Bab 4

209 7 0
                                    

Ketidakhadiran sering kali menjadi penyebab rapuhnya sebuah hubungan. Karena itu kepercayaan dan kejujuran menjadi kunci penting dalam sebuah hubungan. 


***

Dalam sebuah hubungan jarak jauh, tidak ada yang lebih membahagiakan selain pertemuan. Rindu yang tersimpan sekian purnama, akan berujung pada keindahan memandangnya secara nyata. Bukan lagi lewat suara, atau video call yang selama ini aku lakukan. Namun, mendekapnya dalam keremangan malam, dan menikmati setiap sentuhan yang memabukkan. 

Setelah lebih dari tiga bulan Mas Danu tidak pulang, hari ini menjadi ujung penantian. Suamiku mengabarkan akan tiba di rumah sore nanti. Segala persiapan dilakukan sejak pagi. Membersihkan rumah yang sesungguhnya selalu bersih. Mengganti sprei, memastikan kamar wangi supaya Mas Danu nyaman. Memasak makanan favoritnya. Serta memilih pakaian apa yang akan kukenakan untuk menyambutnya. 

Aku ingin menampilkan yang terbaik untuk suami. Tidak akan kubiarkan dia melupakan pertemuan kami yang hanya beberapa hari ke depan, sebelum akhirnya kembali bekerja. Aku harus tampil semenarik mungkin di depannya. 

Setelah menyelesaikan sajian untuk menyambut Mas Danu. Aku bergegas membersihkan diri, sedikit melakukan luluran dan masker. Jam menunjukkan pukul empat sore, satu jam lagi Mas datang sesuai perkiraan yang aku hitung. 

Selesai mandi, aku berdiri terpaku di depan lemari. Memilih pakaian mana yang akan kukenakan kali ini. Pilihanku jatuh pada dress merah maroon sepanjang lutut, bagian atas pas membentuk badan dengan potongan kerah sabrina. Model baju yang memperlihatkan bahu dan leher jenjang yang mulus.

Kupoles bedak tipis-tipis, sedikit perona pipi dan lipstick merah. Rambut panjang hitamku kugelung asal, menyisakan anak rambut menjuntai di bagian leher. 

Aku memutar badan, memastikan penampilan sempurna dan ... perfect. Sebagai pamungkas, kusemprotkan parfum aroma orchid, wewangian yang hanya kupakai saat Mas Danu berada di rumah. Seulas senyum terukir di bibir, saat melihat tampilan diri di cermin. Suamiku pasti menyukainya. 

Kuambil gawai di nakas, berniat menghubungi Mas Danu sudah sampai di mana, “Ya Allah, mati.” 

Aku menepuk jidat menyadari kesalahan. Sibuk berbenah membuatku lupa mengecek gawai yang lowbat. Setelah menyambungkannya pada pengisi daya, aku duduk menunggu di ruang tamu. Belum lima menit berada di sana, terdengar ketukan pintu. 

Senyum mengembang menghiasi bibir. Orang yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Kubuka pintu perlahan menyambut kedatangan belahan jiwa.

“Mas Danu, Indah u-dah ....” Suaraku terhenti. Pria yang kini berdiri dua langkah di depan terlihat bengong. Mata tajamnya mengamatiku dari ujung atas sampai bawah.

“Eheeem, ada apa, Mas?” tanyaku dengan ketus. 

“I-ini, Mas-mu nelpon, katanya kamu gak bisa dihubungi tadi.”

 Salah tingkah Mas Hamza menyerahkan gawainya. Pria itu menatapku lekat, terpesona.  Kuambil gawainya dan masuk untuk menerima panggilan telepon.

“Assalamu’alaikum, Mas.”

“Wa’alaikumsalam, Dek, kok hape-nya  gak bisa ditelpon? Mas hubungi dari siang gak bisa.” 

“Hape mati, lowbat. Mas udah di mana? Kok belum sampe?” tanyaku dengan nada merajuk. 

Terdengar tarikan napas panjang dari ujung telepon.

“Maaf, Dek, mas gak jadi pulang, tadi ada insiden di tempat kerja. Mas gak bisa ninggalin gitu aja. Setelah urusan selesai, mas janji secepatnya pulang.” 

Dicintai Suami TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang