Asga
Masha nggak tahu efek apa yang dia ciptakan pada diri gue. Tadi siang Rale memang mengabari cewek itu sama sekali nggak bisa dihubungi, tapi gue nggak mikir macam-macam. Gue sibuk membereskan pekerjaan supaya bisa pulang pukul lima teng, walau ujung-ujungnya gue terlambat juga dari jam yang ditentukan. Mobil gue masuk pekarangan rumah pada pukul 20.10. Gue pikir di dalam Rale dan Masha sudah mulai live dan gue tinggal gabung, tapi begitu masuk rumah yang gue dapati malah Rale, Farhan, dan Dio berkerubung di meja makan dengan ekspresi cemas.
Begitu tahu Masha masih nggak bisa dikontak, ingatan-ingatan masa lalu yang gue kira sudah tenggelam ternyata menguak ke permukaan. Bayangan kehilangan untuk yang kedua kalinya terbentuk di pikiran gue, membuat jantung gue memukul-mukul. Apalagi saat melihat Rale sempat lost tadi. dia menelepon semua orang yang kemungkinan pergi bareng Masha. Nggak dapat hasil, dia menanyakan Masha ke grup-grup sesama YouTuber di WhatsApp, bahkan sampai ke grup bengkelnya. Gue, Farhan, dan Dio gantuan memanggil dia, tapi fokusnya sudah entah ke mana. Waktu dia mulai bergumam, "Dek... Gina... Sebentar Abang cari ya" tanpa sadar, rasanya gue ingin menonjok muka sendiri.
Gue berusaha tenang karena Rale sudah murka banget. Kalau sampai Masha kenapa-kenapa, gue akan kembali terlempar ke dasar kubangan rasa bersalah dan nggak akan bisa lagi menjalani proses bangkit yang menyakitkan. Gue sadar banget Masha nggak bisa disalahkan karena cewek itu hanya menjadi dirinya sendiri, pelupa. Tapi gue juga nggak bisa menyalahkan Rale karena marah besar. Gue paham banget apa yang dia rasakan.
Pintu kamar gue dibuka. Masha menyembulkan kepalanya ke dalam. Dia tersenyum kecil. "Belum tidur?" tanyanya.
"Bentar lagi." Gue menunjukkan iPad di pangkuan yang gue anggurin dari tadi karena pikiran gue ke mana-mana.
"Pas banget." Masha menyelipkan badannya masuk bersama dengan nampan berisi dua gelas susu putih. "Gue bikinin susu hangat buat lo, biar tidurnya enak."
Perasaan gue semakin berantakan saat dia duduk di tepi kasur, di sebelah gue, setelah meletakkan nampannya di nakas. "Jangan marah lagi," bujuknya. "Gue nggak bisa tidur nih kalau kalian masih marah."
"Gue khawatir banget, Sha."
"I know."
"Rale marah banget juga bukan karena kita batal live. Lo bikin dia keinget Gina. Dia benar-benar takut lo kenapa-kenapa."
"I know. I messed up, I'm sorry."
Gue nggak menanggapi apa-apa lagi. Gue cuma menangkup sisi kiri wajahnya, lalu mengelus pipinya pelan dengan ibu jari.
"Promise me one thing."
"What?"
"Kalau lo pulang kemalaman lagi, langsung naik taksi aja. Atau ojol. Atau apa pun yang bikin lo cepat sampai rumah, nggak usah naik Transjakarta lagi. Ya?"
"Aye aye, Captain," balas Masha. "Gue janji."
Melihatnya mengangkat jari kelingking, semua kekalutan gue hilang. Dia ada di sini, di hadapan gue, sehat walafiat. Itu yang paling penting. Gue mengangguk pelan lalu kami tertawa kecil.
"PB yang lo kasih banyak banget deh."
Saat Masha masak mi tadi, gue memang meletakkan empat powebank di kasurnya. "Biar bisa lo masukin ke tas-tas yang sering lo pakai, jadi kejadian kayak gini nggak keulang lagi. Udah keisi full semua kok."
Suara kecil di sudut otak gue mengingatkan supaya gue menarik tangan dari wajah Masha, tapi gue nggak mau menurut. "Itu susunya satu lagi untuk Rale?"
Dia mengangguk. "Temenin," rajuknya.
"Ngapin sama gue?"
"Buat... jadi penengah?" Masha mengucapkannya sambil meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gashale: Welcome Back To Our Channel! [Akan Terbit Cetak di Elex Media]
RomanceAsga: Head of Marketing, 28 tahun Masha: Freelance Subtitle Translator, 27 tahun Rale: Pemilik bengkel mobil merangkap mahasiswa, 28 tahun Ketiganya adalah YouTuber terkenal yang memiliki kanal "Gashale". Hubungan mereka spesial. Rale menganggap Mas...