Cahaya sang mentari terpantul dari kaca jendela dan menyentuh permukaan kulit Olivia. Kehangatan menjalari tubuh wanita berparas elok itu. Kedua kelopak mata yang menyimpan banyak cerita mulai terbuka perlahan. Samar-samar terlihat seorang wanita berpakaian serba putih sibuk membenahi tirai jendela ruangan tempatnya dirawat.
Entah karena kelelahan atau begitu bahagia, wanita itu bangun lebih siang dari biasanya. Olivia sangat menikmati petualangannya semalam, sungguh perjalanan singkat yang mendebarkan. Sesekali wanita itu tersenyum, mengingat saat-saat bersama sang dokter.
"Selamat pagi, Sayangku," sapa seseorang yang tiba-tiba muncul di balik pintu.
"Pagi Bunda," jawab kekasih Rehan itu lirih.
Olivia menoleh ke sumber suara, bahana seorang wanita yang selalu ia rindukan. Ya, Bella kini berdiri di samping ranjang putrinya dengan senyum mengembang. Sementara sang ayah mendampingi istrinya dengan tatapan haru. Akhirnya hari bahagia ini tiba! Olivia akan segera kembali ke tanah air.
"Bunda ...." Olivia merentangkan tangan, menantikan sebuah pelukan hangat.
Bella menyambut pelukan itu dan mendekap putrinya erat. Bagi Olivia cinta dan pelukan sang bunda adalah vitamin terbaik. Ketika saling bersentuhan, kehangatan menyeruak di hati keduanya. Mereka menitikan air mata, bukan lagi bulir nestapa melainkan suka cita.
"Putri Bunda yang cantik, hari ini kita akan pulang. Apakah kamu merasa bahagia?" tanya Bella sembari melonggarkan pelukan.
"Tentu, Bunda. Olivia sangat-sangat bahagia, saking bahagianya seakan dada ini akan meledak!" seru Olivia riang.
Ozan dan Bella terkekeh mendengar pekikan sang putri. Sebagai orang tua tentu mereka merasa sangat terharu. Kondisi putrinya telah dinyatakan membaik, ini adalah anugerah terindah dari Tuhan. Melebihi apapun yang pernah mereka dapatkan di dunia.
"Lihat ayahmu, lelaki itu hanya terdiam dan tersenyum sejak mendapat kabar gembira ini. Coba kamu sapa, Sayang. Siapa tahu ayahmu akan bersuara," canda Bella.
Ozan mendekati sang putri yang wajahnya terlihat merona dan segar. Lelaki itu memeluk Olivia dan berbisik, "Tuhan mendengar doa kita, Nak."
"Hari ini kami datang menjemput Tuan Putri Olivia. Ayah sangat senang sampai tidak tahu akan berkata apa lagi," sambung Ozan sembari melepaskan pelukan.
"Iya, Yah. Olivia juga tidak menyangka bisa pulih secepat ini."
Bella sibuk mengemasi barang-barang Olivia yang dibantu dengan perawat. Sementara putrinya asik mengobrol dengan sang ayah. Ah, betapa akrab dan harmonisnya keluarga itu. Membuat siapa saja menjadi iri.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini. Segala sesuatu telah terkemas dengan rapi," ajak Bella sembari menarik resleting koper.
Olivia termenung sesaat. "Bolehkah sebelum pergi, aku berpamitan dengan Dokter Gustin?"
"Tentu," jawab Bella dan Ozan serentak.
Mereka tentu tidak akan melupakan jasa dan pengorbanan sang dokter yang telah menyembuhkan putrinya. Ketiganya pergi meninggalkan ruang perawatan dan menuju ruangan Dokter Gustin.
Namun, mereka tidak menemukan sosok jangkung itu. Manik mata Olivia menyusuri tiap jengkal koridor yang ia lewati, tetapi siluet sang dokter belum terlihat. Pada saat bersamaan seorang perawat melintas di hadapan mereka. Ozan mengikuti perawat itu untuk menanyakan keberadaan Dokter Gustin.
"Mohon maaf, Suster. Dokter Gustin ke mana, ya?" tanya Ozan sesantun mungkin.
Suster bername tag Jean itu tersenyum. "Saat ini Dokter Gustin sedang melakukan tindakan operasi gawat darurat. Karena salah satu pasien hemofilia mengalami pendarahan berat."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Olivia
RandomLeukimia, pernah menjadi mimpi buruk bagi seorang gadis yang dipuja dua lelaki sekaligus. Olivia Dera Bellvaria, dia harus memilih dua pilihan. Keluarga dan kekasih yang selalu mencemaskan dirinya, ataukah seorang dokter yang berusaha semaksimal mun...