Suasana senja. Langit berwarna jingga menghiasi sore itu. Di bagian barat matahari memantulkan sinarnya pada permukaan air laut. Melekuk-lekuk indah. Saat mataku menatap lurus ke depan. Tepat pada pancaran sinar matahari. Aku bisa melihat ada orang lain disana. Meski hanya terlihat siluet aku bisa menebak postur tubuh seorang lelaki sedang berdiri menghadap matahari tepat di tengah bulatan penuh. Rambutnya lurus tipis dan agak sedikit panjang sampai tengkuk leher.
Tiba-tiba ia berbalik dan kemudian ia melangkah mendekat ke arahku dengan tergesa-gesa. Tanpa sadar aku mundur beberapa langkah ke belakang. Ia terlihat semakin mempercepat langkahnya. Lalu ketika aku tersandung ia berhasil menggapai tanganku. Aku tidak berani mendongak untuk mencari tahu siapa sosok tersebut. Jantungku semakin bergemuruh kencang karena takut dan panik.
“Kenapa kau berlari dariku?”
Aku hanya diam menyembunyikan wajahku dengan menunduk. Mulutku bergetar, rasanya sangat sulit untuk mengucapkan sesuatu.
“Sadarlah, aku ada didepanmu. Akulah orang yang kau butuhkan. Akulah yang akan selalu menemani sedihmu dan akulah yang menyayangimu”
Lalu sosok itu mendorongku sampai aku berada ditempat tidur.
“KARIN….!!!”
“Apa kau baik-baik saja?”
Tiba-tiba badanku terasa nyeri, terutama bagian bokongku. Suara teriakkan tadi menyadarkanku bahwa aku terjatuh dari tempat tidur.
“Mama…Trisha…Uh, aku jatuh lagi ya?” gumamku sembari berusaha bangkit dan menahan nyerinya bokongku.
“Ada apa dengan bokongmu? Ck…makanya punya bokong itu yang berisi!” seru Trisha sembari menggoyang-nggoyangkan pinggang dengan menyebalkan. Ya sih, dia memang punya badan yang lebih berisi daripada aku tapi tidak perlu menghinaku seperti itu juga kali!
“Cepat mandi, kau akan terlambat. Mama sudah siapkan sarapan untukmu”
Aku hanya sanggup mengangguk lalu berjalan mengambil handuk. Aku menatap Trisha dengan tajam.
“Apa?...Oke…oke aku akan pergi. Jangan lama-lama ya. 15 menit lagi kita harus berangkat. Atau kita akan terlambat”
Aku mengunci kamar mandi tanpa menjawab ocehan Trisha. Ini adalah hari pertamaku masuk SMA setelah libur kenaikan kelas. Sekarang aku kelas 2 yang berarti aku menjadi kakak kelas. Aku hanya berharap punya nilai yang lebih bagus daripada sebelumnya dan nasib yang lebih baik.
Setelah selesai mandi aku buru-buru memakai seragam putih abu-abu. Lalu mengepang rambutku menjadi dua dengan tatanan berantakan. Memakai kacamata dan terakhir menyemprotkan parfum yang jarang ku ganti sehingga aromanya tetap sama dan jujur membosankan. Tapi aku tidak begitu peduli tentang bagaimana berpenampilan yang baik seperti cewek pada umumnya. Aku sudah nyaman seperti ini.
Saat menuju ruang makan aku melihat tasku sudah siap dengan bekal makanan. Kemudian Trisha berlari menghampiriku setelah menyalami mama.
“Tante! Kita berangkat dulu,…terima kasih buburnya” ujarnya. Aku hanya memutar bola mata lalu menghampiri mama untuk menyalami tangannya.
“Aku berangkat” ucapku kemudian mama merapikan sedikit rambutku yang berantakan.
Suasana dikelas lumayan gaduh. Aku berpisah dengan Trisha karena aku menempati kelas IPS sekarang dan sepertinya teman-teman satu kelasku punya tingkah yang menyebalkan. Contohnya gadis yang berada di sebelahku, dia mengusirku untuk pindah tempat duduk dan alhasil aku berada paling depan. Padahal aku benci berada di depan. Rasanya gelisah dan tidak tenang berada terlalu dekat dengan guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teenager Life
Teen FictionBullying . Rival . Friend . Love Karin, seorang cewek cupu yang punya kacamata kotak kebesaran dan punya hobi membaca buku novel. Sikapnya tertutup oleh karena itu ia tidak pernah pacaran dan sebelum naik kelas ia selalu menjadi yang tidak terlih...