11

142 31 2
                                    

Entah mengapa rasanya semenyakitkan itu. Padahal dia belum memiliki rasa spesial terhadap Rasya namun kekecewaannya terlihat begitu mendominasi. Sosok yang biasanya akan mengantarkan pulang kini tak ada. Seolah kata biasa dapat berubah menjadi sudah tak biasa.

Berjalan sendirian dibawah kolong langit yang terlihat begitu gelap tersebut. Meski semilir angin terus menerpa kulit, namun tak membuatnya segera beranjak pulang dan beristirahat. Dia merasa enggan untuk pulang, berjalan-jalan sebentar mungkin akan meredakan emosinya.

Ia tak tahu keberadaan pastinya. Keadaan sekitar terlalu asing untuknya. Hanya beberapa orang yang berlalu lalang, sesaat bulu kuduknya berdiri saat pandangannya jatuh pada sekumpulan pria-pria berbadan besar yang berada dalam radius sepuluh meter dengannya.

Dengan sudah payah juga ia meneguk ludah. Wajahnya mulai memucat, keringat dingin pun mulai membanjiri wajah cantiknya. Kedua kakinya bahkan sudah gemetar saat salah satu diantara mereka menyadari keberadaannya.

Perlahan ia mengambil tiga langkah mundur. Lalu membalikkan badannya, berusaha terlihat normal saat dirinya mulai berjalan cepat. Ia memutuskan mencari keramaian. Entah dimana itu, yang terpenting ia dapat lepas dari tatapan sekumpulan pria di belakangnya.

Langkah yang menurutnya terbilang cepat itu ternyata terasa sangat lambat bagi sekumpulan pria tersebut. Kini Prilly benar-benar dibuat panik karena lengannya dicekal salah satu dari mereka.

"Mau kemana neng? Malem-malem kok jalan di tempat sepi. Ayo  abang anterin aja, biar aman." Katanya dengan menatap Prilly intens.

"Maaf, saya bisa sendiri." Prilly sudah berusaha menolak dan melepaskan cekalan di lengannya, namun sepertinya ia kalah jumlah.

Sialan. Rasya sialan. Ini semua karena pria itu. Jika saja teman cewenya tidak kecelakaan mungkin Prilly sudah berada di kamar saat ini. Menyebalkan. Ia membenci Rasya.

"Yahhh si eneng judes amat,"

"Iya, padahal kita berniat baik loh."

Baik matamu. Begitulah Prilly membalas pada setiap ujaran dari mereka dalam hati. Gadis tersebut masih berusaha melepaskan diri. Dan berharap jika ia segera mendapatkan pertolongan.

"Udah tua masih aja godain anak muda. Gabut banget si ni aki aki." Ucap seorang penyelemat bagi Prilly yang langsung dijadikan pusat perhatian bagi mereka.

"Apa lo? Nggak usah ikut campur urusan kita,"

"Badan kurus, gak ada daging aja belagu pengen jadi pahlawan."

Pria bertubuh jangkung tersebut tertawa meremehkan, lalu ia mulai memasang kuda-kuda. Meski ototnya tidak terlihat namun siapa sangka jika ia sering mematahkan tulang kaki sang musuh.

"Wah nantangin nih bocah." Ucap pria yang paling besar sembari melepas jaket kulitnya lalu membuang dengan asal.

Tanpa ragu pun Ali mulai melangkah mendekat, dan dalam satu kali pukulan darinya mampu membuat pria-pria itu melangkah mundur. Prilly langsung berlindung dibalik tubuh jangkung Ali, sekejap dendamnya kepada sang pria lenyap.

Perkelahian sengit tersebut akhirnya dimenangkan oleh Ali. Sekumpulan pria-pria yang mungkin sekitar enam orang itu memilih meninggalkan kedua sejoli tersebut. Ali pandai berkelahi, apalagi jika perkelahiannya untuk melindungi orang-orang kesayangannya.

Angin malam yang menerpa wajah serta menerbangkan rambut-rambutnya, Prilly menatap sekumpulan pria yang mulai menjauh dengan berbagai umpatan di bibir. Lalu korneanya ia geserkan dan ia fokuskan pada wajah Ali.

Meski Ali memenangkan perkelahian ini namun luka lebam di wajahnya tak bisa di hindari. Refleks ia menyentil tangan Ali yang ingin menyentuh lukanya.

3. CHANGE OF FEELING ️✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang