06.0 Dunia ini Tidak Pernah Adil

2K 561 7
                                    

Ayu mencari-cari liontin perak di tengah-tengah lumpur. Dia beberapa kali terpeleset dan tercebur, membuat seluruh tubuhnya basah dan kotor.

Dia sama sekali tidak menyerah hingga senja tiba. Gelandangan itu berteriak-teriak, mencoba menghentikan Ayu, tapi tak ada siapa pun yang bisa menghentikannya saat ini. Ayu berusaha keras, tidak peduli akan apa pun. Dia berkonsentrasi mencari liontin perak yang merupakan benda paling berharga milik gelandangan itu.

Gadis itu menggali lumpur, mengangkat batu, dan apa pun yang bisa dilakukannya untuk mencari liontin itu. Ayu menghabiskan waktunya hingga berjam-jam. Seringkali ia tertipu karena sampah yang ada di sungai itu berkilau.

Sungai itu sangat kotor dan bau. Tidak ada seekor ikan pun yang hidup di sungai itu. Entah sejak kapan sungai itu sudah berada di dalam kondisi ini.

Matahari sudah hampir terbenam sepenuhnya. Ayu merasakan kakinya sudah gemetar karena lelah, tetapi ia mencoba menahannya. Keringat terus bercucuran di dahinya. Mengelapnya dengan tangan berlumpur sama sekali tidak berguna.

Saat menunduk, Ayu melihat ada tetesan berwarna merah terjatuh dari wajahnya. Darah di hidungnya kembali mengalir karena dia tidak menghentikannya dengan betul sebelumnya. Ayu menengadah, melihat sosok Reno dari kejauhan yang masih memegang balon hijau. Tampaknya dia sedang berdebat dengan gelandangan tua itu.

Di sisi lain, Ayu merasa bersyukur karena Reno tidak melihatnya saat ini. Selain penampilannya yang buruk, Ayu juga tidak ingin Reno mengkhawatirkan hidungnya yang berdarah lagi.

Ayu mengusap darah di bawah hidungnya dengan lengannya, lalu ia tidak sengaja melihat sesuatu.

Ada sesuatu yang mengkilap di antara lumpur dengan kilau yang berbeda dengan barang-barang sebelum ini. Dengan semangat, Ayu pun berjalan cepat menghampiri benda itu. Ketika diambil, benar saja kalau itu adalah liontin yang dicari-carinya. Ayu juga mengecek bagian dalam liontin itu.

Ia bersorak senang karena berhasil menemukan liontin itu meski hari sudah mulai gelap dan penerangan digantikan oleh lampu jalan.

Ayu berjalan dengan susah payah ke arah gubuk gelandangan itu. Jalannya sangat lambat karena tertahan oleh lumpur. Ayu pun mencoba mengambil langkah yang besar agar bisa tiba di tempat Reno lebih cepat.

Ketika tiba di atas bantaran sungai, Reno maupun gelandangan tua itu tidak ada. Ayu mencoba mengintip bagian dalam gubuk, lalu melihat Reno sedang duduk bersimpuh, memunggungi pintu. Ketika Ayu meneliti dengan lebih jelas, Ayu melihat gelandangan tua itu terbaring di tanah dengan mulut terbuka.

Ayu terjengkang dan terduduk di tanah. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Ayu tidak dapat mengeluarkan suara apa pun. Ayu hanya bisa melihat dari depan gubuk, seorang gelandangan tewas karena penyakit jantung. Di hadapannya, Reno duduk bersimpuh sambil memegang balon hijaunya dengan erat.

Sampai akhir pun, pria tua itu tetap menolak 'kebahagiaan' yang ditawarkan.

Reno menoleh, lalu mengulurkan telapak tangannya yang terbuka ke atas. Mengerti isyarat Reno, Ayu pun memberikan liontin yang didapatkannya pada Reno. Reno meletakkannya di dalam genggaman tangan si gelandangan tua. Setelah itu, dia mengikatkan balon hijau yang sejak tadi dipegang eratnya itu di pergelangan tangan kakek itu.

Reno berdiri dan keluar dari gubuk. Dia berjongkok di sebelah Ayu yang kaku karena syok. Reno menyentuh tangan Ayu, lalu menggenggamnya. Kehangatan mengalir dari tangan Reno hingga memberikan rasa tenang untuk Ayu. Perlahan, rona wajah Ayu kembali normal.

"Reno, kamu tidak apa-apa?" tanya Ayu tiba-tiba. Reno diam, menunggu Ayu melanjutkan omongannya. "Sampai akhir, kakek itu tidak menerima balonmu. Sampai akhir hidupnya, kakek itu tidak bahagia, bahkan setelah kamu tawarkan balon sekalipun."

Blitheful BalloonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang