.
.Kehidupan Jel
.
.
.Colon mencoba mengintip dari sela-sela pintu ruang kerja ayahnya. Keliatannya ayahnya itu lagi sibuk-sibuknya kerja disana. Walau hari libur, Jel masih saja mengurus urusan kantornya.
Anak itu langsung diam. Ragu ingin mengajak ayahnya main atau tidak, yah, sebenarnya sekarang masih pukul 8 pagi sih...
Tidak tega, akhirnya Colon kembali ke lantai bawah. Melanjutkan kegiatan bermainnya diruang keluarga.
°•°•°
Jel tengah bertatap sengit dengan laptop didepannya. Tangannya mengetik cepat seakan sudah muak menyentuh permukaan itu, dan ingin cepat menutupnya.
Pekerjaannya bisa lebih cepat selesai, andai perutnya tidak berbunyi.
"Hoahm... laper... sekarang jam berapa dah?" Gumam Jel pelan sembari meregangkan tubuhnya yang kaku. Matanya melirik jam dinding di atasnya, dan langsung berdiri panik ketika sadar sekarang sudah pukul berapa.
"Astaghfirullah jam sembilan, Colon pasti belom makan!"
Jel segera beranjak ke lantai bawah, mencari anaknya untuk segera diajak makan. Sebenarnya Jel memiliki asisten rumah tangga, tapi kebetulan hari itu asistennya meminta izin untuk libur selama dua hari, sehingga sekarang hanya ada dia, Colon, dan mang Didin (sopir mereka) dirumah.
"Colon??" panggil Jel, khawatir anaknya pergi lagi tanpa seizinnya. Tapi ternyata Jel menemukan anaknya tengah bermain di ruang keluarga mereka.
"Colon, makan dulu yuk! Kita belum sarapan, kan?" Bujuk Jel lembut, Colon yang bermain di lantai menggeleng.
Jel menghela napasnya. Colon itu memang termasuk anak yang susah makan. Padahal, sebenarnya Colon memiliki penyakit maag, yang mengharuskannya makan tepat waktu.
"Ayo dong, makan yuk? Papa bikinin makan yang enak deh, oke?" Tawar Jel sambil menggendong tubuh anaknya yang ringan. Tetapi tetap saja, Colon menggeleng digendongan ayahnya.
"Ngga mau" ucap Colon singkat.
"Kok ngga mau? Kalo Colon sakit gimana?" Tanya Jel khawatir. Tentu dia khawatir, bagaimana kalau penyakit maag Colon kambuh? Bagaimana kalau Colon harus dibawa ke rumah sakit? Dan lagi memakan makanan rumah sakit yang rasanya lebih parah dari masakan rumahnya?
Bisa-bisa Colon malah sekarat karena nggak mau makan.
"Ngga mauuu" Colon mendorong dada Jel yang lebar, memaksa untuk turun. Pasrah, Jel pun mengembalikan Colon ke lantai.
"Ya udah... kalo papa bikinin susu mau ga?" Rupanya Jel masih tidak menyerah. Dia masih membujuk Colon agar setidaknya ada yang bisa perutnya cerna. Tapi masih saja, Colon menggelengkan kepalanya.
"Ngga mau pa..." ucap Colon datar, namun dengan tatapan ingin menangis. Jel pun menghela napasnya pelan.
"Iya deh... papa keatas ya? Nanti panggil papa kalo kamu laper" Jel pun beranjak dari sana, meninggalkan Colon yang kembali bermain dengan Lego-lego-nya.
°•°•°
"Udah jam segini... Colon beneran belum laper?" Gumam Jel bertanya-tanya. Pasalnya sekarang sudah jam duabelas lebih, sedangkan Colon sama sekali belum meminta makan.
"samperin aja dah..." final Jel. Daripada perasaannya tidak tenang, mending disamperin aja.
Ketika sampai dibawah, Jel sempat bingung. Karena, tidak biasanya terdengar sepi. Biasanya suara-suara hantaman lego dan lantai akan terdengar dari tempatnya menapak sekarang. Jel jadi bingung.
"Colon? Kamu dimana?" Panggil Jel. Oh, ternyata Colon masih di ruang keluarga, dengan posisi tertidur.
'Pantesan...' batin Jel lega. Jel pun memutuskan untuk memindahkan Colon ke kamarnya.
Tunggu... kayaknya ada yang aneh...
Kok Colon megangin perutnya?
"Loh? Colon? Kamu kenapa?" Tanya Jel, mulai panik. Jel pun baru sadar kalau muka Colon seperti tengah menahan sakit. Jel pun mencoba mengecek dahinya.
"Astaghfirullah, panas!"
Seperti itu lah Colon kalau maag-nya kambuh. Tubuhnya akan ikut demam.
Jel segera pergi ke kamar Colon, dan menidurkan Colon disana. Dalam sekian detik, Jel kembali turun kebawah. Mengambil handuk kecil, dan baskom sedang berisi air. Jel pun kembali ke kamar Colon.
"Sini papa kompres dulu!" Ucap Jel. Colon yang merasa tak enak badan hanya menggumam.
"Tuhkan sakit, papa bilang apa? Kamu kan ada sakit maag, kenapa masih aja bandel makan sih? Untung papa turun kebawah, mang Didin kan sukanya nongkrong didepan" omel Jel sembari memeras handuk basah ditangannya. Sedangkan Colon menekuk lehernya, merasa bersalah.
"Coba papa ga turun ke bawah, kamu mau gimana? Berdiri aja gabisa kan?! Haduh..." Jel langsung berdiri setelah menaruh handuk didahi Colon yang hangat.
"Papa ambil makan dulu ya" Jel kembali menuju lantai bawah, mengambil piring berisi nasi dan sup. Sebenarnya tadi Jel sudah memasak sup itu, jadi cukup tinggal dihangatkan saja sebentar.
"Sini, papa suapin"
Keduanya sama-sama diam selama makan. Yang satu karena panik, yang satu karena bersalah. Terus seperti itu sampai makanan Colon habis.
"Minum dulu obatnya" ucap Jel sembari menyodorkan sendok berisi cairan yang biasa disebut obat. Tapi Colon mempercayainya sebagai ramuan, karena rasanya yang aneh dan pahit. Ya, Colon nggak suka obat.
Tapi entah apa yang bisa membuat Colon seperti sekarang, Colon nurut-nurut aja minum obat yang disodorin ayahnya. Jel sendiri terkejud.
'Lah? Tumben ni anak gampang minum obatnya??'
"Nah gini dong makannya. Coba tadi kamu makan, ga akan sakit kan," Jel kembali mengomel, sehingga Colon kembali menekuk lehernya. Wajah Colon yang terlihat takut membuat Jel merasa bersalah.
Menghela napas, Jel pun mencoba tenang. Kepala anaknya ia elus lembut,
"coba cerita, kenapa kamu ga mau makan tadi?"
Colon awalnya ragu, hingga akhirnya ia pun buka suara
"Habis... tadi papa lagi sibuk di kamar... Colon mau ajak main, tapi takut papa keganggu... jadi tadi waktu papa ajak makan, Colon nolak, biar papa bisa selesaiin kerjaan papa...." Colon bercicit sembari memainkan ujung bajunya, merasa bersalah membuat ayahnya jadi kerepotan.
Colon gatau aja, sekarang Jel lagi think hard.
'Tumben bat dah anak gue kayak gini... biasanya gada akhlak? tapi kok lucu sih bgst?... astaghfirullah gabole khilap...'
Jel menghela napasnya, lalu memeluk tubuh anaknya yang kecil itu.
"Kamu tuh ya... bisa aja bikin papa khawatir. Kamu kan suka sakit-sakitan, jadi papa bakalan ngelakuin apa aja buat kamu. Kamu bilang aja kalo mau makan, kalo mau main sama papa. Nanti papa temenin kok. Jangan kayak tadii, nanti papa sedih gimana? Uuuu~" ucap Jel sembari menguyel-uyel rambut anaknya yang wangi, Colon tertawa geli karena pelukan ayahnya.
"Hehehe... maap ya paa..." Colon ikutan meluk papanya, tangannya ga sampe ke belakang punggungnya.
Yaallah adem banget liatnya :"
.
.
.
.
Tbc
________________-koko🐨
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa! || 歌い手: すとぷり
Fiksi PenggemarNanamori, Satomi, dan Jel menjadi seorang ayah? ha'i! douzo~ ('^∀^`)ノ