Panas.
Siang ini terasa begitu panas tak seperti biasanya. Bahkan angin yang berhembus sepoi-sepoi tak banyak membantu sama sekali. Beberapa orang terlihat mendinginkan diri didalam cafe dengan minuman dingin yang menyegarkan. Sedangkan yang lain tetap beraktivitas seolah ini bukan apa-apa.
"Ngadem yuk"
Gadis bercepol dengan kaos abu-abu menarik temannya kesalah satu bangku yang berada di dekat sebuah pohon.
"Lu kalau ngajakin ngadem sekalian kasih konsumsi kek, biar berkah"
"Berkah gundul mu. Bangkrut gua punya teman kayak lu"
Gadis berkaos merah mendelik tak suka. Hanya beberapa minuman dinginkan tak apa-apa, pikirnya. Lagipula sayang kalau acara ngadem mereka hanya sebatas duduk-duduk sambil memandang orang berlalu lalang bukan?
"Lah, ngapa lu?"
Anata si gadis berkaos abu-abu memandang curiga pada temannya yang tiba-tiba berdiri lalu berjalan dengan hidung yang bergerak-gerak. Yah mencium sesuatu.
Kambuh lagi nih anak, erang Anata dalam hati. Bukannya bertindak, Anata lebih memilih membiarkan moneya untuk melalangbuana entah kemana. Dia hanya mengamati temannya itu berjalan pelan menuju seorang pria yang baru saja keluar dari mini market.
"Ngapain kamu?"
Tanya pria bertubuh tegap itu pada gadis mungil yang berada dihadapannya.
Matanya memicing, sedikit risih mengetahui bahwa gadis itu tengah mengendus-endus tubuhnya seolah bau badannya adalah hal yang begitu menarik.
"Mas namanya siapa?" Bukannya menjawab sang gadis malah balik bertanya.
"Saya tanya kamu ngapain ngendus-ngendus saya? Kamu pikir saya bau?"
"Iya, masnya bau"
'Sialan' umpat si pria tampan sambil mencoba membaui tubuhnya sendiri. Nihil, tidak ada bau aneh sama sekali. Dia masih harum seperti saat pertama kali menyemprotkan parfum bermerek mahal ke tubuhnya.
"Hidung kamu yang rusak"
"Bener kok mas nya bau. Idung saya ini sensitif loh, jarak 10 meterpun bau mas tetep kecium sama saya" Si gadis tak mau kalah.
"Memang saya bau apa?" Ok dia sedikit penasaran.
"Mas bau uang"
Hening!
Seakan mendapat serangan mendadak, tubuh tegap itu membatu dengan wajah tak percayanya.
Mas bau uang ...
Mas bau uang...
Mas bau uang...
"Maaf mas...maaf...teman saya ini rada geser otaknya" Anata berujar panik sambil sesekali melotot kearah moneya, teman tak tahu malunya.
"Misi ya mas...sekali lagi maaf" Anata kembali bersuara saat pria dihadapan mereka tetap tak menunjukan gelagat ingin bicara.
🍀🍀🍀
"Gila lu, Mon!!!" pekik Anata setelah mereka berada di kamar kos moneya.
Hari libur seperti ini memang menjadi jadwal bagi keduanya untuk bermusyawarah ke kos masing-masing. Dan minggu ini adalah jadwal bagi tempat Moneya.
Setelah insiden luar biasa tadi, Anata segera mengakhiri acara ngadem mereka dan berakhir disini.
"Emang kapan sih gua waras di mata lu? Gua kan selalu gila" Moneya merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis kebanggaannya lalu mengambil toples kripik kentang yang sisa setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Moneya Duita Dollarisa.
Fiksi RemajaNamanya Moneya Duita Dollarisa. 23 tahun, suka uang, Hobby ngumpulin Uang & pecinta uang. Namanya Zean Etrama Dilouister. Uniq? Of course. Blasteran? Bukan, Lokal banget. Terinspirasi dari Cadis Etrama Diraizel doang. 25 tahun, hidupnya datar, ngomo...