Mean berada di ruang tengah dengan Neena, istrinya, dan Bree, putri mereka yang berusia 3 tahun. Mean mengobrol dengan ayah dan ibu mertuanya sambil menikmati kudapan malam tepat setelah makan malam.
Mereka tengah merencanakan liburan akhir tahun dan tengah asyik berbicara saat seorang pelayan mendatanginya dan menjelaskan bahwa ada tamu untuk Mean di depan rumah.
"Siapa?" tanya Neena yang merasa sangat tergganggu sebab mereka tengah bahagia dalam perbincangan mereka.
"Saya kurang tahu, Nyonya Muda. Dia perempuan dengan seorang anak laki-laki," jawab pelayan agak ketakutan. Ia tahu benar sifat majikannya yang mudah marah dan tak sabaran.
"Seorang anak perempuan dan anak kecil?" Mean menggumam.
"Biar kulihat!" sahut Mean sambil berdiri dan pamit kepada orang tua Neena. Ia melirik ke arah Neena sejenak yang mendecak kesal dan kemudian berlalu dari ruang tengah menuju teras.
Mean menganga di depan pintu. Perempuan yang duduk dengan anak lelakinya yang berusia kurang lebih tujuh tahun itu adalah sahabatnya sejak ia masih kecil sekaligus cinta pertama yang terpendam dan bertepuk sebelah tangan pula sebab perempuan itu lebih memilih temannya yang lain yang juga sahabat mereka.
"Plaaan," sahut Mean sambil berjalan mendekati mereka yang tengah duduk di kursi teras.
Sang perempuan dan anaknya menoleh ke arah suara seraya menyunggingkan senyum.
Deg.
Jantung Mean berdetak kencang. Sesuatu di dalam hatinya berontak keluar dari sebuah ruangan yang sudah dikunci rapat.
Mean mengalihkan pandangannya kepada sang anak. Dominasi wajah ayahnya, Perth Tanappon, jelas nampak di sana. Ia juga tersenyum kepada Mean dan bahkan mengatupkan kedua tangannya di dada.
"Apa kabar, Mean?" Plan tersenyum sambil berdiri dan menyodorkan tangannya. Mean hanya menatapnya dan kemudian memeluknya dan anak Plan juga.
"Kau selalu saja bersikap sopan kepadaku," sahut Mean lagi sambil mengelus kepala Plan lembut. Plan hanya tersenyum dan menundukkan kepalanya.