KETIKA sedang beristirahat di kamar setelah hari yang melelahkan, Yuta menemukan sebuah bingkisan yang diletakkan di kasurnya. Dengan wajah penasaran dan malas, tangannya meraih bingkisan itu. Kedua maniknya menatap huruf yang tersusun di surat yang ditempelkan di kotak itu. Dari Taeyong.
"Pakai kemeja ini lalu turunlah ke ruang makan utama."
"Apa-apaan ini? Apa dia mengajakku makan malam berdua?" Yuta mendengus, tapi tangannya bergerak untuk mengganti kemejanya dengan kemeja pemberian calon suaminya tersebut. Kemeja itu bagus dan terlihat berkali-kali lipat lebih mewah. "Seleranya ternyata tidak seburuk yang aku bayangkan," gumamnya. Kedua tangannya bergerak untuk menyimpan baju itu di dalam lemarinya.
Kedua tungkainya baru berhenti melangkah ketika melihat siapa saja yang ada di ruang makan. Orang-orang yang hadir adalah keluarga besar Taeyong! Ada pangeran Jang Hyuk, bersama istrinya yang pernah berkunjung kemari, juga Saerom, Yongae serta Jaewook. Yuta pikir ini hanya makan malam berdua, dia belum mempersiapkan apa-apa untuk ini, sungguh memalukan. Taeyong bahkan tidak memberitahu kedatangan dadakannya akan seperti ini!
Yuta baru terdiam ketika sadar ada sebuah tangan yang merangkul pinggangnya dengan erat. Dia tersadar dan melirik dari ekor matanya hanya untuk menemukan sosok Taeyong berdiri di sebelahnya.
"Untuk merayakan hari ulang tahun calon Ratu kita, Nakamoto Yuta. Dan juga calon dari keluarga besar Lee." Taeyong tersenyum kecil kearah Yuta. "Terimakasih telah memakainya, kau terlihat cantik dengan setelan jas seperti itu."
Taeyong mengangkat gelasnya, seringai penuh kemenangan tercetak dengan jelas di wajah tampannya. Matanya menatap seluruh keluarganya dengan tajam. "Mari kita bersulang untuk menyambut masa depan yang lebih cera di era pemimpin kerajaan yang baru ini. Jangan biarkan hari kemarin merenggut banyak hal hari ini."
Netra setajam elang itu menatap lurus kearah depan. "Karena kesempatan bukanlah hal yang kebetulan, tapi kau yang harus menciptakannya."
──────────── · · · · ✦
"Aku tidak menyangka kamu mengundang keluargamu kemari, kamu bahkan tidak ada memberi kabar sedikitpun!" Dengusan memenuhi ruangan itu, Yuta menatap Taeyong dengan tajam. Tangannya terlipat di depan dada, dia merasa sangat kesal dengan sikap lelaki-nya itu yang selalu menggelar acara dadakan.
"Kenapa? Sebentar lagi hari pernikahan kita, sudah memang seharusnya mereka datang kemari, kan?" Taeyong menggertakkan giginya kesal ketika yang didapatnya hanyalah sebuah dengusan. "Lalu kenapa? Ada apa denganmu hari ini, Yuta?!"
"Aku kesal denganmu, Taeyong!" Ini pertama kalinya Yuta menaikkan intonasi suaranya ketika dia berbicara dengan sang calon suami. Tatapannya tak kalah tajam dari sembilu dan tak kalah dingin dari kutub utara. "Apa aku tidak dihargain disini sebagai seorang Raja? Kau pikir aku ini apa? Wadah penerus keturunanmu? Katakana apapun rencanamu karena aku punya hak untuk ikut campur, bahkan keluargamu. Kamu tidak bisa memutuskan secara sepihak tanpa mengkoordinasikan denganku." Ia menghela napas panjang. "Kau tidak bekerja sendiri lagi, Taeyong!"
Taeyong terdiam, mulutnya terkatup rapat-rapat, dia tidak bisa berkata-kata. Di tatapnya Yuta yang sedang mengambil napas dalam-dalam berusaha mengatur emosinya dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan. "Aku hanya terbiasa bekerja sendiri, karena biasanya aku tidak ingin pekerjaanku diikut campuri oleh orang lain," jelasnya dengan nada yang lembut, dia tahu tidak bisa melawan Yuta dengan nada yang keras juga.
"Ya, ya, tertulis jelas di dalam peraturan monarki absolut." Kata-kata yang keluar dari mulut Yuta begitu pedas dan berhasil membuat Taeyong bungkam sekali lagi.
Taeyong menghela napas. "Hey, kamu tidak apa-apa, kan?"
Kepala Yuta tertoleh kepadanya. Tatapannya keheranan. "Hm, apanya?"
"Soal pernikahan ini," lanjut Taeyong sambil menatapnya tepat di kedua iris coklat mudanya. Tatapan yang membuat Yuta terdiam selama beberapa saat, wajahnya datar, dingin tidak berekspresi.
"Terlambat sudah jika kamu membahas hal itu sekarang. Nasi sudah menjadi bubur, jadi jalani saja. Aku sudah mencoba menerimanya, jadi tolong jangan ungkat-ungkit soal itu lagi." Tangan Yuta terangkat untuk membenarkan baret militernya, sebelum akhirnya berbalik badan dan bersiap-siap pergi sebelum tersadar ada tangan yang menahannya untuk berjalan.
"Terkadang perkataanmu lebih dewasa daripada umurmu." Taeyong memakaikan sebuah kalung ke leher lelaki cantik didepannya ini dengan hati-hati. "Selamat ulang tahun, Yuta-ya," katanya dengan lembut.
Yuta tertegun, dia menatap kalung pemberian Taeyong dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Sebelum akhirnya suara husky milik lelaki tampan di belakangnya itu menyadarkan lamunannya, sehingga membuatnya menoleh kearah belakang. Menunggu dengan sabar apa yang akan dikatakan calon suaminya tersebut.
"Apapun yang terjadi di masa lalu, aku harap tidak berefek terhadap hubungan kita saat ini. Kita jalani tanpa ada rasa dendam sedikitpun sekarang," kata Taeyong sembari menghela napas panjang-panjang. Semuanya terasa rumit, tapi dia akan mencoba menjelaskan kepada Yuta secara perlahan, membuat lelaki cantik itu mengerti apa maksudnya.
Mudah sekali dia mengatakannya, dengan fakta dia yang memenangkan peperangan. Dan Yuta harus menelan ludahnya sendiri? Semakin dia pikirkan, semakin dia mengasihani dirinya sendiri. Tapi ucapan Taeyong ada benarnya juga, jika dia ingin menjalaninya dengan baik, maka Yuta juga akan melakukannya.
Sebelum Yuta memberikan jawaban dan tanggapannya, Taeyong sudah terlebih dahulu menangkup pipi si lelaki cantik. Menatap dalam iris coklat milik Yuta dengan tatapannya yang serius. "Aku bersumpah akan selalu menjaga dan melindungimu dari seluruh bahaya yang mengincar kita diluar sana. Katakan padaku apapun yang membuatmu merasa tidak nyaman."
Yuta menepis tangan Taeyong dari wajahnya, dia menatap Taeyong dengan tatapan yang merendahkan. "Kalau begitu, berusahalah mendapat kepercayaanku, dasar bodoh," umpat lelaki itu dengan seringai di wajahnya.
Taeyong hampir saja tertawa melihatnya, namun dia kulum senyumannya. "Hah, sombong sekali, tapi itu yang selalu aku harapkan darimu. Terkadang, entah kenapa, aku rindu dengan sikap menyebalkan kamu itu."
Sekali lagi Taeyong menarik pinggang Yuta kedalam pelukannya, menempelkan bibirnya di bibir sang submisif, lalu melumatnya dengan lembut. Terlalu cepat hingga membuat Yuta terlambat bereaksi dan hanya bisa menahan rasa terkejutnya ketika sadar apa yang dilakukan Taeyong saat ini—menciumnya.
Tangan Yuta bergerak untuk mendorong dada Taeyong, dia melangkah mundur dengan wajah yang berpaling, mencari pandangan lain untuk ditatap selain wajah tampan sang calon suami. Wajahnya memerah menahan malu. "A-aku akan kembali ke kamarku. A-aku lelah, aku mau tidur. Selamat malam, Taeyong."
Manik Taeyong menatap pergerakan Yuta yang keluar dari ruang makan dengan langkah tergesa-gesa. Dia membenamkan wajahnya di tangannya. "Bakalan susah kalau sikapnya begini terus sampai sekarang," gumamnya dengan nada kecil, tapi ada kebanggaan di dada ketika dia berhasil mencuri ciuman dari istrinya itu.
paduka taeyong mulai beraksi~
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinite Sky, Taeyu.
Fanfiction[DISCONTINUED] [REMAKE FROM THE SERIES INFINITE SKY ON WEBTOON] Pernikahan yang didasari politik harusnya tidak menumbuhkan rasa cinta antar keduanya. Tapi kenapa malah terjadi sebaliknya? © HYUWKIES, 2020. BXB. CRACKPAIR.