MAAF

1.2K 76 1
                                    

Dari hari ke hari kondisi Marco menunjukkan kemajuan. Tak terasa sudah hampir dua minggu Marco dirawat. Selama itu Aisyah selalu menemani dan merawat suaminya. Umar dan Salma datang saat mendengar Marco sadar. Mereka bahagia melihat keduanya kembali akur dan mesra.

"Ais, gimana kata dokter? Kapan Marco bisa keluar dari rumah sakit?"

"Insyaa Allah besok Marco bisa pulang, Abi. Tapi kami nggak langsung kembali ke Jakarta. Mungkin kami akan beristirahat beberapa hari di Lembang."

"Iya, Bi. Marco mau ajak Aisyah istirahat dulu. Selama ini dia sibuk urus aku. Kalau langsung kembali ke Jakarta, pasti dia akan langsung ke kantor. Sekalian honeymoon." Marco memeluk Aisyah yang duduk di sampingnya. "Kebetulan Tommy punya rumah peristirahatan di sana."

"Honeymoon apaan sih, sudah keburu bunting gini."

"Biar bunting kamu tetap cantik dan seksi kok," goda Marco. "Aku kangen tidur sama kamu, yang"

"Idiih apaan sih, baru juga sembuh pikirannya kok sudah mesum begitu," Aisyah malu mendengar ucapan Marco.

"Suamimu itu sudah berbulan-bulan puasa, jadi wajar saja sekarang minta jatah." Umar malah ikutan menggoda Aisyah. "Abi pisah sehari sama ummi kamu aja kangen, apalagi Marco😁."

"Abimu ini genitnya nggak hilang juga." Salma mencubit pinggang Umar

"Tapi aku kan genitnya cuma sama kamu, dik." Umar menangkap tangan Salma dan mengecupnya. "Genitku ini kan yang bikin kamu betah sama aku."

⭐⭐⭐

Menjelang sore mereka sampai di Lembang. Udara sudah mulai terasa menusuk.

Marco mendekati istrinya yang sedang membuat minuman hangat dan memeluknya dari belakang. Aisyah membiarkan dirinya dipeluk bahkan ia berbalik sehingga kini mereka berhadapan. Marco memandang Aisyah dengan penuh kerinduan. Ditelusurinya wajah Aisyah perlahan. Kemudian dikecupnya kening dan kelopak mata istrinya. Kecupannya pun turun ke bibir Aisyah. Disana lama ia mencium mesra bibir istrinya yang terasa manis, seolah tak ingin melepasnya lagi. Aisyah membalas ciuman Marco tak kalah mesra. Betapa aku merindukan bibir ini, bisik Marco dalam hati.

Sekian purnama mereka berpisah. Kini mereka bersatu kembali dengan perasaan yang jauh lebih dalam lagi. Perasaan saling membutuhkan dan mencintai. Ciuman kali ini seolah ciuman pertama mereka seperti saat baru menikah. Ciuman yang penuh makna dan cinta diantara keduanya. Ciuman yang membuat keduanya bergetar.

"Ais, I love you," Bisik Marco. "Jangan tinggalkan aku lagi."

"I love you too, mas." Balas Aisyah sambil menangkup wajah Marco dengan kedua tangannya. Ia usap kerutan yang terlihat di kening Marco. Ya Allah baru beberapa bulan mereka berpisah, namun terlihat betapa lelah wajah Marco.

"Kenapa ngeliatinnya kayak gitu. Apa karena aku terlalu ganteng," ledek Marco sambil mengecup ujung hidung Aisyah.

"Idih, ge-er kamu mas. Aku baru sadar kalau kamu sudah tua."

Marco langsung cemberut mendengar ucapan Aisyah. "Lalu kenapa mau sama yang sudah tua?"

"Lho aku kan dipaksa. Kamu lupa, mas? Aku hamil juga karena dipaksa, kan?" Aisyah kembali meledek Marco.

"Maaf deh, yang. Aku janji nggak akan paksa kamu lagi." Marco merajuk tapi tetap memeluk Aisyah. "Maafin aku ya."

"Aku juga minta maaf karena nggak peka sama masalah kamu. Seharusnya aku nggak membiarkanmu sendirian larut dalam kesedihan. Seharusnya aku nggak meninggalkanmu."

"Kamu nggak salah, yang. Aku yang salah. Nggak semestinya aku lari dari Allah. Seharusnya aku lebih terbuka sama kamu. Aku terlanjur terbiasa memendam perasaanku. Aku lupa kalau aku punya kamu, tempat aku berbagi perasaan." Marco mengeratkan pelukannya.

"Terima kasih kamu nggak menggugurkan bayi yang ada di dalam kandunganmu. Padahal aku tau kamu pasti benci sekali sama kamu."

"Mas aku memang benci sama kamu," jawab Aisyah perlahan. "Aku benci kamu tidak menganggapku sebagai istrimu. Aku benci kamu karena tidak menghargai perjuanganmu menaklukan diriku."

"Tapi sampai kapanpun aku nggak bisa membenci apa yang Allah telah berikan kepadaku, kepada kita berdua." Aisyah mengelus perutnya yang sudah mulai terlihat membuncit. "Walau aku benci dengan perbuatanmu, aku nggak pernah menyesali kehadirannya di rahimku."

"Masyaa Allah. Memang nggak salah aku memperjuangkan cintamu Ais." Marco kembali mencium Aisyah penuh cinta. "Mari kita mulai lagi dari awal."

"Dari awal? Kamu yakin mas?" Tanya Aisyah dengan pandangan menggoda. "Kamu mau kalau aku suruh hafalkan Al Baqarah? Cuma 1½ juz kok."

"Demi kamu dan anak kita, aku siap." Marco langsung menegapkan badannya dan pura-pura hormat.

"Aaah... suamiku sekarang bucin," Aisyah terkikik mendengar ucapan Marco. "I love you mas. Thanks to Allah. He knows what best for us."

Malam itu setelah shalat isya, Marco dan Aisyah bersiap-siap tidur. "Yang, boleh aku peluk kamu malam ini?" Tanya Marco ragu. Ia takut Aisyah akan menolaknya atau bahkan mengusirnya. "Aku janji nggak akan macam-macam kalau kamu belum siap."

Aisyah memandang Marco sejenak lalu menundukkan kepalanya. "Maaf mas, kamu nggak marah kan? Saat ini aku belum siap. Mas mau menunggu sampai aku siap kan?"

Marco tersenyum penuh pengertian. "Aku nggak marah. Bisa tidur sambil memelukmu tanpa kena maegeri saja aku sudah bersyukur. Aku menikahimu bukan untuk sekedar memuaskan hasratku, tapi aku menikahimu karena Allah."

"Masyaa Allah. Ais nggak menyangka akan mendengar jawaban dari mulutmu, mas." Aisyah mengecup bibir Marco. "Terima kasih ya, kamu mau bertahan di sisiku, walau aku selalu galak sama kamu."

"Tapi bukannya kamu lebih nyaman dekat-dekat Ezra, dibandingkan berdekatan dengan aku." Marco mulai merajuk. "'Kamu sendiri yang bilang kalau kamu nggak nyaman berdekatan dengan orang yang jutek, sok jaim dan munafik."

"'Iih mulai lebay deh. Kamu itu memang menyebalkan, jutek, sok jaim, sok keren,...... "

Marco langsung mencium bibir Aisyah sebelum semua keburukannya diungkap oleh istrinya. Aisyah mengalungkan tangannya di leher Marco dan membalas ciuman itu.

"Tapi kamu satu-satunya pria yang tidak mundur walau kena maegeri dari aku. Kamu juga yang terus bertahan walau berkali-kali aku cuekin bahkan aku usir. Kamu satu-satunya yang bisa membuat jantungku berdebar seperti mau lompat dari dada ini," ucap Aisyah. "Dan kamulah ayah dari bayiku."

"Apa hanya karena bayi itu kamu suka sama aku?"

"Aku juga suka ciuman dan pelajaran darimu, mas." Bisik Aisyah malu-malu.

Marco memeluk erat tubuh Aisyah seolah takut apa yang dihadapi dan didengarnya hanyalah mimpi. "Aku nggak mimpi kan, sayang?"

"Apakah kalau bermimpi, rasanya akan seperti ini?" Kali ini Aisyah yang memagut bibir suaminya. Marco mengerang pelan saat tiba-tiba Aisyah menciumnya. Ia pun membalas ciuman Aisyah sambil tak henti-hentinya bersyukur dalam hati.

Malam itu pun mereka lalui dengan tidur sambil berpelukan. Benar-benar hanya berpelukan dan berciuman. Tidak lebih. Walaupun tubuh Marco terbakar gairah saat tubuhnya bersentuhan dengan  tubuh Aisyah, ia tetap menahannya. Kali ini ia berkeyakinan kesabaran akan memberikan buah yang manis.

⭐⭐⭐

Aaah.. so swiiiiit..

Uhuuuy... benar-benar sudah mau selesai ceritanya. 🥰

Semoga endingnya sesuai dengan keinginan pembaca.

Terima kasih untuk yang sudah mau mem-vote dan meninggalkan jejak pada karya pemula ini.

Tetap ditunggu vote dan komennya ya.

Jawaban Dari-Nya (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang