Untuk menghilangkan suntuk sendiri di rumah, aku mengikuti beberapa kursus. Awalnya suamiku tidak menyetujuinya, tetapi aku bersikeras. Pekerjaan Mas Danu sedang menumpuk, dia tidak sempat pulang sebulan sekali. Belakangan bahkan sudah tiga bulan tidak pulang. Absennya kehadiran buah hati membuatku dilanda kesepian. Itu sebabnya aku mencari kesibukan di luar.
Hari ini jadwal kursus, semua berjalan lancar. Selama hampir seharian menyimak dan mempraktekkan langsung resep yang diberikan chef Arman. Pria keturunan Tionghoa yang jago membuat berbagai macam pastry.
Sejak ditinggal Mas Danu, aku yang terbiasa manja harus berusaha menjadi mandiri. Meskipun untuk perjalanan ke kota hari ini, hati diliputi perasaan gelisah, karena suamiku setengah hati mengizinkan.
Kursus berakhir tepat pukul empat sore. Seluruh peserta sudah meninggalkan tempat. Hanya aku seorang diri yang baru bersiap pulang. Jarak antara rumah dan tempat ini lumayan jauh. Tiga puluh menit lamanya, jika ditempuh menggunakan sepeda motor.
Baru lima ratus meter meninggalkan tempat kursus, motor tiba-tiba mogok.
“Ya Allah, kenapa gak bisa distarter.”
Bensin terisi penuh, lalu apa yang menjadi masalah. Biasanya tidak pernah macet seperti ini. Aku mengusap peluh di dahi. Sudah sepuluh menit berusaha menyalakan motor tetapi hasilnya tetap sama. Mati. Kuputuskan mendorong motor sampai bertemu bengkel.
Jalanan masih ramai, di perempatan depan bahkan terlihat macet. Aku berhenti sejenak, memejamkan mata karena pening yang mulai menyerang. Merasa lelah karena harus mendorong motor sampai bengkel.
Jalanan aspal terlihat basah karena tadi sempat diguyur hujan deras. Sebuah bengkel terlihat di depan mata.
Alhamdulillah. Sampai juga. Aku mengurut kaki yang pegal. Setelah menyerahkan motor pada pekerja bengkel, aku duduk di bangku plastik yang menghadap jalan raya. Mendung kembali menyelimuti langit. Sepertinya akan hujan deras.
“Waah, ini V belt-nya putus, Mbak, harus diganti. Tapi barangnya lagi kosong, Mbak tinggalin nomor telepon nanti kalau udah selesai saya hubungi.”
Aku memberikan nomor telepon dan meminta si mas untuk miscall ke nomorku. Setelah itu kucoba memesan gojek. Beberapa menit menunggu tidak ada yang merespon. Kuputuskan menyusuri jalan dan mulai mencari siapa tahu ada ojek pangkalan.
Aku berdecak, gerimis mulai turun. Bisa gawat kalau masih tidak bisa mendapatkan tumpangan.
“Ya Allah. Gimana ini? Kenapa gak ada gojek.” Aku menggerutu sendiri.
Rintik hujan mulai membasahi dress biru yang kukenakan. Sepatu flat yang menutupi kakiku sudah dekil karena beberapa kali menginjak genangan air.
Aku berdiri di pinggir jalan, menunggu gojek yang melintas. Sedikit merapatkan badan di emperan toko berlindung dari gerimis. Mengambil gawai di tas dan mulai menghubungi Mas Danu. Tidak lama terdengar sahutan dari ujung telepon.
“Mas ... motornya mogok di tempat kursus, mana mau ujan.” Aku mengadu manja pada suamiku. Terdengar helaan napas berat dari ujung telepon.
“Mas kan udah bilang, gak usah kursus jauh-jauh. Sekarang jadi repot sendiri!” seru Mas Danu mengagetkan. Aku berniat meminta solusi, tetapi dia justru marah.
“Mas kok jadi marah, tadi kan udah kasih ijin.” Suaraku terdengar parau, air mata mulai memenuhi kelopak mata.
“Kasih ijin karena Adek maksa terus,” serunya lagi. Dadaku panas, air mata pun mulai membasahi pipi. Tanpa mengucapkan salam kututup panggilan dan meletakkan gawai di tas. Selalu seperti ini. Belakangan Mas Danu kerap berkata ketus dan membuat jengkel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dicintai Suami Tetangga
RomanceKesepian, itu yang dirasakan Indah saat harus tinggal terpisah dengan suaminya. Pada saat bersamaan, datang sosok Hamza yang selalu memberi perhatian lebih. Terlebih Danu, suami Indah belakangan mulai cuek. Saat cinta datang di waktu yang tidak te...