Seruni membetulkan ikatan apronnya yang kendor. Ia baru saja keluar dari toilet. Ramainya pengunjung di restaurant, memaksanya menahan keinginan untuk buang air kecil. Dan kini setelah kantung air seninya kosong, barulah ia merasa lega."Girang sekali kamu sehabis bertransaksi? Apa si Miguel tau kalau kamu suka jualan daging mentah di sini?"
Si mulut mercon kembali beraksi.
Seruni tidak langsung menjawab. Ia memikirkan posisinya. Setiap kalimat yang ia keluarkan pasti akan berimbas pada pekerjaannya. Makanya ia masih berusaha bersabar bagai hatinya panas menahan amarah. Bagaimanapun ia membutuhkan pekerjaan ini. Ya Tuhan, panjangkanlah sabarku.
"Saya tidak seperti--"
"Sudah. Tidak perlu susah-susah membantah. Saya telah melihat dengan mata kepala saya sendiri, kalau kamu menerima uang dari staff saya," Antonio bersedekap. Ia sangat menikmati keterkejutan dari wajah sang waitrees. Pasti si waitress cacat ini tidak menyangka kalau transaksinya ia pergoki.
"Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana reaksi Miguel kalau ia tau bahwa salah satu staffnya bertransaksi lendir di sini?"
Seruni masih saja diam. Ia tidak tau harus menjelaskan mulai dari mana, kesalahpahaman yang semakin lama semakin meruncing ini. Kalau ia membantah tuduhan Antonio, CCTV restaurant pasti akan menunjukkan kebalikannya. CCTV hanya bisa memperlihatkan gambar, namun tidak bisa memperdengarkan percakapannya dengan Bian. Kalau hanya berdasarkan visual, tuduhan Antonio memang beralasan.
"Tuan mau apa sebenarnya?" guman Seruni lirih. Ia lelah terus diancam-ancam dan disalahpahami. Makanya ia menanyakan secara blak-blakan saja tujuan utama Antonio.
"Tuan ingin saya dipecat? Kalau pun itu terjadi, apa keuntungannya bagi, Tuan? Jangan menilai sesuatu hanya dari satu sisi, Tuan. Saya tidak seperti yang Tuan pikirkan. Percayalah. Saya hanya mencari makan di sini. Tolong jangan mempersulit posisi saya." Seruni memohon dengan suara bergelombang. Ia tidak mengerti mengapa Antonio sangat membencinya. Masa hanya karena sepotong jas, Antonio sampai sedendam itu padanya?
Antonio tercekat. Sungguh, ia sendiri juga tidak mengerti, mengapa ia sangat terganggu dengan profesi sampingan waitress cacat bername tag Seruni Arkadewi ini. Padahal biasanya ia tidak pernah peduli pada profesi orang lain. Mau mereka itu penjual narkoba, penjual senjata, penjual rahasia negara bahkan penjual daging mentah sekali pun. Selama mereka semua tidak menyenggolnya, ia tidak akan mengusik kehidupan mereka. Tapi tidak dengan penjual daging mentah yang satu ini. Ada rasa tak rela di hatinya setiap kali melihat si Seruni-Seruni ini beraksi.
"Saya mau kamu mengembalikan uang staff saya tadi, karena saya mau membookingmu malam ini. Dan saya tidak sudi memakai barang bekas anak buah saya sendiri. Sekarang jelas 'kan apa maunya saya?"
Seruni termangu. Kesalahpahaman tentang pekerjaan sampingannya sudah melebar ke mana-mana. Sepertinya ia sudah harus mengambil sikap. Antonio yang melihat Seruni kehilangan kata-kata, mengeluarkan bilyet cheque dan pena dari balik saku jas. Menjadikan telapak tangan kiri sebagai alas, ia menandatangani selembar bilyet cheque.
"Ini. Kamu tulis saja sendiri angka yang kamu mau." Antonio menyobek selembar cheque yang sudah ia tandatangani, dan menggenggamkannya pada telapak tangan Seruni.
"Pikir baik-baik, mana yang harus kamu prioritaskan. Rakyat jelata seperti si Bian, atau anak sultan seperti saya. Hidup itu pilihan dan kamu telah memilih jalan yang salah. Tapi setidaknya dalam kesalahanmu, kali ini kamu bisa memilih yang benar. Saya akan menjemputmu nanti malam di mess." Antonio membalikkan tubuh sambil menyumpah-nyumpah dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
BRAVEHEART (Tamat)
RomanceUntuk pemesanan pdf hubungi admin. 082165503008 Admin Nana Seruni Arkadewi merasa dunianya runtuh satu persatu, saat sebuah kecelakaan merenggut kesempurnaan indrawinya. Kedua kakinya yang sebelumnya kuat dan lincah, kini menjadi timpang. Dan terny...