Mobil audi putih berhenti di depan sebuah Universitas. Dari dalam mobil, seorang perempuan berusia 20 tahunan keluar dari dalam mobil setelah memperbaiki lengan cardigannya.
Wajah cantik dengan kulit seputih porselen itu terlihat sangat mempesona saat cahaya matahari menyinari, sepasang bola matanya yang bewarna biru memperhatikan sekitar dengan pandangan sayu.
Rambut hitam legam lurus se punggungnya berkibar saat angin menerpa, membuatnya menyelipkan beberapa helai rambut ke telinga.
Melangkahkan kaki ke kursi kosong, dia duduk di sana sambil mengabaikan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.
Menolehkan kepala ke sana ke mari, perempuan itu berdiri dari duduknya saat mendapati 3 sosok perempuan seumurannya yang berjalan ke arahnya dengan salah satu dari mereka melambaikan tangan.
"Meli!!" seru salah satu dari 3 perempuan itu, yang melambaikan tangan.
Melisma Feroga Min, nama dari sosok perempuan itu tersenyum tipis saat 3 sosok itu, yang tak lain adalah sahabatnya berdiri di hadapannya.
"Lo udah nunggu lama?" tanya si perempuan yang tadi melambaikan tangan pada dirinya, Lea.
Menggelengkan kepala. "Aku ... baru aja sampai."
"Ck! Kapan kita di sini terus? Gue malas lama-lama berdiri di sini!" keluh Alexa, perempuan yang berada di sisi kanan Lea.
"Tenang Al, tenang ... jangan marah terus," ujar Steva, perempuan yang berdiri di sebelah Alexa.
Berdecak kesal, Alexa mengalihkan pandangannya pada pergelangan tangan Melisma, karena dirinya yang secara tak sengaja melihat perban yang melilit pergelangan tangan sahabatnya itu.
"Meli," panggil Alexa.
"Ya?" respon Melisma.
"Coba liat tangan lo sebentar."
Menurunkan lengan sweaternya. "Buat apa?" tanya Melisma gelisah.
"Meli, gue liat sebentar aja!" paksa Alexa.
Menyerah, Melisma akhirnya mengangkat lengan sweaternya, memperlihatkan pergelangan tangannya, yang seketika membuat Alexa memelototi marah dirinya. Berbeda dengan Lea serta Steva yang menanggapi hal itu dengan pekikan terkejut.
"Kenapa ini?" selidik Alexa, melirik pergelangan tangan Melisma yang dibaluti perban.
"Bukan apa-apa." Melisma menjawab singkat, menarik kembali lengan sweaternya.
"Meli, jujur sama kami," ucap Lea.
"....." hening, tak ada jawaban sama sekali dari Melisma yang kini menundukkan kepala. Sebuah pertanda jika dia tak ingin mengatakan apapun.
"Lo lagi-lagi nyakitin diri lo sendiri, 'kan?" tebak Steva.
Mengangkat kepalanya. "Seperti yang kalian tebak," balas Melisma, tersenyum tipis, lalu pergi dari hadapan sahabatnya.
❣❣❣
Duduk di bangku yang disediakan di taman Universitas, Melisma mendongakkan kepala saat dia merasakan rintik-rintik air hujan.
Menadahkan kedua tangannya, dia pun membiarkan air hujan itu berkumpul di tadahan tangannya. Beruntunglah bagi Melisma, yang memilih untuk duduk di bawah naungan pohon rindang besar, sehingga membuatnya tak terlalu kebasahan akibat hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Princess
RomantikMelisma Feroga Min, sosok wanita cantik dengan kepribadian dingin, tak acuh, dan masih banyak sifatnya yang lain, yang sebagian hanya ditunjukan ke orang-orang tertentu. Memiliki sepasang netra mata biru yang selalu menampilkan tatapan sayu serta di...