Chapter 1

1.4K 43 0
                                    

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin aku menginjakkan kakiku di SMA ini, rasanya baru kemarin aku mengenal Nadia, Kak Rehan, dan yang lain. Hari ini adalah hari kelulusan SMA-ku, inilah awal dari perjalanan hidupku.

Terlihat beberapa siswa-siswi datang bersama dengan keluarga besarnya. Begitupun dengan diriku sendiri, aku datang bersama ayah, bunda, dan adik kecilku.

"Aku pasti kangen deh Liv sama kamu kalau kamu mau nyusul Kak Rehan ke London," kata Nadia memelukku begitu erat.

Nadia, dia sahabat terbaik yang pernah aku miliki sepanjang umurku. Dia sahabat yang terus menggenggam erat tanganku. Dan aku, takkan pernah melepaskan genggamannya meski tahu kehidupan Nadia tak seindah di permukaan.

Dia gadis paling hebat yang pernah aku temui.

"Kita kan bisa video call, media sekarang sudah canggih kali Nad!" jawabku mencibir.

"Aku pengen ikut tapi kau tahu kan gimana tuh Tuan Besar sok kuasa!" kata Nadia dengan wajah sinis.

Aku dan yang lain sudah tau kalau Nadia adalah anak dari Tuan Wijaya yang terkenal itu dan Pevita adalah saudara tirinya.

"Aku pasti ngasih kamu kabar kok Nad," ucapku meyakinkan Nadia.

Setelah perpisahan utama, kami mengadakan pesta makan malam sebagai malam keakraban bagi seluruh siswa sebelum kami benar-benar melangkah ke masa depan di hari esok.

Malam ini aku sudah mengenalan dress selutut dengan make up tipis dan juga wedgess senada dengan dressku.

Aku, Olivia Dera Bellvaria. Tak memerlukan make up tebal untuk menghiasi wajahku. Aku telah diberikan anugerah oleh Tuhan, manik mata indah, bulu mata yang begitu lentik, dan juga hidung mancung, serta bibir ranum alami membuat beberapa gadis lain begitu iri denganku.

Aku tersenyum, satu pesan masuk bahwa Kak Rehan sebentar lagi akan sampai di rumahku membuat dada ini berbunga bahagia.

Dengan cepat aku meraih cluth, melangkah keluar dari kamar Tiba-tiba saja tubuhku limbung, aku mencari pegangan untuk menampu tubuhku. Kakiku rasanya begitu gemetar tak karuan.

"Arhhh!" pekikku saat kepalaku tiba tiba pusing. Aku melihat wajahku di kaca.

Hidungku mengeluarkan darah, kenapa ini? Apa mungkin aku kelelahan?

"Aku mungkin kelelahan," gumanku.

Aku berjalan menuju walk in closet yang berada di ujung lorong untuk mencuci hidungku, membersihkan darah dari sana. Tidak mungkin aku membuat seluruh keluarga panik.

Aku menuruni tangga, melihat bunda membawa selimut bersih yang baru saja bunda cuci.

"Sayang kamu sudah siap, ya?" tanya Bunda ketika berhadapan denganku.

Aku tersenyum ke arah bunda.

"Iya, Bun. Kak Rehan sudah hampir sampai."

Kening bunda berkerut, beliau meletakkan tangannya di keningku. Tersirat raut wajah khawatir pada paras ayunya.

"Wajahmu pucat, jangan pulang malam-malam ya," kata Bunda memperingatiku.

"Iya Bun, Oliv pergi dulu, ya," ucapku berpamitan kepada bunda.

Aku tersenyum begitu lembut, tanganku membuka pintu utama dengan mata berbinar bahagia. Di luar sana, sosok lelaki telah berdiri di samping mobil Tesla abu metalik dengan wajah tak kalah bahagianya dariku.

Lelaki itu melambaikan tangannya.

"Lihatlah, My Lovely Olivia yang sangat cantik," tuturnya mengedipkan matanya menggoda.

My Lovely OliviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang