"Saranghae..." Itulah kalimat terakhir yang Ia ucapkan sebelum pintu itu akhirnya tertutup dan meninggalkannya sendiri dibawah awan mendung malam tadi. Senyumnya masih sama, tulus. Matanya memandang ke tiap sudut gedung, merekamnya dalam ingatan untuk sekedar di jadikan kenangan.
Tangannya bergerak untuk membetulkan posisi Ransel dipundaknya, salah satu tali nya di cengkram erat guna menahan sesak yang tak kian redam. Sekali lagi menarik nafas dalam lalu dihembuskan perlahan walau nyatanya sesak itu tak kunjung berkurang. Ia paham, ini konsekuensi yang harus diterima ketika memutuskan untuk mengikuti survival show ini. Tapi harusnya tidak sesakit ini kan? Pikirnya.
Senyumnya masih sama, bahkan ketika mobil yang akan mengantarkannya kembali ke asrama datang. Memberi salam pada supir sebelum memasuki mobil sebagai tanda hormat dan terimakasih karena sudi menjemputnya hampir larut malam.
Hening, sepanjang perjalanan hening. Matanya fokus memandang rintikan hujan yang mengenai kaca jendela. Tadi setelah ia memasuki mobil tak lama kemudian rintikan hujan turun, hanya rintikan tapi setidaknya itu mampu membuat bibirnya tersenyum miris. Langit seolah paham situasi yang terjadi. Beberapa kali Pak supir meliriknya lewat kaca depan, khawatir akan apa yang dipikirkan oleh salah satu Trainee perusahaan tempatnya bekerja sebab beberapa trainee yang Ia antar biasanya akan menumpahkan tangisnya begitu memasuki mobil. Tapi sedari tadi Trainee yang Ia ketahui bernama Hanbin ini hanya tersenyum, seolah sesuatu tak pernah terjadi sebelumnya.
"Nak, kau boleh menangis. Jangan di tahan," memutuskan untuk menegur pemuda yang sedari tadi memandang jalanan basah diluar sana. Hanbin tersentak, kaget tentu saja. Lamunannya buyar tapi kemudian tersenyum menatap si supir.
"Ah, tidak paman. Aku baik-baik saja," senyumnya masih tertahan, terlihat sedikit menyedihkan memang. Si supir meringis ketika mendengar ucapan Hanbin yang sedikit bergetar. Ia paham, ini tak mudah untuk pemuda itu mengingat Hanbin bukan berasal dari Korea dan hal ini pasti sedikit banyak membebaninya.
"Aku tau ini tak mudah. Tapi Nak, kau harus ingat bahwa mimpimu tak akan berakhir disini," mata nya sesekali melirik kaca guna melihat ekspresi Hanbin,
"Setelah ini aku yakin, akan ada lebih banyak kesempatan dan peluang yang bisa kau raih. Menangislah jika memang terasa berat,." Hanbin tersenyum mendengarkan setiap kata yang terucap dari si supir, dalam hati membenarkan ucapannya.
"Terimakasih paman, aku akan ingat itu." ucap nya menanggapi si supir.
.
.
.
.Hujan belum juga berhenti bahkan Ketika mobil yang mengantarkannya tiba di pekarangan Asrama. Dibukanya pintu mobil lalu berlari memasuki Asrama setelah mengucapkan terimakasih yang dibalas dengan anggukan oleh si supir.
Sesampainya di kamar, Ia memilih untuk merebahkan diri diatas kasur. Memandang langit-langit ruangan tanpa suara hingga akhirnya sebulir airmata itu lolos membasahi sudut-sudut matanya. Isakannya mulai terdengar lirih, salah satu tangannya Ia gunakan untuk meremat sisi sprei dan satunya lagi menepuk-nepuk dadanya dengan tangan terkepal.
"Aku seharusnya siap, seharusnya tidak sesakit ini kan," ucapnya lirih sambil terus memukuli dadanya.
"Rasanya sesak sekali," Ia kembali terisak sambil sesekali meracau mengatakan bahwa hari ini terlalu berat, terlalu sakit, terlalu mengejutkan. Semuanya seolah terjadi tiba-tiba. Sakit, sesak, putus asa, marah, kecewa, semua bercampur menjadi satu. Ingatannya kembali membawa Ia pada saat evaluasi, feedback yang didapatkan dari produser Ia jadikan pelajaran, dan acuan untuk berusaha lebih keras lagi. Tapi semuanya seolah sia-sia, Ia seolah melewatkan Point yang seharusnya Ia perhatikan dan berakhir pulang.
Pelukan Jungwon tadi masih membekas, isak tangis Jungwon tadi masih terdengar di telinganya. Pelukan erat jungwon tadi seolah memintanya untuk tetap tinggal, seolah mengatakan padanya bahwa Ia tak ingin kembali tanpa Hanbin. Dan ingatan itu membuat air matanya turun kian deras.
Isak tangis Trainee lain juga memenuhi pikirannya sekarang, Ia ingat bagaimana K tadi memeluknya erat sambil sedikit protes menyuruhnya untuk menangis bukan malah tersenyum. Niki bahkan memeluknya erat sekali seolah tak ingin lepas, isakan kecilnya masih bisa Ia ingat, Jay juga memeluknya erat, mengatakan bahwa Ia belajar banyak hal dari nya dan itu membuat otaknya pening sekarang, semuanya berputar seperti sebuah kaset film tanpa henti, Mungkin ini terlalu mendramatisir tapi memang terasa sesakit itu. 9 minggu bukan waktu yang singkat untuk mereka saling mengenal, saling memahami satu sama lain, saling menyayangi satu sama lain. Dan Ia Sadar, semua tangisan tadi, semua pelukan yang di berikan oleh Para Trainee tadi adalah bentuk bahwa mereka menyayanginya.
Ia sudah berjanji akan kembali secepatnya, akan debut secepatnya dan meminta para penggemar untuk menunggunya. Tangisnya mulai berhenti, ditariknya nafas dalam-dalam lalu Ia hembuskan perlahan, begitu terus hingga Ia merasa sedikit tenang. Semuanya sudah selesai, Ia akhirnya pulang. Bebannya sedikit terangkat, walau terasa sesak tapi ada sebagian kecil hatinya mengatakan bahwa ini melegakan. Setidaknya untuk beberapa waktu kedepan Ia tak akan merasa tertekan pada apapun.
Ia pulang tanpa penyesalan, Ia sudah berusaha keras, sudah bertahan sejauh ini adalah pencapaian luar biasa. Sekarang waktunya Istirahat sejenak, akan ada banyak kesempatan lain nantinya.
"Aku sudah bekerja keras, aku akan kembali secepatnya" ucapnya bertekat sebelum beranjak kekamar mandi untuk membersihkan diri.
.
.
.
.
.Sedangkan di lain tempat, ke sembilan Trainee lain nya masih terisak. Setelah mereka meninggalkan Hanbin tadi, setelah pintu tertutup, mereka kembali ke Lobby dengan langkah berat. Isak tangis masih memenuhi ruangan, terlihat Heeseung yang masih memeluk Jungwon yang terisak cukup keras, K yang sedang menenangkan dirinya sendiri, Jay yang menatap kedepan dengan pandangan kosong, Niki yang saling bergenggaman tangan dengan Sunoo guna menenangkan satu sama lain, Daniel yang terduduk dengan kepala menunduk, dan Sunghoon yang terlihat sedang menenangkan Jake dengan menepuk-nepuk tangannya.
Suasana kacau, jelas. Mereka kembali harus merelakan satu diantaranya pulang. Terlalu sakit terlebih ini Hanbin, sosok paling ceria setelah sunoo bahkan ketika mendapatkan feedback yang buruk. Binar matanya mampu membuat mereka semua terpaku, binarnya Tulus seolah hal buruk tak akan pernah terjadi. Perlakuannya tulus, tuturnya lembut namun berefek. Itu sebabnya kepulangannya kali ini memberikan dampak yang cukup hebat bagi mereka semua.
"Dia bahkan masih tersenyum ketika yang lain menangis,"
" Aku ingin marah,." K memecah keheningan setelah merasa sedikit tenang. Jungwon melepaskan pelukan Heeseung lalu menatap K dan menggeleng,
"Aku tak sanggup mengatakan apapun ketika dia mengatakan padaku untuk Jangan menangis," ucapnya lirih disela tangisnya.
"Bagaimana bisa aku tidak menangis bahkan setelah melihatnya tersenyum kian tulus.."
"Dia mengatakan padaku bahwa semua akan baik-baik saja, apanya yang baik-baik saja. Lihat bahkan kita semua menangis seperti bayi ditinggal ibunya,.." Sunoo berucap lantang sambil memegangi sebelah kepalanya. Pening, ia terlalu banyak menangis malam ini.
Suasana kembali hening, tapi isakan tangis disana tak kunjung redam. Masih sambil menangis Heeseung berbisik lirih namun karena suasana hening, semua dari mereka masih dapat mendengarnya.,
"Ayo kita berusaha lebih keras sampai akhir, kita harus mengakhiri nya tanpa penyesalan.."
END.

KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOOT I-LAND
FanfictionHanya tentang penggalan-penggalan kisah manis, asam, pahitnya perjuangan mereka dalam meraih Mimpi. Dipertemukan karena tujuan yang sama, mimpi yang sama, dan doa yang sama. Berkembang untuk tetap tinggal atau Jalan di tempat dan berakhir pulang? ...