"Maafkan Paman, Gee," ujar Mean. Mereka duduk bersebelahan. Mereka diam sejenak. Keduanya sepertinya sama-sama paham dengan keadaan yang sebenarnya.
"Istri paman cemburu kepada ibuku?" tanya Gee sambil melihat ke arah Mean.
"Kepada siapa saja yang dekat denganku," ujar Mean.
"Berarti Paman sangat berharga untuknya. Itu juga artinya dia sangat mencintai Paman. Tapi, Paman salah pilih orang untuk menjadikan dia sebagai istri sebab Paman juga harus berkomunikasi dengan orang lain," ujar Gee.
Mean menganga. Ia hanya tersenyum dan kemudian mengelus kepala Gee lembut.
"Ucapanmu lebih mirip dengan ayahmu. Dia akan marah-marah kepadaku jika aku jatuh cinta kepada orang yang salah," sahut Mean lagi.
"Paman tidak jatuh cinta kepada orang yang salah. Ayahku pernah bilang kau dan ibuku saling mencintai hanya saja kalian sama-sama tidak tahu." Gee menjelaskan.
"Perth bilang seperti itu kepadamu?" Mean kaget.
"Setidaknya itu yang kuingat saat aku berusia enam tahun. Ayahku bilang ia bahagia karena ada sebagian darinya akan terus bersama kalian. Sampai hari ini aku kurang paham, tapi ayah pernah berbicara dengan biksu di kuil dan mereka memutar sebuah bola yang katanya lambang kehidupan. Ayahku jelas melihat bola itu berputar menyinggung namamu dan nama ibuku. Ini hanya masalah waktu sampai akhirnya aku akan menyebutmu ayah, Paman," jelas Gee panjang lebar.
Mean menganga. Apakah orang yang berbicara di depannya itu benar-benar Gee. Kenapa ia merasa bahwa itu adalah suara Perth? Namun, ia juga bahagia bahwa ada kemungkinan Plan akan menjadi miliknya.
"Paman, sabar saja! Ibu juga sering begitu kepada ayah. Mereka kadang-kadang tidur tidak seranjang. Tapi, saat ayah terlelap, ibu pasti akan menyelimuti dan membelai rambutnya sambil bilang ,' terima kasih sudah mencintaiku', 'terima kasih selalu ada di sampingku', begitu, lalu ia akan cium kening ayah dan bibir ayah dan tersenyum, tapi besoknya, ia akan bersikap dingin kepada ayah," sahut Gee sambil memperagakan perkataan dan yang dilakukan ibunya.
Mean tersenyum. Anak yang di sebelahnya sangat cerdas dan lebih dewasa daripada usianya. Mungkin ini karena ia merasa ia harus melindungi ibunya.
"Terima kasih, Gee," sahut Mean.
"Aku akan bersabar," ujar mean lagi.
Mean mengantar Gee pulang tapi tidak masuk ke dalam rumah. Plan masih marah kepadanya.
***
"Apa yang kau lakukan di sini? Sudah kubilang kau harus jauhi aku dan anakku. Aku masih marah kepadamu," nada Plan kesal saat suatu malam Mean muncul di rumah Plan."Gee mengkhawatirkanmu. Dia mencoba menghubungi dirimu dari sekolah, tapi kau tak mengangkatnya," sahut Mean. Ia berdiri di belakang Plan yang tengah berdiri menghadap jendela keluar halaman belakang.
Mean masuk ke rumah menggunakan kunci sendiri. Ia tahu jika ia mengetuk secara wajar layaknya tamu, Plan tak akan membukanya.
Sebelumnya, Gee menghubungi Mean. Dia ada di sekolah karena ikut acara kemah selama empat hari. Dia merasa khawatir kepada ibunya sebab saat mereka berpisah di depan gerbang sekolah, ibunya terlihat sangat khawatir dan sedih.
Ia menelepon ibunya dari sekolah, tapi ia tak mengangkatnya. Ia tak boleh pulang juga, jadi ia menelepon Mean dan meminta bantuan untuk mengeceknya.
Mean juga khawatir. Pikirannya sudah yang aneh-aneh dan ini ada kaitannya dengan Neena yang mengancamnya pada hari sebelumnya, bahwa ia akan membunuh semua orang yang Mean sayangi jika ia berani meninggalkan dirinya.