Chapter 2

182 70 30
                                    

Happy reading.

Tak ada yang lebih menyakitkan dari pada tidak di anggap bukan, kita ada tapi kita di abaikan. Sakit, kata itu seolah-olah sudah terpatri dalam hati Zoya. Ia hancur, ia sedih, ia kecewa, ia capek, dan itu semua ia rasakan sendiri. Ia tak ingin membagikan cerita sedih dalam hidupnya kepada orang lain, cukup dia saja yang sedih.

Hari ini adalah hari ulang tahun adik Zoya, Zela Mecca Talhita. Mereka terpaut dua tahun, Zela kelas tiga SMP sedangkan Zoya kelas dua SMA. Sangat meriah seperti biasanya, saat ulang tahun Zela selalu di adakan pesta. Tidak seperti ulang tahun Zoya, selalu sepi. Semua tidak peduli, bahkan sepertinya mereka lupa. Hanya Bi Eci dan sahabat-sahabatnya saja yang ingat.

Zoya di larang keras menampak kan diri saat pesta ulang tahun Zela, tidak ada alasan pasti Ayahnya melarang untuk tidak ikut pesta. Apa mungkin Zela malu mempunyai kakak seperti Zoya? Ia saja ragu bahwa teman-teman Zela mengetahui bahwa Zela mempunyai seorang kakak.

Happy birthday Zela 2x

Happy birthday 2x

Happy birthday Zela

Suara nyanyian ulang tahun menggema ke seisi ruangan. Semua nampak bahagia, Zoya hanya memandangi dari atas tangga tanpa menampakkan dirinya. Ia tersenyum melihat Zela menyuapkan potongan kue kepada kedua orang tuanya, bahkan Zela mendapat kecupan di keningnya dari masing-masing orang tuanya.

Tidak apa-apa, ia sudah biasa melihat seperti ini. Tapi walaupun ia mencoba untuk terus tidak apa-apa pasti akan terasa sakitnya. Terkadang mencoba untuk pura-pura kuat itu hanya akan berakhir dengan air mata.

Tess

Air mata Zoya sudah tak bisa tertahankan, ia mengusap kasar air matanya. Ia harus kuat, ia harus membiasakan diri. Tiba-tiba ada sebuah tangan mengusap lembut pundak Zoya, ia pun menoleh. Bi Eci tersenyum.

“Gak papa non, kalo sedih di keluarin aja. Jangan ditahan, nanti tambah jadi beban.” Ujar Bi Eci.

“Zoya gak papa Bi, Zoya juga gak sedih kok.” Balas Zoya sambil tersenyum, senyum yang di paksakan.

“Sabar non, segala sesuatu yang di landasi dengan keburukan, kejahatan tidak akan berangsur lama. Semua akan terungkap. Non Zoya sabar kan menunggu semua itu?”

“Pasti Bi.” Ujar Zoya penuh penekanan.

“Bi Eci mau lanjutin kerja dulu ya Non.”

“Iya Bi, silahkan.”

Setidaknya kata-kata dari Bi Eci sedikit menenangkan hatinya, ia tak mau lama-lama bersedih. Ia pun beranjak menuju kamarnya, di sana ia merebahkan tubuh nya di atas kasur. Mencoba untuk menutup mata, tidur, dan melupakan semua yang membuat nya sedih.

Pagi-pagi Zoya sudah rapi dengan seragamnya, ia segera menuju sekolah tanpa melakukan sarapan pagi. Ia tak selalu tak selera makan dirumah, sebenarnya ia sudah di ingat kan berkali-kali untuk sarapan setiap pagi oleh Bi Eci. Tapi ia lebih sering menolaknya karena tidak nafsu.

Di sekolah ia segera menuju kelas, ia harus menuntaskan novelnya hari ini. Ia sudah tak sabar mengetahui ending dari cerita dalam novel itu, tak lama ia pun sudah terlarut dalam cerita tersebut. Ia kadang bisa dibuat menangis tersedu-sedu, tertawa terbahak-bahak karena novel. Itu membuat orang di sekitarnya merasa aneh, dan tak jarang orang mengatai ia gila.

Dia paling benci novel sad ending, itu sangat membuatnya sedih. Oleh karena itu ia menghindari membaca novel yang sad ending. Ia membenci sebuah cerita sad ending, tapi tidak dengan cerita yang mempunyai alur sedih berakhir bahagia. Karena menurutnya wajar bila sebuah proses selalu di iringi kesedihan, semua butuh pengorbanan. Dan tidak ada usaha yang menghianati hasil.

ANDAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang