Lemme Photograph

885 126 6
                                    

Gadis itu dengan telaten merangkai bunga Lily putih di dalam bucket. Cukup banyak pesanan pelanggan hari ini. Sepertinya mereka akan merayakan hari ibu yang jatuh pada esok hari.

Hari ibu.

Entah sudah berapa lama Daffina tidak mengunjungi makam sang Bunda. Terakhir ia ingat, setelah pembagian rapot kenaikan kelas, kurang lebih enam bulan yang lalu. Di hari ulang tahun sang Bunda, bersama Joan dan Haikal. Karena saat itu Daffa sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

"Apakah sulit, Daffina?"

NathaniaㅡIbunda dari Chandra. Pemilik toko bunga tempat Daffina bekerja sekarang. Wanita paruh baya itu tersenyum melihat hasil rangkaian bunga buatan Daffina.

"Cantik sekali. Sepertinya kau memang diberikan Tuhan banyak keahlian. Kau juga gadis yang kuat dan mandiri."

"Terima kasih, Bibi ...."

"Panggil Bunda saja, ya."

"Baik, Bunda ... terima kasih banyak ...."

Nathania mengelus pucuk kepala Daffina dan berlalu. Gadis itu tersenyum simpul. Ia bersyukurㅡsangat bersyukur karena masih ada orang-orang yang menyayanginya.

Kling kling!

Suara lonceng pintu masuk toko bunga itu berbunyi. Seseorang dengan pakaian seragam sekolah yang sama dengan seragam sekolah Daffina. Lelaki itu terlihat memperhatikan rak bunga yang ada di tengah toko.

"PermiㅡDaffina?" Ekspresi terkejutnya kentara sekali. Jeffrey sampai menutup mulutnya karena terlalu terkejut. Daffina baru tahu jika lelaki itu terlau berlebihan mengekspresikan diri. Meski itu murni dan alami.

"Uhm, ada yang bisa aku bantu?"

"Kau bekerja di sini?"

"Ya."

"Ehm, begitu. Aku mencari bunga yang cocok untuk hari ibu. Selain bunga yang sedang kau pegang."

"Mengapa?"

"Tidak ada. Hanya ingin sesuatu yang lain. Apa yang paling cantik di sini?"

"Tulip?"

"Kau bertanya padaku?"

"Ayolah, Jeffrey. Aku baru satu jam bekerja di sini. Aku bahkan belum mengetahui semua nama bunga di toko ini."

Tiga kalimat, sembilan belas kata, kalimat terpanjang yang pernah Daffina ucapkan pada Jeffrey. Rekor baruㅡbatin Jeffrey.

"Baiklah kalau begitu, aku memilih bunga tulip peach saja. Karena aku juga tidak banyak tahu nama bunga besertaㅡfilosofi khusus di dalamnya." Jeffrey tersenyum simpul. Daffina mengangguk kecil dan memilih tulip peach segar di ujung ruangan. Lalu mengambil bucket di rak tempat bucket, kemudian kembali duduk di tempatnya semula.

Ke manapun Daffina beranjak, Jeffrey selalu mengikuti. Persis seperti satelit. Sementara si gadis fokus merangkai bunga, Jeffrey kini mengambil setangkai bunga mawar berwarna merah muda.

"Aku ingin yang ini juga. Boleh meminta sticky notes?"

"Silakan saja, di atas etalase," jawab Daffina.

Tak berselang lima menit, bunga tulip yang Daffina rangkai sudah selesai. Gadis itu menghampiri Jeffrey yang duduk di bangku depan etalaseㅡmasih memperhatikannya.

"Bungamu."

"Wow ... sangat cantik. Terima kasih banyak! Kau ahli sekali membuat seperti ini." Jeffrey tersenyum manis sembari terus menciumi wangi bunga itu.

Butterfine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang