Sakit?

969 84 10
                                    

🍃

Hari ini, ulangan Dinda sudah selesai. Besok ia libur satu hari dan lusa orang tuanya akan datang untuk mengambil raport. Dinda memasukan papan ljknya dan kotak pensil ke dalam tas.

Denis menendang kursi Dinda, "Oi! Bocah!" Dinda menoleh lalu mendelikan matanya. "Apaan? Gak usah ganggu deh! Gua jambak rambut lo!"

"Galak bener, neng! Pulang sama gue yuk? Salam perpisahan kita yang gak bakal duduk depan belakang lagi."

Dinda mengerutkan keningnya, "Sarap lo, anjir! Kita sekelas bego!" hardik Dinda yang dibalas garukan kepala Denis. "Sekali-kali anj*ay! Bonyok gua lagi ke Palembang, gua numpang makan bentar. Ya ya ya?"

"Bener-bener sarap lu!" Dinda membentuk garis miring di keningnya menggunakan jari.

Denis cemberut, "Sialan! Pokoknya ntar lo pulang sama gue!" Dinda menggeleng, "Gak ada bantahan, Dinda."

Dinda menghela nafas. Kenal seminggu dengan Denis membuatnya tahu sedikit sifat Denis yang tidak bisa dibantah. Pernah sekali, kemarin, Denis menyuruh Bu Reni yang tergolong malas menjelaskan untuk menjelaskan soal yang diujikan karena tidak jelas. Bu Reni sudah menolak namun Denis memaksa. Akhirnya, Bu Reni menjelaskan maksud dari soal itu.

"Oke."

"Good. Gue tunggu di parkiran." Denis menepuk kepala Dinda yang segera di tepis olehnya. Denis keluar membawa tasnya yang Dinda yakin hanya berisi satu buah pulpen.

Dinda keluar kelas dan sudah ada Lery serta Gina yang menunggunya. Dinda tersenyum jahil saat melihat Lery dan Gina sedang asik ngobrol sambil lihat ke bawah.

"Dor!"

"Eh ayam! Bebek! Burung! Ba- Dinda!!"

"Anj-!"

Dinda terbahak saat melihat wajah Lery dan Gina yang terkejut. Lery yang terkenal latah itu pun langsung memukul bahu Dinda. "Aduh! Ish! Kasar! Dedek gak like!"

"Najis!" ujar Lery dan Gina bersamaan.

Dinda menoleh ke samping kanan, kiri dan ke bawah. Ia mengerutkan keningnya saat tak melihat apa yang ia cari. "Pak Arya mana ya? Seharian ini gue belum lihat mukanya."

"Oh itu, kata Bu -- em, Lia pak Arya lagi sakit." Lery menatap wajah Dinda yang semula tersenyum menjadi datar. "Sakit apa? Kapan Bu Lia bilangnya?"

"Tadi." jawab Lery.

Dinda menarik nafas dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan. Ia menarik ujung bibirnya, "Ya udah. Eh, gue pulang sama Denis ya. Kalian duluan aja." kata Dinda setelahnya berlalu meninggalkan Lery dan Gina yang sedang bertatapan.

"Sejak kapan mereka deket?" tanya Lery yang dibalas angkatan bahu Gina.

Dinda mencari dimana keberadaan Denis. Silau matahari membuat pandangannya sedikit terganggu, ia menghalau sinar ultraviolet itu menggunakan telapak tangannya. Dinda mendengus. "Denis dimana sih? Jangan-jangan dia ngibulin gue lagi. Awas ya tu anak."

"Nyariin gue?" Dinda terlonjak kaget saat tiba-tiba Denis berada di belakangnya. "Kampret lo!"

Denis tertawa, "Ya udah yuk, mendung nih."

Dinda melihat ke atas dan benar saja, langit yang tadi cerah dan menyilaukan berganti menjadi awan yang mulai menghitam. Dinda mengangguk dan mengikuti kemana Denis berjalan.

"Anj*ay badass juga motor lu." puji Dinda saat melihat motor milik Denis. Denis tersenyum lebar. Ia memakai helmnya dan menyerahkan satu helm kepada Dinda dengan dilempar.

"Anj-!" umpat Dinda lalu memakai helmnya. Selesai memakai helm Dinda berusaha naik namun rok sekolahnya pendek sehingga menyusahkan dirinya naik. "Pake nih!"

Dinda meraih jaket milik Denis lalu melilitkannya di paha depan. Dinda berhasil naik dan motor Denis segera melaju menjauhi area sekolah.

"Lo mau beli sesuatu dulu nggak?" Denis melirik Dinda melalui spionnya. "Hah?" Dinda membenarkan letak helmnya yang sangat berat dan panas di kepalanya.

"Lo mau beli sesuatu nggak?" tanya Denis sekali lagi namun dengan nada yang ia naikan.

"Oh, enggak! Langsung pulang aja!" teriak Dinda nyaring.

"Nggak usah teriak bego! Gue denger!"

Dinda terkejut. Ekspresi wajahnya sangat lucu membuat Denis rasanya ingin mencubit pipinya.

Motor Denis sudah sampai di depan rumah Dinda. Satpam yang bernama pak Bambang pun dengan segera membukakan gerbang. "Makasih, pak." kata Dinda lalu masuk.

"Ayo, masuk."

Denis mengangguk lalu mengikuti Dinda dari belakang. "Gede juga ya rumah lo. Ckckck!" Denis geleng-geleng seraya melihat sekeliling.

"Jangan kepikiran buat maling! Gua jambak lu!"

"Si bego! Gue kepret juga lu!"

"Gue jambak juga lu!"

"Ngajak berantem?"

"Oh? Mau? Hayok!"

Dinda melempar tasnya ke sofa lalu menyingsingkan lengan bajunya. Denis mengangkat sebelah alisnya lalu melipat tangannya di dada. Santai.

"Apaan sih ribut-ribut! Lha? Dinda! Temennya dateng bukannya di ajak duduk malah di ajak berantem! Ayo-ayo silahkan duduk. Mau minum apa?"

Denis menyalami tangan bunda lalu memperkenalkan diri, "Denis tante. Terima kasih, nggak usah tan, biar Dinda aja yang buat." ujar Denis sambil menatap jahil Dinda yang mendelik.

"Dinda! Cepet buatin Denis minum!" kata bunda lalu mengajak Denis duduk. Dinda yang disuruh hanya mendengus namun melakukan apa yang disuruh.

Bunda duduk di depan Denis, "Denis ini temen sekolahnya Dinda ya?" tanya bunda.

"Iya Tante. Kok tau?"

"Tu dari seragam."

Denis menggaruk kepalanya. "Dinda kalo punya temen pasti gak jauh-jauh dari sifatnya. Ya udah kalo gitu Tante tinggal dulu ya. Kalo mau makan itu udah Tante siapin di meja makan."

"Iya, Tante, terima kasih."

Tak lama setelah kepergian bunda ke kamar, Dinda datang membawa segelas air putih dingin lalu duduk di samping Denis.

"Tamu adalah raja. Melayani raja itu mendapat pahala. Lo ngebawain gue minum air putih doang? Sirup kek, jus jeruk kek apa kek," dumel Denis sambil mengangkat gelasnya.

Dinda menoleh dan mendelik, "Masih untung gue bawain minum ya. Dan apa tadi? Tamu adalah raja? Helo! Kalo tamunya kek elu ogah banget gue layani!"

"Bener-bener ni bocah atu! Eh Din, gue laper. Minta makan dong!"

Dinda menatap Denis tak percaya. "Lo? Asli sih! Langka bener anjir! Ya udah ayo!"

Denis menyengir. Mau bagaimana lagi, perutnya sudah keroncongan minta makan. Apa lagi anak-anaknya di dalam perut yang sedang gedor-gedor lambung buat di isi makanan.

🍃

Semoga suka yak, males ngasi lope ngga di vote sama komen:(

KEJAR CINTA PAK GURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang