12. Hari Pertama

115 19 1
                                    

Dika merasa dirinya bodoh saat mengingat kejadian tadi siang. Bisa-bisanya dia menganggap dirinya teman Arabelle, terus menyetujui sebuah perjanjian dengan cewek itu. Isinya dia siap jadi pacar asal Arabelle mampu menyelesaikan 10 permintaannya. Apa-apaan coba!

Dika sekarang berpikir keras, apa isi permintaan itu agar sulit bagi seorang Arabelle? Dia juga tidak terlalu mengenal cewek itu sehingga sulit menemukan kelemahannya.

"Kenapa lo?" Arka muncul sambil bawa sepiring martabak ke atas tempat tidur. Kebiasaan buruk. Alhasil, Dika mengomelinya bak emak-emak yang tupperware-nya dipecahin sama dia.

"Iya-iya, Mak Dika. Gue gak bakal ngulangin lagi." Arka berujar sambil melahap potongan martabaknya yang terakhir di kursi belajar.

"Eh mana jatahku?" Dika melotot saat piring yang dibawa Arka sudah kosong.

"Habis, hehe." Mulut Arka yang penuh martabak selai ketan, nyengir lebar. Seketika wajah saudara kembarnya berubah suram, menandakan akan ada perang antara dua Raja Tampan.

"Btw lo kenapa, sih? Gue liat dari tadi mondar-mandir terus sambil ngacak-ngacak rambut. Udah kayak orang gila baru aja," celetuk Arka dengan santainya.

"Sembarangan mulutmu! Cuci tangan sana!" titah Dika.

Arka terpaksa menurut. Sambil ngedumel, dia turun ke lantai bawah untuk menyimpan piring bekas dan mencuci tangan. Lalu balik ke kamar.

"Jadi kenapa? Baru kali ini aku lihat mukamu asem gitu. Lebih asem dari ketek orang yang gak mandi seminggu tahu gak." Arka bicara sambil mencari-cari eaphone-nya yang entah disimpan di mana.

Dika sebenarnya ingin cerita, tetapi lagi-lagi dia takut jadi bahan olokan adik yang selisih lahir lima menit dengannya itu. Dia kembali fokus memikirkan permintaan pertama yang harus dikabulkan oleh Arabelle karena sudah kemungkinan besar jika mulai besok, cewek itu sah akan jadi penguntitnya.

Buku. Dika ingat beberapa waktu lalu Arabelle pernah melempar dan menyiram novel kesayangannya. Jadi, sepertinya dia akan memulai dari sana.

Esoknya, sesuai dugaan Dika, Arabelle sudah menunggu di depan kelas saat jam istirahat pertama tiba. Mereka lalu pergi bersama ke perpustakaan yang jaraknya hanya terhalang tangga penghubung lantai gedung.

Sampai di sana, Dika yang sudah membawa buku dan pulpen---persiapan---langsung mengambil tempat duduk di dekat rak kedua dari depan.

Hari pertama perjanjian.

Saya ingin tahu seberapa bisa kamu membaca.

Dika menyodorkan tulisannya pada Arabelle. Dia juga memberi kode agar mereka tak membuat suara sedikit pun, kebetulan Bu Dina yang bertugas hari ini. Bisa keliling lapangan jika mereka nekat tak mematuhi aturan.

Gue bisa baca sejak dalem kandungan.

Arabelle menulis jawaban asal.

Menarik. Sekarang, berapa buku yang biasa kamu baca dalam seminggu?

Arabelle segera menulis balasan di bawah pertanyaan Dika. Jadi, mereka gantian nulis di lembar buku sama, buku milik Dika.

10 buku gue bisa.

Alis Dika terangkat saat membacanya, lantas tersenyum miring. Kentara sekali Arabelle berbohong.

Sip. Permintaan pertama, saya minta kamu baca 10 novel yang minimal 200 halaman dalam waktu seminggu.

Jangan temui saya kalau belum beres.

Arabelle memang berbohong. Jangankan baca, menatap buku saja dia bosan. Namun, bukankah kebohongan itu awal dari petaka? Sepertinya iya karena sekarang Arabelle mulai merasakan firasat yang tidak sesedap Mie Sedaaaaap.

Bad or Good Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang