Chapter 4

155 63 13
                                    

Happy reading.

Zoya menuju makam Ayah kandungnya, ia masih tak percaya bahwa Ayah kandungnya sudah meninggal. Ia bahkan tak ingat wajah Papanya seperti apa. Wajahnya? Nama saja ia baru tahu.

Zoya mencari-cari makam Ayahnya sesuai dengan arahan dari tantenya, dan juga mencocok kan Nama nya. Lama mencari, akhirnya ia menemukan makam yang tepat.

Air mata nya luruh saat melihat nisan Papanya, Leo Aditama. Seorang ayah yang baru ia ketahui adanya kemarin lusa. Akankah masih ada surga untuk orang seperti Zoya? Sungguh ia merasa sangat berdosa.

“Assalamu’alaikum Ayah Leo,” sapa Zoya, air matanya masih senantiasa mengalir di pipinya.

“Ayah Leo ini Zoya, anak Ayah,” tangan Zoya terulur menyentuh nisan Papanya.

“Maafkan Zoya Yah,”

“Maafkan Zoya karena tidak pernah tahu tentang Ayah,”

“Ayah mau kan maafin Zoya?” Zoya mengusap air matanya yang menggenang di pipinya.

“Bahkan Zoya saja tidak bisa memafkan diri Zoya sendiri,” ucapnya sambil menunduk.

“Ayah yang tenang ya disana? Zoya pasti selalu doain Papa, Zoya juga akan sering jengukin Ayah.”

“Zoya pamit ya, Assalamu’alaikum.”

Zoya meninggalkan makam Ayahnya, sembari sekali-sekali ia menoleh lagi ke makam Ayahnya. Rasa bersalah masih bersarang di hati Zoya, Hati ayah mana yang tak sedih jika anaknya tak mengetahui keberadaanya? Pasti Ayahnya sangat sedih sekali.

Andai Papanya masih hidup, pasti semua keadaanya tak seperti ini. Tapi siapa yang bisa melawan takdir? Tugas kita hanya bisa mengikhlaskan semua yang sudah tiada.

Zoya menunggu ojek online yang ia pesan tadi. Tiba-tiba perutnya berbunyi, menuntut untuk di isi. Ia menoleh ke kanan, tidak ada seorang pun penjual makanan. Ia menoleh ke kiri, dapat dilihat ada seseorang mungkin sebaya dengan adiknya atau denganya? Sedang membawa keranjang menuju ke arahnya.

Anak tersebut berhenti, lalu tersenyum kepada Zoya. Di depan keranjangnya tertulis ‘Jual nasi kucing, bayar seikhlasnya' kebetulan perutnya juga sakit, ia pun berniat untuk membeli.

“Jual nasi kucing dek?” tanya Zoya, anak itu mengangguk.

“Kakak beli satu ya, namanya siapa?”

Aneh anak itu hanya diam, raut wajahnya berubah menjadi sedih. Zoya merasa kasihan, apa dia tidak bisa bicara?

“Adik gak bisa bicara?” anak itu mengangguk.

“Bentar,"

Zoya membuka tasnya, ia terlihat mencari-cari sesuatu. Ia memegang buku kecil dan sebuah pulpen.

“Kamu bisa nulis kan? Ini kakak kasih buku sama puplen, nanti bisa kamu gunain buat nulis apa yang pingin kamu omongin ke seseorang.”

Anak itu menerimanya, wajahnya yang tadi sedih kini berganti dengan wajah yang ceria. Zoya tersenyum. Anak itu menuliskan sesuatu di buku kecilnya, lalu memperlihatkan tulisan itu ke Zoya.

“Nama aku Aldo kak, kakak baik sekali. Terima kasih untuk bukunya,”

“Sama-sama,” ujar Zoya setelah melihat tulisan itu.

“Kakak mau beli nasi kucing aku? Ambil kak, gratis buat Kakak.”

Zoya pun mengambil nasi kucing dikeranjang satu bungkus, lalu ia membuka dan segera memakanya. Aldo masih setia berdiri di depanya.

“Duduk sini gih,” tawar Zoya sambil menepuk bangku disebelahnya.

Zoya melanjutkan makanya, setelah selesai ia membuang wadahnya ke tempat sampah.

ANDAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang