Buat yang baru mampir, cerita ini lgi direvisi total, jdi klo mau baca lebih baik nunggu kata² ini hilang. Terimakasih♡
Note:
Buat yang baru mampir, kalo pen liat cast²nya dulu biar ada pandangan buat haluin visualisasinya, silahkan lompat ke bab yg ke 21 dulu, ntar balik lagi kesini.Happy reading♡
꧁~...oo0♡👑♡0oo...~꧂
"Papa kenapa sih jahat banget sama aku? Nareen, juga anak Papa! Nareen, juga perlu kasih sayang Papa!"
-Dion Nareenda Ardiansyah..
.
.
꧁~...oo0👑0oo...~꧂
12:01 AM.
Di dalam kesunyian malam, samar-samar nampak terlihat bayangan seorang pemuda tengah terisak pilu di dalam gelapnya sebuah ruangan yang tanpa ada penerangan setitik cahaya apapun yang bersinar di dalam kegelapannya.
"Hiks ... Hiks ..."
Pemuda polos itu duduk dengan memeluk kedua lututnya, duduk di sudut kamar yang sempit dengan air mata yang terus berlinangan membasahi pipinya tanpa henti.
Terus menangis? Hanya itu lah yang bisa dilakukannya dalam ketidak berdayaan yang dialaminya.
"Dunia ini nggak adil! Kenapa takdir nggak pernah adil sama aku?!"
"Apa salah aku sampai harus jalanin kehidupan seperti ini?"
Kalimat-kalimat itu yang senantiasa muncul dalam benak seorang pemuda polos, yang selalu menyiksa batin di setiap detik dalam hidupnya.
Dion Nareenda Ardiansyah, itulah namanya. Seorang remaja cupu berkacamata bergagang hitam polos yang menyimpan berjuta luka di balik kepolosannya.
Hari semakin larut, kamar sempit ini adalah saksi bisu setiap tetes air mata yang mengalir dari bola mata indah pemuda polos itu.
Kilasan masa lalu yang tiba-tiba terngiang-ngiang kembali di kepalanya itu benar-benar hampir membuat kepalanya pecah. Kenapa ia harus terus mengingatnya? Kenapa ia tidak bisa melupakan peristiwa yang terus membuat ia hancur? Hati kecilnya tak sekuat itu untuk terus dihantui rasa bersalah akan apa yang sebenarnya bukan menjadi kesalahannya sama sekali.
***"Pa, Papa kenapa nggak ambil rapor aku sih?"
Nareen kecil yang saat itu masih berusia tujuh tahun itu merengek, lantas membuat pria tampan yang tengah fokus pada laptopnya itu menoleh ke arahnya, dengan tatapan yang bahkan enggan untuk memandang putranya sendiri, pria itu berkata,
"Saya lagi sibuk! Kakak kamu lagi wisuda, jadi saya harus ada disana."
"Yaudah, nanti kita ambil di rumah guru aku ya, Pa?"
"Gak bisa! Pekerjaan saya masih banyak. Minta anterin bibi aja sana, ambil sendiri! Nggak usah manja! Saya nggak suka anak manja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nerd Boy
Teen FictionNamanya, Dion Alvin Ardiansyah. Seorang remaja polos yang tak pernah merasakan yang namanya 'kasih sayang' seumur hidupnya. Dibenci semua orang, adalah yang selalu diterimanya di mana pun ia berada. Hanya ada kebencian di mana-mana. Ia bukanlah mala...