Happy reading.
Bi Eci sedang membersihkan kamar Zela. Kamar Zela berada di sebelah kanan kamar Tuanya. Setelah semua bersih, ia menuju kamar sebelah nya dari balik pintu,sayup-sayup ia mendengar tawa dari kamar tuanya, ia pun mencoba mendengarkanya.
“Hahaha, kau memang sangat bodoh dan lemah Zoya,” satu kalimat yang Bi Eci dengar.
“Berulang kali aku mencoba menyingkirkanmu, tapi selalu gagal,”
“Terpaksa aku harus membunuh mu secara perlahan, aku tak akan pernah suka keberadaanmu dirumah ini,”
Bi Eci yang mendengarnya pun menutup mulut, tak menyangka bahwa tuanya ini sangat membenci Non Zoya. Apa salah Non Zoya? Kenapa tuanya sangat ingin dia mati?
Pintu kamar terbuka, Bi Eci sangat terkejut dan takut. Melihat tuanya yang kini memandangnya tajam, Bi Eci yang terlanjur ketakutan pun berbalik dan mencoba pergi.“Berhenti.” Ucap Tuan Adriyan.
“Ada apa T..tuan?” tanya Bi Eci ketakutan.
“Saya tahu kamu mendengarkan semua apa yang saya katakan tadi.” Bi Eci menelan ludahnya sambil menunduk.
“Saya harap kamu bisa tutup mulut, kalau tidak,” ucap Adriyan sengaja di gantung.
“Seperti yang kamu tahu tadi, saya orang yang nekat.” Lanjutnya sambil berlalu.
Ia harus bagaimana sekarang? Melaporkan kepada Non Zoya? Ia sangat kasihan melihatnya. Tapi, ia tak tahu dampaknya jika ia mencoba buka mulut. Jika di lihat dari wajah Adriyan, ia tidak main-main.Bi Eci melanjutkan tugasnya, ia melihat Zoya sedang membuka kulkas untuk mengambil minuman. Rasa bersalah menghantuinya, ingin sekali ia memberi tahunya tapi, takut mendominasi hatinya.
“Bi Eci.” Panggil Zoya.“Ehh iya Non, ada apa? Non butuh sesuatu?”
“Bi Eci kenapa? Kok dari tadi Zoya lihat ngelamun terus,”
“N..nggak papa kok Non,” ujar Bi Eci sambil tersenyum.
“Ohh yaudah, Zoya kekamar dulu ya,”
“iya Non,”
Zoya berjalan menuju kamar nya sambil bersenandung, ia melewati ruang kerja Ayahnya. Entah dorongan dari mana, ia sangat ingin masuk kesana.
Di dalam terpajang foto keluarga, lengkap, Ayahnya, Mamanya, Zoya, dan juga Zela. Di foto ia masih kecil, mungkin umur enam tahun. Saat itu ia masih bisa menikmati kasih sayang dari orang tuanya, terutama dari Ibunya.
Ia berjalan menuju meja, di situ terlihat berkas-berkas tertumpuk. Ia meraih sebuah map yang terbuka, ia pun membacanya. Map terjatuh, ia masih tak percaya apa yang dibacanya saat ini. Apakah ini benar? Ia mencoba menepuk-nepuk pipinya, ini bukan mimpi. Tapi nyata.
Ia berlari menuju kamarnya, ia menutup kamarnya dan menguncinya. Ia berdiri di balik pintu sambil memegangi dadanya, sakit. Ia tak bisa menerima kenyataan ini.
Suasana ruang keluarga sekarang sangat tegang, semua penghuni rumah di kumpulkan disitu. Semua menatap Adriyan, ia terlihat sangat marah sekali.❤❤❤
“Masih nggak ada yang ngaku?” tanyanya penuh penekanan.
“Demi Tuhan saya tidak tahu tuan, tuan bisa cek di kamar saya.” Jawab Bi Eci.
“Mecca coba kamu cek,” Mecca Ibu Zoya pun mengangguk.
Setelah lima menit mencari, Mecca kembali. Ia menggeleng pertanda bahwa ‘tidak ada'
“Kamu Zoya. Kamu yang ambil uang Ayah?” tanya Adrian pada Zoya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANDAI
Roman pour Adolescents[ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ] [ JANGAN LUPA VOTE & KOMEN JIKA KALIAN TERTARIK DENGAN CERITA INI ] Zoya Mecca Talhisa Si pecinta senja dan pembaca novel cinta. Mungkin hidup nya tak seindah senja, dan mungkin serumit novel cinta yang ia baca. Tapi, bu...