"Nasya! Nasya!" Nasya mendengar suara-suara yang meneriakinya dengan panik, tetapi ia tak bisa melihat siapa orang yang meneriakinya.
Pengelihatannya menggelap, samar-samar ia masih mendengar teriakan-teriakan panik disekitarnya. Sampai akhirnya kesadarannya menghilang. Ia tak lagi mendengar suara teriakan namanya, juga tak lagi dapat merasakan sentuhan tangannya pada pundak Tiffany.
Kesadarannya benar-benar hilang.
•••
"Kau yakin, Zara?"
"Sangat."
"Kau tahu kalau itu sangat beresiko, kan?"
Samar-samar Nasya mendengar pembicaraan antara kedua perempuan. Ia menduga bahwa salah satunya adalah suara milik si gadis penyihir, Zara.
Kesadaran Nasya sudah terkumpul. Namun sekujur tubuhnya terasa kaku, bahkan untuk membuka mata saja tidak bisa. Ia hanya bisa mengambil dan menghembuskan napasnya.
"Iya, iya, aku tahu tapi—" Zara yang sepertinya menyadari bahwa Nasya sudah siuman pun memberhentikan ucapannya, berjalan mendekat ke tempat Nasya berbaring dan menyentuh lengan sang gadis yang baru saja siuman itu. Kemudian ia merapalkan sebuah mantra, dan dalam sekejap Nasya merasakan tubuhnya sudah tak lagi kaku.
Perlahan namun pasti, Nasya membuka matanya. Beberapa kali menyipit karena retinanya yang belum beradaptasi dengan cahaya di ruangan tersebut.
"Oh syukurlah kau siuman juga, Nasya," ujar seseorang.
Sembari menahan pening di kepalanya, Nasya menoleh ke sumber suara dan menemukan sosok Tiffany yang sedang menatapnya dengan penuh kelegaan, dan sesosok gadis berambut merah, yang ia duga sebagai Rose, duduk di pojok ruangan dengan fokus yang tertuju pada jari jemarinya. Namun lagi-lagi, kepalanya berdenyut nyeri. Dengan refleks, Nasya memegangi kepalanya.
Tatapan Tiffany kini berubah menjadi tatapan kehawatiran. Gadis yang memiliki surai brunette itu pun memandang Zara penuh tanya.
"Jangan khawatir, itu hanya efek samping dari mantra pembeku yang ku beri padanya," Zara menjawab seluruh pertanyaan di benak kawannya.
"Kau memberiku mantra apa?" tanya Nasya geram. Sosok yang ditanya dengan tenang memandang Nasya dan menjawab, "mantra pembeku. Membuat tubuh seseorang kaku dan tidak dapat digerakkan secara total. Oh dan mantra ini tidak berpengaruh pada indera seseorang, jadi semua orang yang berada di bawah mantra ini tetap dapat merasakan, mendengar, mencium, dan melihat, ya itu pun bila mereka diberi mantra dalam keadaan mata yang terbuka."
"Dan, boleh aku tanya kenapa kau memberiku mantra pembeku?" Nasya bertanya penuh kejengkelan.
"Jangan bertindak seolah-olah aku telah melakukan suatu kejahatan fatal begitu, Nasya. Aku memberimu mantra pembeku juga untuk kebaikanmu sendiri," ujar Zara yang sedang berkutik dengan botol-botol yang amat kecil di dalam kotak berukuran tak lebih besar dari sebuah kotak untuk sebuah cincin.
Tangan kiri gadis tersebut kemudian merogoh sakunya dan sebuah kaca pembesar kecil berada di tangannya. Dengan kaca pembesar tersebut yang diarahkan ke kotak berisi botol tadi, Zara pun menggoyangkan kaca pembesar tersebut ke kanan dan ke kiri sebanyak 7 kali. Setelah goyangan terakhir kotak yang tadinya hanya sebesar kotak cincin, kini menjadi sebesar kotak roti. Botol-botol kecil di dalamnya pun juga membesar.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUT
AdventureBerkisah tentang sekumpulan manusia-manusia istimewa, manusia setengah hewan, dan penyihir, yang terisolasi di dalam sebuah hutan buatan. Aku ga bisa bikin summary tulung :(