Bersamamu semua terasa indah. Kamu yang mampu menciptakan tawa, sanggupkah aku menghapus rasa yang tak seharusnya ada? Setiap bersamamu, aku selalu lupa, bagaimana rasanya terluka saat dulu kau khianati hubungan kita.
🍂
Anin menatap pantulan dirinya di cermin. Kantung matanya terlihat jelas sekali, berbeda dengan hari-hari biasanya. Ia memoles sedikit bedak dan lip balm agar wajahnya terlihat segar.
Setelah itu, ia bergegas menuruni anak tangga untuk sarapan bersama. Baru saja ia hampir menapak di tangga terakhir, matanya menangkap sosok lelaki yang tengah duduk manis bersandar di sofa depan tv sambil menonton serial kartun anak-anak bersama sang papa.
Anin mengerutkan dahinya bingung, karena tubuh lelaki itu membelakanginya sehingga ia tidak bisa melihatnya dengan jelas.
Sesaat kemudian, terdengar tawa dari kedua laki-laki itu saat adegan anak yang memiliki kepala botak terpeleset di kebun pisang dan wajahnya dipenuhi oleh lumpur akibat hujan kemarin.
"Afkar," gumam Anin pelan.
Anin melangkah mendekatinya. "Ngapain lo pagi-pagi ke sini?" tanyanya langsung.
Afkar mendadak berhenti tertawa saat ia menyadari Anin berada di sampingnya. Laki-laki itu menoleh dengan memasang raut muka senang. "Gue mau jemput lo," jawabnya seraya tersenyum.
Anin merotasikan bola matanya malas. "Gue bisa berangkat sendiri."
"Gue tau, nih. Pasti lo takut gue kerepotan, kan? Tenang. Buat lo, bagi gue segalanya." Afkar masih setia mempertahankan senyumnya.
Anin tiba-tiba merasa sekelebat ingatannya semalam berputar kembali. Ia kembali bertanya-tanya dalam hati. Apakah Afkar masih tetap kukuh berjuang untuknya?
Melihat Anin melamun, Afkar melambaikan tangan di depan wajahnya. "Hei," ujarnya pelan membuat Anin tersadar.
"I-iya, kenapa?"
"Kok malah ngelamun. Gak jadi berangkat?" tanya Afkar lembut.
Belum sempat Anin menjawab, seorang wanita paruh baya menghampiri mereka. "Kalian berdua sarapan dulu." Sonya--Mama Anin--yang baru saja datang dari dapur itu memerintah mereka.
"Gak usah, Ma. Nanti aku sarapan di kantin aja," tolak Anin.
"Mau, Mama buatin bekal buat kalian?"
"Gak usah, Tante. Lagian aku udah bawain bekal buat Anin," ucap Afkar menyela percakapan keduanya.
Sonya menatap ke arah Afkar. "Oh, iya, kamu kan pinter masak. Masakan kamu selalu enak. Nanti kapan-kapan tante mau dong kamu masakin," ujarnya.
"Siap, kapten!" Keduanya lantas saling melemparkan senyum sebelum Sonya kembali ke dapur.
"Tante balik ke dapur lagi ya," pamit Sonya.
"Hati-hati ya, Tante," ujar Afkar. "Hati-hati ntar anaknya aku culik."
Sonya tidak jadi melangkah. Ia dibuat tertawa oleh celetukan asal itu. "Nikahin dulu anak tante, baru deh kamu culik," jawabnya lantas keduanya kembali tertawa. Melupakan Anin yang terlihat sangat kesal.
Anin sudah tidak ingin mendengar perbincangan hangat mamanya bersama Afkar. Lantas, ia meraih pergelangan tangan Afkar dan hendak segera membawanya keluar dari rumah.
"Eh, masa mau nikah gak mau minta restu dulu sama Mama? Nanti kualat loh," ucap mamanya membuat Anin seketika menghentikan langkah. Ia kembali menghampiri Sonya dan mencium punggung tangannya, begitu juga dengan Hermawan yang masih duduk di sofa. Afkar pun mengikuti apa yang Anin lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASSADO (END)
Teen FictionA Story By: Streachailt (kelompok 13 genre fiksi remaja Teras Pena Squad) Genre: Teenfiction Blurb: Apa yang akan kalian lakukan, jika tiba-tiba saja kedua mantan serentak mengajak balikan? Memilih salah satu di antaranya dengan potensi sakit hati...