Di Antara Mereka

5.4K 435 38
                                    

Sejak punya ponakan, jika Dirga sedang libur, sering main ke rumah Suci. Hari ini dia hampir seharian di rumah Suci. Menghabiskan waktu bersama bayi lelaki yang usianya baru dua bulan itu.

Sore ini Dirga membantu Suci memandikan anaknya. Dia menyiapkan baju dan perlengkapan untuk keponakannya itu.

Sebagai masinis, Yogi jarang pulang. Jadi, Suci sudah biasa melakukan semuanya sendiri. Hanya dibantu ART kadang Rosita datang ke rumah. Mereka belum menemukan baby sitter yang cocok.

"Ga, aku mau tanya, boleh?" kata Suci setelah Bari, putranya, siap diajak jalan-jalan sore.

"Tanya aja."

"Ayo, sambil jalan," ajak Suci menurunkan Bari ke kereta dorong khusus bayi.

Mereka berjalan santai di komplek sambil mengobrol. Dirga mendorong kereta bayinya pelan supaya Bari nyaman.

"Ga, sebenarnya alasan kamu mau menikahi Aurora apa sih? Kalau ujungnya begini."

"Entahlah, Kak. Aku juga bingung. Jujur nih, kali ini aku mengikuti kata hati. Enggak tahu apa alasannya aku mau sama dia. Rasanya kasihan aja sama dia."

"Cuma kasihan? Bukan cinta?"

Dirga diam sambil berpikir tentang pertanyaan Suci itu. Bertanya pada dirinya sendiri, apa arti perhatian dan pedulinya kepada Aurora selama ini? Dia pun masih bingung. Dirga belum mendapatkan jawaban dari dirinya sendiri.

"Kamu marah enggak misalkan Aurora dekat sama pria lain?"

"Iyalah! Dia kan, istriku."

Suci tersenyum simpul. "Apa itu artinya ... kamu cemburu? Apakah kamu sudah mulai mencintainya?" Sengaja Suci setengah menggodanya.

"Kak, sejak aku kehilangan Lili, aku enggak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Aku lupa rasanya mencintai wanita selain dia. Perasaanku gitu-gitu aja."

"Kalau sama Aurora bagaimana perasaanmu?"

"Aku simpati sama dia. Rasanya pengin melindungi dia karena cewek itu ceroboh dan pikirannya pendek. Aku enggak mau terjadi sesuatu sama dia. Apa itu bisa menjadi alasan kalau aku sudah jatuh cinta sama dia?"

"Belum, Ga. Jika kamu masih sering memikirkan Lili, itu artinya kamu masih setengah hati sama Aurora."

"Aku masih belajar mencintainya, Kak. Menerima Aurora masuk dalam hidupku."

"Dengan cara?"

Dirga menggeleng lemah lalu menarik napas dalam. "Aku enggak tahu, Kak. Bingung! Apalagi sikap dia sekarang, aku tambah bingung. Mauku, kami tinggal satu rumah. Biar aku bisa membiasakan diri sama dia. Aku bisa mengenalnya lebih jauh, siapa tahu hatiku bisa terbuka pelan-pelan."

"Sudah bicara hal ini sama dia?"

"Mau bicara gimana? Ketemu atau lagi papasan di bandara saja kayak orang enggak kenal. Aku panggil, tanya masih enggak uangnya, jawabnya singkat terus pergi. Aku ajak makan bareng, dia lebih milih makan sama teman-temannya. Terus aku gimana?"

"Telepon dong, Ga. Buat apa punya ponsel. Chat juga bisa."

Seketika Dirga teringat pesan yang waktu lalu Aurora kirimkan. Lalu dia perlihatkan kepada Suci.

"Kok kamu jawabnya 'oke' sih?"

"Terus aku harus jawab apa, Kak? Maksud dia apa aja aku enggak paham."

"Kalau Kakak pikir sih, kayaknya dia lagi ada sesuatu deh, Ga." Suci mengembalikan ponsel itu kepada Dirga.

"Sesuatu gimana?" Dirga mengantongi ponselnya lagi.

Halo, Kapten! (Izinkan Aku Mengetuk Pintu Hatimu) "KOMPLIT"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang