Chapter 6

71 5 3
                                    

Happy reading.



“Iya ini Zoya, memang kenapa kalau aku disini?”

“Zoya dengarkan Ayah dul-“

Ucapan Adriyan terpotong oleh Zoya “Apa yang perlu di dengarkan sekarang? Semenjak aku tahu bahwa aku bukan anak kandung Ayah, aku curiga bahwa sebenarnya dari dulu perlakuan buruk yang Ayah berikan adalah di sengaja,”

Adriyan merubah wajah takutnya menjadi tersenyum licik “Akhirnya kamu tahu juga Zoya,” ucapnya.

“Sebenci itu Ayah sama aku? Apa salah aku?!” tanya Zoya sedikit membentak “Apa Yah?!”

“Tidak usah banyak tanya!!” jawab Adriyan sambil menodongkan pistol. Hal tersebut membuat Om Ferry segera menendang Adriyan dari belakang, pistol terjatuh dan berhasil direbut dari tanganya. Kini tanganya di cekal kuat oleh Yeo.

“Sedikit saja anda melukai Zoya, saya tidak bisa menjamin hidup anda akan tenang setelah ini,” ancam Zoya.

“Zoya, sebaiknya kita harus cepat membawa mereka ke polisi.” tawar Om Ferry.

“Tidak Usah Om. Biarkan mereka bebas, saya akan mengikuti alur permainan mereka,” balas Zoya sambil bersidekap dada.

“Dengar Ayah, oh maaf.. Dengar Tuan Adriyan saya akan setia mengikuti alur permainan anda. Saya tidak mau terus dianggap lemah oleh anda, saya akan membuktikanya. Saya akan membuktikan kepada Mama, bahwa anda tak sebaik yang ia kira.” Ucap Zoya penuh dengan penekanan.

“Lepaskan Dia,” perintah Zoya.
Zoya segera menuntun Bi Eci untuk keluar, ia harus segera membawanya ke rumah sakit. Yeo mengikutinya dari belakang.

Om Ferry kembali mengurus dua pria yang menjadi tujuanya tadi. Beberapa penjaga masuk kedalam, mereka semua adalah bawahan Om Ferry yang sudah menyamar.

“Ayo cepat keluar!!” ajak Adriyan.
Mereka semua tertawa mendengar ajakan Adriyan.

“Sial!! Aku dijebak!!” Adriyan berlari keluar untuk menyelamatkan diri.


♥♥♥


“Apa lo beneran masih mau ladenin Ayah lo itu?” tanya Yeo. Zoya berdehem menjawabnya.

“Gue cuma khawatir aja sama lo Ya, Ayah lo itu licik banget. Dan,  setelah ini lo masih mau tinggal serumah sama dia?”

“Berhenti bilang lo khawatir sama gue, gue gak bisa denger itu.” Jawab Zoya.

“Kenapa? Gue akan terus jaga lo selama gue masih ada samping lo,”

Zoya diam, di hati ia berkata. Gue takut pada akhirnya akan jatuh setelah itu, jatuh hati sama lo. Selama ini gak ada orang sebaik lo selain Bi Eci. Dan, gue takut saat setelah gue terlalu jatuh. Lo gak bisa tepatin omongan lo itu.

Zoya sangat takut suatu saat hidupnya akan tambah lebih hancur. Ia takut mengenal sebuah cinta, hidupnya sudah penuh penderitaan. Tak mau jika nanti hidupnya tambah menderita hanya karena cinta.

Hidupnya sekarang bukan hanya tentang cinta, ada hal lain yang lebih penting untuk diperjuangkan. Ia tak mau membuang sia-sia waktunya hanya untuk mengenal sebuah cinta.

“Apa setelah ini Bi Eci tetep kerja di rumah lo?” tanya Yeo membuyarkan lamunan Zoya.

“Itu gak akan terjadi lagi, gue gak mau orang yang gue sayang terluka lagi. Cukup hari ini gue lihat Bi Eci sehancur ini.” Jawabnya sambil memegangi tangan Bi Eci yang sudah tertempelkan Infus.

Untung saja mereka bertiga tadi datang diwaktu yang tepat. Bi Eci tidak mendapatkan luka yang serius. Sekarang ia hanya sedikit syok karena perlakuan tuanya tadi, jadi kini ia istirahat.

“Sesayang itu lo sama Bi Eci?”

“lo tau jawabanya. Gak usah basa-basi.”

Yeo mengela nafasnya. Susah sekali untuk memuali pembicaraan pada Zoya, jawabanya selalu saja ketus. Acara basa-basi nya terpaksa tertunda.

Yeo melihat jam dinding, sekarang sudah jam dua pagi. Ia harus segera pulang sebelum Mama dan Papanya bangun, dan juga besok ia harus tetap sekolah.

“Gue pulang dulu, lo besok sekolah nggak?”

“Nanti siapa yang jaga Bi Eci kalo gue sekolah? Mikir kalo punya otak!” jawab Zoya ketus.

“EH LO, KURANG AJAR!! LO YANG MIKIR!! EMANG DISINI SUSTER DI GAJI BUAT APA BEGO?!!” balas Yeo kelewat kesal.

Zoya berpikir, benar juga yang di ucapkan Yeo. Kenapa dia bisa bego begini? Mungkin karena efek kelelahan.

“Besok pagi gue jemput ya, tembok berjalan.” ucap Yeo sambil melambaikan tangan. Belum sempat Zoya menjawab, Yeo sudah melenggang pergi.

“Den Yeo orang baik Non,” Zoya menoleh ke sumber suara. Bi Eci sudah bangun, mungkin karena teriakan Yeo tadi.

“Bi Eci gimana sekarang rasanya? Masih ada yang sakit?” tanya Zoya.

“Nggak ada Non, Bi Eci Cuma ngerasa lelah aja,” jawab Bi Eci.

“Yaudah Bi Eci istiraht aja lagi, biar Zoya tungguin disini,”

“Non Zoya juga harus istirahat,” ujar Bi Eci “ Besok sekolah kan? Katanya mau dijemput Den Yeo,” lanjutnya.

“Jadi Bi Eci denger tadi?!” tanya Zoya kaget.

“Sedikit,” jawab Bi Eci sambil tertawa samar “ Yaudah Non tidur sekarang, mau tidur di sofa apa di samping Bibi disini?” tawar Bi Eci sambil menepuk-nepuk sebelahnya.

“Emang bisa?” tanya Zoya.

“Badan Bi Eci kecil, Non Zoya juga. Insha Allah cukup,”

Bi Eci memiringkan posisi tidurnya. Kini, tersisa setengah bagian untuk Zoya. Ia pun memposisikan dirinya senyaman mungkin, Bi Eci memeluk Zoya. Ia pun menikmati setiap detik pelukan Bi Eci.

Pelukan yang selalu membuat Zoya kembali bersemangat, dikala semua kesedihan datang menimpanya. Pelukan Bi Eci sangat berpengaruh untuk tumbuhnya semangat dalam hidupnya.

Tak lama, Zoya terlelap dalam tidurnya. Bi Eci melepas pelukanya, ia memandang Zoya dengan penuh kasihan. Kantong mata yang menghitam, wajah nya terlihat sekali memendam banyak ksesedihan.

Tapi Bi Eci percaya, bahwa Zoya adalah anak yang kuat. Dia pasti bisa membuktikan kepada dunia bahwa dia bukan manusia lemah.

Bi Eci mengelus rambut Zoya “Di dunia ini memang banyak orang yang jahat. Tapi juga, tidak sedikit terdapat orang-orang yang baik.” ucap Bi Eci.

Waktu terasa berjalan begitu cepat, Zoya terbangun dari tidurnya. Padahal baru sebentar dia merebahkan tubuhnya, kenapa sekarang sudah pagi saja.

Zoya terbangun karena merasa ada orang didekatnya.

“Pagi Mbak!” sapa suster di samping Bi Eci, suster tersebut sedang membenahi infus Bi Eci.

“Pagi,” jawab Zoya, ia pun beranjak menuju pintu guna menuju kamar mandi. Zoya kan akan sekolah nanti.

Zoya berhenti saat didepan pintu, tangan memegang kenop pintu “Gue kan gak bawa seragam? Terus gimana sekolahnya?” ujar Zoya menanyai dirinya sendiri.

Tiba-tiba pintu terbuka, mengakibatkan kening Zoya terpentok pintu didepanya. Ia pun mengaduh sambil mengusapi keningnya.

“Ehh ada orang, maaf ya ga sengaja.” kalian tau siapa pelakunya? Jelas si pengganggu Yeo. Ia menyengir menatap Zoya.

“Nih gue bawain lo seragam, tas, buku, pokoknya semuanya dah. Semuanya ada, termasuk yang itu juga gue bawain.” ucap Yeo.

“Yang itu apa maksudnya?” tanya Zoya polos.

Astaga!! Apa Yeo harus mengucapkanya. Kenapa Zoya gak peka banget sih, polosnya terlalu natural. Mana wajahnya gak ada ekspresinya lagi.

“I..itu daleman,” jawab Yeo sambil melihat ke arah lain.

“Oh.”

Oh? Katanya, hanya Oh? Bisa-bisanya dia menjawab hanya dengan dua huruf, Oh?. Kenapa jiwa kejantanan Yeo sekarang merasa ternodai ya?

Zoya keluar tanpa mengucapkan kata apapun selain kata ‘Oh’ tadi. Yeo menarik nafasnya dalam-dalam, sambil mengucap istighfar berkali-kali dalam hatinya.

“Untung sabar gue unlimited,” ucapnya sambil mengelus dadanya.

Yeo masuk ke dalam ruangan, ia menyapa Bi Eci dan duduk di sofa yang ada disana. Ia membuka instagramnya.

“Hmm si tembok berjalan punya instagram nggak ya? Coba gue ketik namanya di pencarian kali ya, mana tau ada.”

Ia mengetikkan nama Zoya, lalu muncul beberapa akun. Ia menombol urutan paling atas, tidak ada foto orang. Semua isinya sebuah foto pemandangan dan captionya juga seperti sebuah puisi.

Apa benar ini insatagram Zoya? Ia mencoba mencari nama teman Zoya di pengikutnya. Ada! Ini memang benar Instagram Zoya. Isi instagram Zoya sangat menggambarkan dirinya. Tenang dan sangat tertutup.

ANDAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang