07.0 Jeruk

1.8K 539 9
                                    

Harris berangkat sendirian ke supermarket dan membeli beberapa buah jeruk. Ia mengantongi beberapa jeruk ke dalam kantung plastik. Ketika ia hendak mengambil jeruk terakhir, dia tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang hendak mengambil jeruk yang sama.

Harris melihat siapa yang ditabraknya, lalu ternyata itu adalah Sonya, yang juga sedang menatapnya. Harris mengangguk pada Sonya, lalu memberikan gestur mempersilakan Sonya untuk mengambil jeruk itu. Sonya pun turut mengangguk dan segera mengambil jeruk yang diincarnya.

"Ayu baru saja mengalami insiden, tahukah kamu?" tanya Harris ketika Sonya membalik badannya untuk pergi. Sonya pun kembali berbalik.

"Insiden apa?"

#

"Ayu, ayo turun dan makan sedikit, jangan tidur terus," bujuk Mama pada Ayu. Sekarang ini sudah tengah hari, dan Ayu masih belum turun dari ranjangnya. Dia pun menolak untuk berbicara sedikit pun. Ia membungkus seluruh tubuhnya di bawah selimut dari ujung kaki hingga ujung kepalanya.

Ayu sudah menceritakan sebagian besar dari kejadian kemarin pada orangtuanya. Orangtuanya pun berusaha untuk memaklumi kelakuan anaknya hari ini.

"Ayu, ada yang datang menjengukmu!" ucap ibu Ayu dari lantai bawah. Tak lama, terdengar suara langkah kaki menaiki tangga.

Ayu mengeluarkan kepalanya sedikit dari dalam selimut dan mengintip siapa yang datang. Seorang gadis berkulit putih dengan wajah kemerahan masuk ke dalam kamarnya. Ia menunjukkan ekspresi yang sangat khawatir terhadap Ayu. Sonya langsung menghampiri Ayu, dan Ayu pun segera bangun dan memeluk tubuh bagian bawah Sonya. Sonya membungkuk dan balas memeluk Ayu.

"Ayu, kamu sakit?" tanya Sonya.

Ayu menggeleng sambil tetap memeluk Sonya. Sonya mengelus punggung Ayu, memberikannya ketenangan.

"Aku dengar dari Harris tentang kejadian kemarin," ucap Sonya. "Pasti kamu sangat syok, menemukan seseorang meninggal di depanmu."

Ayu pun menggeleng sambil tetap memeluk Sonya. Perlahan, Ayu menarik kepalanya dan menengadah menatap Sonya. "Harris mana?" tanya Ayu. Sonya menolehkan kepalanya, menatap pintu. Ayu pun mengikutinya, dan melihat Harris sedang berdiri di luar pintu sejak tadi.

Wajah pemuda itu tetap tidak menunjukkan ekspresi seperti biasanya. Dia menatap Ayu dalam diam, lalu melangkah masuk ke dalam kamar Ayu.

Dia tidak bicara apa-apa meski Ayu terus menatapnya. Ayu melepaskan pelukannya pada Sonya, lalu memerhatikan Harris yang berjalan menuju meja belajar Ayu dan meletakkan satu kantung plastik berisi beberapa buah jeruk. Meja belajar itu berada tepat di samping ranjang Ayu dan di depan jendela kamarnya yang tertutup. "Harris, sudah tidak marah?" tanya Ayu tiba-tiba. Harris terdiam, tidak menoleh untuk beberapa lama. Pada akhirnya, dia menoleh dan menatap Ayu di matanya.

"Aku tidak marah," ucapnya tanpa ekspresi.

Ayu mengerutkan bibirnya dan memandang Harris dengan mata yang berkaca-kaca. Harris menghela nafas, kemudian mengambil sebuah jeruk dari kantung plastik yang dibawanya.

"Mau aku bantu kupaskan?"

Ayu mengangguk-anggukkan kepalanya, dan Harris pun langsung mengupas jeruk itu.

Ayu memakan jeruk yang dikupaskan Harris, dan perlahan meneteskan air mata. Ayu pun memakan jeruknya sambil menangis. Sonya dan Harris, tidak berkata apa-apa. Sonya duduk di samping Ayu dan merangkul serta mengusap-usap pundaknya, sementara Harris mulai mengupas jeruk yang kedua.

#

Sonya tidak mampir terlalu lama dan segera pulang. Sonya bilang, dia diminta ibunya untuk membeli jeruk di supermarket. Jika dia pulang terlalu lama, ibunya pasti akan memarahinya.

Harris sendiri masih menemani Ayu meski tidak berbicara apa-apa. Dia duduk di kursi di sebelah ranjang Ayu dan duduk diam membaca sebuah novel. Ayu juga tidak berniat berbicara dan hanya menyembunyikan dirinya di bawah selimut. Perlahan, Ayu pun terlelap.

Sebelum jam makan malam, Harris memutuskan untuk pulang. Dia mengucapkan pamit pada Ayu yang sedang tertidur, lalu berpamitan juga pada orangtua Ayu.

Beberapa menit kemudian, Ayu terbangun karena angin sepoi-sepoi hangat yang meniup wajahnya. Ayu membuka matanya dan menemukan Reno yang sedang bersandar di meja belajar di samping Ayu. Jendela kamar Ayu terbuka lebar, memperlihatkan langit senja yang merah. Kordennya berterbangan karena tertiup angin.

Reno menatap gadis yang sedang murung itu. Ayu tidak berkata apa pun dan hanya melihat Reno.

Reno meletakkan telapak tangannya di atas kening Ayu. Hangat. Rasanya begitu nyaman dan menenangkan. Ayu pun meletakkan kedua tangannya di atas punggung tangan Reno, lalu memejamkan kembali kedua matanya.

Mereka diam dalam posisi seperti itu untuk waktu yang terasa sangat lama. Ayu tidak tahu lagi sudah berapa lama mereka seperti itu, dan juga tidak peduli. Ia ingin posisi itu bertahan selama-lamanya.

Sayangnya, Reno langsung pergi ketika ibu Ayu datang untuk memanggil Ayu bangun dari tidurnya dan memakan makan malam di bawah.

Reno, apakah kamu suatu saat akan meninggalkanku juga?

#

Ayu tidak mengerti. Mengapa dirinya begitu sedih, padahal kesedihan ini bukanlah tanggungannya? Ayu bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah ia pantas, untuk merasa sedih?

Dia hidup di tengah-tengah kehidupan yang damai. Dia sangat beruntung terlahir di dalam keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Dia sangat beruntung bisa bersekolah dan mendapat banyak teman.

Bagaimana jika di luar sana ada orang yang cemburu pada kehidupannya? Bagaimana jika di luar sana ada yang tersakiti karena melihat kehidupan Ayu?

Ayu merasa jika dirinya ini tidak pantas bersedih. Di luar sana lebih banyak orang yang tidak beruntung daripada dirinya. Merekalah yang memiliki hak untuk bersedih. Sedangkan seorang anak kecil seperti dia yang tidak mengerti kesedihan yang sesungguhnya, sebaiknya diam saja.

Mungkin, karena tidak pernah bersedih, maka ia begitu lemah dan mudah menangis. Mungkin karena itulah mengapa dia merasa begitu hancur hanya karena kematian orang yang tidak dikenalnya.

Berikutnya, Ayu berjanji pada dirinya sendiri, untuk tidak menunjukkan kesedihan. Karena dirinya sama sekali tidak berhak untuk bersedih.

Itulah yang dipikirkan Ayu.

Blitheful BalloonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang