3. DECEIVING

338 46 7
                                    

Setelah malam itu, Mean sering berkunjung ke rumah Plan, siang atau malam, bergantung pada luang waktunya, meski jika dihitung malam adalah waktu yang paling dominan.

Mereka sering makam bersama atau hanya mengobrol tentang masa lalu. Kadang-kadang mereka pergi berkeliling Bangkok atau ke kuil untuk berdoa.

Tak terasa itu sudah berlangsung selama satu tahun. Hubungan mereka semakin dekat dan mereka lebih mirip seperti keluarga daripada sahabat dekat.

Hal ini khususnya karena ada banyak foto kebersamaan mereka yang tertempel di kulkas dengan Gee di antaranya.

Sadarkah mereka bahwa kedekatan mereka bukanlah lagi sebagai sahabat melainkan memang sebagai seseorang yang saling menyukai satu sama lain secara diam-diam?

Ada banyak momen yang mereka coba hindari dan mereka anggap sebagai sebuah kebetulan dan sikap serta cara mereka bersikap begitu kentara memperlihatkan bahwa sebenanya ada sesuatu di antara mereka.

Mean memperlakukan Plan terlampau lembut dan tatapan Mean itu sungguh tak bisa membohongi atau bahkan membodohi Gee sekalipun. Ia tahu bahwa lelaki yang sering mendatangi ibunya itu jatuh cinta kepada ibunya.

Sementara itu, ibunya juga menunjukkan sikap dan pembawaan yang sama kepada sang lelaki yang cepat atau lambat pasti akan ia sebut sebagai ayah.

Namun, saat Gee mencoba bertanya kepada ibunya, dengan tegas ibunya menolaknya dan meyakinkan anaknya bahwa Mean Phiravich hanyalah sahabat dan seperti adiknya, bagian dari keluarganya.

Terlebih Mean sudah memiliki istri dan anak pula dan fakta itu tak boleh diabaikan begitu saja.

Tapi, hei tahukah Anda bahwa perasaan itu sangat menipu. Jangan logikakan semuanya. Ini akan sangat sulit dan jangan pula menyangkal yang datang kepadamu. Cinta tetaplah cinta. Biarkan cinta dan takdir yang menunjukkan jalannya.

Suatu malam pada akhir Minggu, Bangkok tak bisa luput dari guyuran hujan yang begitu lebatnya. Malam itu sepertinya Dewa tengah dirundung duka dan akibatnya ia menangis keras dan meneteskan air matanya ke dunia.

Malam itu Mean dan Plan tidak bertemu. Itu akhir minggu dan mereka memang tak pernah bertemu pada akhir Minggu. Mean pernah bilang bahwa Akhir Minggu itu sangat penting untuk dia dan anaknya. Intinya, itu waktu untuk keluarganya.

Plan sangat memahami dan sangat menyetujui pendapat Mean. Dulu ia juga marah kepada Perth saat ia terlalu sering lembur hanya karena ia ingin mendapatkan uang lebih supaya bisa segera membeli rumah dan berpisah dengan keluarga besarnya.

Plan tengah melihat-lihat brosur rumah sambil menikmati secangkir kopi hangat di sebuah ruangan yang bolehlah ia sebut ruang tengah.

Mau bagaimana lagi?

Yang ia sewa hanyalah sebuah ruangan dengan kamar mandi. Kotak saja. Tak ada sekat. Ruangan itu tadinya kantor dan kemudian digunakan untuk menyimpan barang-barang bukan orang.

Jadi, sewaktu ia menyewanya, ia membeli sekat untuk setidaknya memisahkan antara satu ruangan dengan yang lainnya. Ini cukup tebal dan tinggi pula, sehingga orang tak bisa melihat apa yang dilakukan di ruang lain. Plan sengaja membeli yang agak tebal maksudnya supaya hangat ketika tidur karena sekat itu memisahkan kamar dengan ruang tengah.

Sementara dapur dibiarkan terbuka. Jadi, kalau ada orang bertamu, mereka bisa melihat ruang tengah dan dapur juga dan mereka harus duduk lesehan sebab Plan belum ada uang untuk membeli kursi.

Plan masih melihat-lihat brosur rumah saat seseorang mengetuk di luar pintu. Ia mengernyitkan alisnya. Sejenak ia menghentikan kegiatannya dan masih diam di tempatnya, hanya untuk memastikan apakah benar-benar ada orang yang mengetuk pintu atau tidak.

BALL OF DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang