melakukan hal sembrono pada nyawanya sendiri. “Terserah,” Taehyung menjawab sambil merebahkan diri ke ranjangnya. Lalu ia mencoba untuk menutup mata, dan beristirahat sejenak dari masalah yang ia hadapi.

Sudah 3 minggu sejak kejadian Taehyung terbebas dari hukumannya. “Jim, apa Taehyung-ie baik-baik saja? Akhir-akhir ini ia tidak pernah  keluar kamar,” tanya Hoseok pada Jimin yang sedang membawakan makan siang untuk Taehyung. “Kurasa tidak, hyung. Dia bahkan tidak pernah menghabiskan makanannya sejak saat itu,” jawab Jimin sambil terus melangkah menuju kamar Taehyung.

"Cobalah untuk mengajaknya keluar, Jim,” tutur Hoseok. “Sudah, hyung. Aku tak pernah absen untuk mengajaknya keluar kamar. Sudahlah, hyung, aku masuk dulu,” Jimin berkata setelah sampai depan kamar Taehyung sambil membuka pintu kamar Taehyung.

Hoseok yang melihat Taehyug dari celah pintu yang dibuka Jimin merasa sangat iba dengan keadaan Taehyung. Sifat ceria Taehyung benar-benar tenggelam oleh rasa bersalah yang amat dalam.

Hoseok pun berpikir bagaimana cara mengembalikan sifat ceria Taehyung yang akhir-akhir ini bersembunyi. “OHH! Aku tau!” batin Hoseok sambil melenggang dari tempat itu.

Sementara itu didalam kamar Taehyung, Jimin menghampiri Tuan Mudanya. "Taehyung-ie, makanlah dulu. Kau bisa makan sendiri atau perlu kusuapi?” Taehyung hanya menjawab dengan tatapan mata yang kosong pada Jimin. Benar-benar tidak ada semangat hidup dimatanya.

“Taehyung-ie?” panggil Jimin. “Pergilah, biarkan aku sendiri,” kata Taehyung dengan sangat datar. Entah sejak kapan ia berbicara dengan nada dinginnya seperti ini.

“Mau sampai kapan? Kau pikir dengan kau diam saja akan merubah segalanya?” kata Jimin mencoba untuk menyadarkan Tuan Mudanya. Taehyung masih setia untuk diam.

“Tae!” kesal Jimin karena Taehyung tak kunjung memberi respon. “Tidak ada yang bisa kuperbuat selain merutuki kebodohanku,” Taehyung menjawab setelah menghela napas panjangnya.

Nampaknya, perkataan Taehyung barusan membuat Jimin melongo. Ia tidak tau apa yang sebenarnya ada dipikiran Taehyung. Lalu, ia menaruh makanan yang ia bawa ke atas meja disamping ranjang Taehyung. Ia mengambil posisi duduk dipinggiran ranjang sambil menatap Taehyung dengan sangat lembut dan tulus.

“Tae, dengarkan aku. Semua pernah melakukan kesalahan. Kau hanya perlu mengambil pelajarannya. Dan jangan mencoba untuk mengulanginya lagi. Diam saja seperti ini juga tidak akan mengembalikan hidup mereka, bukan?” tutur Jimin membuat Taehyung sedikit tersentak karena merasa  diingatkan oleh fakta bahwa 2 prajurit itu sudah tak lagi ada.

“Dan apa kau tau? Kesalahan yang kau perbuat itu juga bagian dari dirimu. Kau hanya perlu memaafkan dirimu sendiri, Tae. Kumohon Min Taehyung, kembalilah,” lanjutnya sambil merapikan rambut Taehyung, lalu tersenyum amat lebar.

Taehyung tiba-tiba meneteskan air matanya dan mencurahkan semuanya kepelukan Jimin. Menangis sekeras yang ia bisa. Meluapkan segalanya yang selama ini hanya bisa ia pendam bersama rasa bersalah.

Menangislah jika itu membuatmu merasa lebih baik. Kuharap setelah ini, kau akan kembali,” batin Jimin.

Sudah hampir 1 jam lamanya Taehyung menangis. Jimin dengan sangat sabar menemani Tuan Mudanya meluapkan segalanya dengan menjadi pendengar yang baik. Serta mengusap punggung Taehyung, berusaha untuk mengurangi kesedihan Tuan Mudanya.

Namun, saat ini tangisan itu tak lagi terdengar setelah Jimin menyuruh Taehyung untuk tidur karena Taehyung mengeluh pusing dan lelah menangis. Jimin kini menatap Taehyung yang tertidur pulas dengan senyuman terlukis dibibir Jimin.

Kuharap setelah kau bangun, kau akan selalu menjalani hidupmu dengan penuh kebahagiaan, Taehyung-ie batin Jimin.

Jimin berniat untuk keluar kamar agar tidak mengganggu tidur nyenyak sang Tuan Muda. Saat ia berbalik, ia terkejut dengan kenyataan bahwa Taehyung melewatkan jam makan siangnya. Bahkan, makanannya sudah dingin. Ia membereskan kembali makanannya dan berniat kembali dengan makanan yang baru sore nanti.

Saat Jimin sedang berberes, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar tanpa tempo.

“Aduh berisik sekali. Taehyung-ie bisa bangun kalau begitu caranya,” batin Jimin kesal sambil mendekat kearah pintu. Ia pun membuka pintu kamar lalu terkejut dengan orang yang berada di hadapannya saat ini.




























“JUNGKOOK?!”

#Tbc

STORY OF DAECHWITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang