Aku menyapu pandangan sekeliling, mencari teman untuk satu kelompok. Namun belum satupun yang memintaku maupun mau ku ajak berkelompok. Sepertinya mereka benar-benar pemilih. Akupun akhirnya memilih diam dan menunggu ada instruksi lain dari Pak Hendra, selaku wali sekaligus guru Geografi.
“Karin…Mila! Apa kalian sudah memilih kelompok?” Pak Hendra melihat aku dan Mila karena memang sepertinya kami berdua yang belum berkumpul membentuk kelompok. Aku menggeleng begitu juga Mila.
“Ariya! Apa kau sudah menemukan kelompokmu?” teriakkan Pak Hendra sedikit mengejutkan, ternyata cowok yang sedang dipanggil itu tertidur dengan santainya. Oh, ini buruk! Dia cowok yang waktu itu meloncat dari jendela saat hari pertama masuk. Aku buru-buru memalingkan wajah dan meracau sendiri. Berharap aku tidak satu kelompok dengannya.
“Kalian bertiga, satu kelompok. cepat bergabung” seru Pak Hendra dengan nada tenang namun penuh tekanan.
Aku berdiri dengan berat hati. Lalu menuju meja dekat jendela dekat pojok. Tempat cowok itu berada. Kemudian menyusul Mila yang memasang muka sangat jutek. Dia tipikal cewek dingin tapi juga menyebalkan.
Ariya melihatiku dengan tajam. Seperti kali pertama aku memandanganya. Membuatku setengah mati menahan diri untuk tetap tenang. Satu persatu pelipisku banjir keringat gara-gara suasana ini.
“Tugas apa sih?” ujar Ariya, kini mulai melunak dan serius membahas tugas kelompok.
“Presentasi batu-batuan dengan memakai alat peraga. Kita harus membuat skema batu-batuan secara nyata dengan bahan sterofoam” jawab Mila, tetap terlihat dingin.
Ariya mengerutkan dahinya, lalu sedetik kemudian ia mengibaskan tangannya. “Ah…itu mudah, seperti prakarya anak TK kan?”
Aku mengangguk membenarkan. Kemudian Ariya melihatiku. “Kau yang mengerjakan ya?” ujarnya dengan santai. Aku membelalakkan mataku tidak terima.
“Maaf, ini tugas kelompok jadi kalian semua harus ikut andil mengerjakan. Kalau kau tidak mau. Lebih baik kau bilang ke Pak Hendra untuk pindah kelompok” balasku, memberanikan diri untuk menatap Ariya.
Dia kemudian mengendikan bahu. “Kenapa tidak kau saja yang pindah?”
Aku mengepalkan tangan menahan kesal, menatap kearahnya dengan sorot mata tak bersahabat. Kemudian aku berdiri, memanggil Pak Hendra.
“Pak! Apa aku bisa bertukar kelompok dengan yang lain?” ungkapku seraya membetulkan kacamataku dengan gugup. Sebenarnya aku sedikit tidak yakin dia akan memperbolehkanku tapi lebih baik mencoba.
“Kenapa? Apa kau merasa tidak cocok? Kalau itu alasanmu lebih baik kau duduk dan mendiskusikan tugas bersama kelompokmu. Membuang-buang waktu saja!”
Aku menunduk dengan tangan saling menggenggam gelisah lalu duduk kembali. Keadaan itu menimbulkan hening sesaat, membuatku jadi pusat perhatian. Ariya tertawa meremehkan dan itu membuatku semakin diam tak berkutik.
“Lihat! Kau tetap akan satu kelompok denganku. Aku tidak peduli kalaupun kau tidak mau denganku”
Tiba-tiba Mila sudah menyerahkan catatannya. Aku bertugas membuat skema. Sedangkan ia sendiri yang akan memasang rancanganku.Lalu Ariya bertugas membeli peralatan dan menjelaskan presentasi kami.
“Oke, kalau begitu mulai besok aku akan menyerahkan skema”
Pada hari presentasi, seminggu kemudian. Aku dan Mila berboncengan naik motor membawa tugas Geografi.
“Apa kau sudah menghubungi Ariya?”
“Belum, tunggu saja, mungkin sebentar lagi datang” ucapku, seraya mengawasi sekeliling kelas. Namun tidak ada sosok Ariya. Mila mencoba menanyakan pada teman-teman segerombolan Ariya tapi mereka juga tidak tahu kemana perginya dia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Teenager Life
Genç KurguBullying . Rival . Friend . Love Karin, seorang cewek cupu yang punya kacamata kotak kebesaran dan punya hobi membaca buku novel. Sikapnya tertutup oleh karena itu ia tidak pernah pacaran dan sebelum naik kelas ia selalu menjadi yang tidak terlih...