Chapter 4

502 109 12
                                    

Y/n: Your name
L/n: Last name
H/c: Hair color
E/c: Eyes color

Akan ditmbahkan sesuai berjalannya crita!

Reader's POV

"Kakak ingin ke perpustakaan desa lagi? Otak kakak kayanya bener-bener ga beres deh setelah kecelakaan," sahut adikku Ryosuke.

"Eh, kalau ngomong dijaga ya! Otak gua ini sehat tauk!"

"Ya kan bener! Sejak kapan kakak jadi suka belajar gini? Kayanya dunia bentar lagi kiamat deh!"

"..... MAK, ADEK SIAPA SIH INI NGESELIN BAT DAH!"

Seperti biasa, terkadang aku dan adikku Ryosuke akan berdebat dan saling mengejek satu sama lain hingga akhirnya kakak tertua kami, Mamoru datang untuk menghentikan perdebatan kami.

Walau sering berdebat tapi hubungan kami bisa dibilang dekat. Aku dan adikku Ryosuke hanya berbeda dua tahun dan kami bersekolah di sekolah yang sama.

"Baiklah baiklah, sudah hentikan! Kalian cepat habiskan sarapan kalian lalu pergilah ke sekolah!" ucap mama.

Mamoru memperlihatkan senyumannya sedangkan papa tidak mengatakan apa-apa. Papa sibuk membaca koran sambil menyesap kopi buatan mama.

"Hei kak (Y/n), ayo taruhan! Kita lihat siapa orang pertama yang bisa menghabiskan sup miso ini! Yang kalah harus traktir yang menang, bagaimana? Berani?" ajak Ryosuke.

"Berani dong! Siapa takut!"

Aku dan Ryosuke mengambil mangkuk berisikan sup miso lalu meminum sup itu terburu-buru. Sup yang hangat itu membuat tenggerokan dan tubuhku terasa hangat.

"Uhukk!!"

"Ryosuke, pelan-pelan!" ucap kak Mamoru sambil tertawa melihat tingkah laku kami. 

Aku meletakkan mangkuk yang sudah kosong ini di meja lalu melihat Ryosuke yang masih meminum sup misonya. Kelihatannya kali ini aku yang menang.

"Aku menang~!" sahutku gembira.

"Curang! Tadi aku tersedak tau!"

"Ya salah lu! Siapa suruh lu tersedak! Pokoknya gua menang!"

Ryosuke terlihat kesal tapi dia memilih untuk tidak protes. Aku tertawa dengan gembira, kira-kira apa ya yang harus ku beli nanti?

"Kalian terlalu ribut! Kalian membuat selera makanku hilang saja! Mamoru, ayo kita berangkat!" bentak papa tiba-tiba.

Aku, Ryosuke, mama dan juga kak Mamoru terkejut tentu saja. Tapi sebenarnya kami --aku dan Ryosuke sudah terbiasa dengan sikap papa yang dingin kepada kami.

Aku dan Ryosuke akhirnya meminta maaf kepada papa. Papa tidak menjawab kami dan meninggalkan rumah dengan kak Mamoru. Mama berusaha menenangkan kami dan menyemangati kami sebelum aku dan Ryosuke pergi ke sekolah.

Seperti yang sudah ku katakan, kak Mamoru adalah anak kesayangan papa. Dia adalah anak yang paling dimanja oleh papa karena dia adalah anak laki-laki pertama di keluarga ini.

Kak Mamoru juga adalah anak yang berprestasi di sekolahnya dulu juga kak Mamoru berhasil membuat ekonomi keluarga ini bangkit. Bahkan dari kecil, papa selalu memanjakan kak Mamoru dan membeli apapun yang kak Mamoru inginkan.

Berbeda dengan aku dan Ryosuke.

Sifat papa kepada aku dan adik laki-laki berbeda. Papa sangat dingin dan tegas kepada kami. Kami juga jarang berbicara kepada papa. Mama adalah seorang ibu yang baik. Mama tidak pilih kasih dan menyayangi kami semua.

Kak Mamoru juga sangat baik kepadaku dan Ryosuke. Waktu kecil, papa selalu membeli cemilan untuk kak Mamoru dan kakak akan membagikan cemilan itu untukku dan Ryosuke diam-diam. Ah iya, papa melarangku dan Ryosuke untuk memakan cemilan ini.

Kalau mama tahu tentang ini, papa dan mama pasti akan bertengkar. Mama akan sakit hati karena aku dan Ryosuke diperlakukan tidak adil oleh ayah kandung kami sendiri tapi semua itu sudah berlalu sekarang.

Aku dan Ryosuke sadar diri dan kami putuskan untuk tidak terlalu mengharapkan kasih sayang dari papa.

Mengingat kenangan masa lalu yang agak sedih itu kadang membuatku kesal sendiri. Memangnya apa yang aku dan Ryosuke lakukan hingga papa sangat tidak suka kepada kami?

"Kak, di jalan ga boleh melamun," panggil Ryosuke.

"Ah, maaf. Aku kesel ama papa."

"Yaela, ngapain buang-buang tenaga untuk hal yang ga guna kaya gitu? Uda ga usah dipikirin! Nanti kakak mau ku traktir apa?"

"Nanti aja deh baru ku pikirin. Makasi ya dek uda tenangin," aku memberikan senyumanku kepada Ryosuke dan adik manisku (walau kadang menjengkelkan) ini membalas senyumanku.

- - -

"Huff ... Here we go again ..."

Aku menatap buku yang penuh dengan coretan-coretan di atasnya. Aku sedang mengerjakan pr matematika. Aku sudah meminjam buku rumus matematika untuk persoalan ini. Pertidaksamaan linear? Trigonometri? Logaritma? PUYENG PALA BERBI!

"Yawla ... Pala gua puyeng yawla ... Siapa sih yang nyiptain ni rumus?"

Aku terus menerus mengeluh dan mengutuk dalam hati.

Tidak salah dulu Enkidu pernah mengajarkan ini di dunia pararel tapi aku sudah melupakan semua rumus dan caranya. Ya maap, bagi gua matematika model ini ga guna karena otak gua ga nyampe mikirnya.

Aku menyandarkan kepalaku ke meja besar di perpustakaan desa ini. Aku ingin menangis tapi tak bisa. Tiba-tiba, aku merasakan ada seseorang yang menyentuh bahuku.

Aku mengadahkan kepalaku dan melihat orang berparas cantik yang ku temui kemarin, Enkidu dunia ini. Dia mengenakan pakaian modern biasa (tak seperti kemarin) dan dia melihatku tanpa ekspresi.

Maniknya berwarna ungu, berbeda dengan Enkidu yang ku kenal di dunia pararel. Kemarin bukannya Enkidu yang ku lihat memiliki warna mata yang sama dengan Enkidu pararel? Atau aku salah lihat ya?

"Mengapa tidur disini?" tanyanya.

"Aku tidak tidur kok. Aku bingung dengan pr matematikaku ini. Aku menyerah ..."

Orang ini kemudian melihat soal matematika ini dari buku lalu melihat jawaban yang ku tulis. Setelah beberapa menit, dia menarik kursi di sebelahnya lalu memintaku untuk duduk dekat dengannya.

"Disini kau salah. Seharusnya yang ini ditambah dengan ini dulu baru nilai sudutnya bisa diketahui."

Orang yang mirip Enkidu tapi beda warna mata ini mengajariku mengerjakan pr matematika. Cara dia mengajar gampang dimengerti walau terkadang dia akan tertawa mengejek kalau aku salah menghitung.

Dia mengajariku sampai semua pr matematikaku selesai. Aku benar-benar berterima kasih kepadanya kalau tidak pasti nanti malam aku akan merengek kepada kak Mamoru untuk mengerjakan prku.

"Sudah catet point dan rumus pentingnya?" tanyanya.

"Sudah! Terima kasih banyak sudah mengajariku!"

"Tidak masalah. Ngomong-ngomong kau bersekolah di Sakurahana Gakuen?"

"Iya benar!"

"Kau kelas berapa?"

"Aku kelas 1 SMA!"

Orang ini menyeringai lalu melambaikan tangannya kepadaku dan menghilang.

Aneh, Enkidu ungu ini aneh. Walau dia tampaknya agak meremehkanku karena matematikaku anjlok tapi dia baik juga karena mau mengajariku. Dia sepertinya agak berbeda dengan Enkidu yang ku temui di lorong kemarin. Aura Enkidu ungu ini berbeda atau jangan-jangan kemarin dia sedang bad mood?

Sepertinya di lain waktu aku harus membuatkan sesuatu untuknya deh sebagai tanda terima kasihku kepadanya. Kira-kira mau buat apa ya?

Under The Mistletoe (Enkidu x Reader Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang