Hari Berbahagia

6.6K 530 28
                                    

Di rumah Vera masih ramai walaupun acara sudah selesai. Berbulan-bulan menyiapkan semua, akhirnya hari ini Vera dan Panji resmi menikah. Anak-anak Panji tampak begitu bahagia menerima Vera, bahkan mereka juga terlihat akrab kepada Aurora dan Dirga.

Lelah, letih, dan sekujur tubuhnya terasa pegal, seharian dia menerima tamu dan membantu Suci mengatur acara. Walaupun sekadar ijab kabul, tetapi Aurora ingin memberikan yang terbaik untuk semua tamu yang hadir menjadi saksi bersatunya cinta Vera dan Panji dalam ikatan sakral.

"Yang," panggil Dirga saat Aurora ingin menutup pintu kamar mandi. "Mandi bareng," ujar Dirga lalu menyusulnya.

Di dalam kamar mandi, Aurora dan Dirga saling membantu menyabuni, Aurora mencukur bulu halus yang mulai tumbuh di sekitar bibir Dirga, dan sesekali Dirga menggoda Aurora untuk melayaninya. Namun, Aurora menolak, dia kurang nyaman bila melakukan hal itu di kamar mandi. Walhasil, Dirga hanya dapat meraba dan menciumi istrinya.

"Udah yuk!" ajak Aurora setelah mereka selesai menggosok gigi.

Keluar kamar mandi, Dirga memeluk Aurora dari belakang. Mereka hanya mengenakan handuk. Dirga melilitkan di pinggang, sedangkan Aurora melilitkan di dada.

"Ayooo, buruan ganti baju. Terus salat Magrib." Aurora melepas tangan Dirga yang melingkar di perutnya.

"Bentar," tolak Dirga. "Sayang, kapan?" tanya Dirga mengelus perut Aurora.

Aurora paham maksud Dirga. Dia lalu tersenyum, membalikkan badan, dan mengalungkan kedua tangan di tengkuk Dirga.

"Kalau kamu sudah mencintaiku."

"Ck, itu lagi alasan kamu. Kamu dulu minta setahun loh, ini udah lebih. Kurang bukti apa sih buat meyakinkan kamu kalau aku udah cinta sama kamu. Ngapain sampai aku begini kalau enggak cinta sama kamu." Wajah Dirga tampak sedikit kesal.

"Aku masih kurang yakin."

"Ih, kamu mah aneh!"

"Kok aneh sih?"

"Udah ah!" Dirga melepas kedua tangan Aurora dari tengkuknya. Lalu dia berjalan ke lemari, memilih pakaiannya.

Namun, Aurora langsung memeluknya dari belakang dan menempelkan pipi di punggung Dirga.

"Aku kurang yakin kalau kamu sudah sepenuhnya mencintaiku. Aku khawatir kamu masih mencintai Lili," ucap Aurora sedih. "Aku cuma takut, hatimu masih terbagi untuk masa lalumu. Entar kalau kita punya anak, cintamu masih terbagi lagi. Aku dapat apa?"

Dirga mengelus dadanya, dia menarik napas dalam lalu diembuskan perlahan. Dia membalikkan badan dan menangkup kedua pipi Aurora.

"Kamu mau bukti apa lagi kalau aku ini sudah tidak memikirkan masa lalu. Yang memenuhi otakku sekarang adalah masa depan kita. Rumah tangga kita. Bayar listrik, bayar air, bayar ini, bayar itu. Enggak ada celah untuk mikirin yang lain. Apa yang buat kamu berat untuk hamil sih, Ra? Selama ini aku sudah sabar nunggu kamu siap hamil. Kamu pikir aku nyaman pakai alat kontrasepsi, kadang membuang di luar."

Tercetak jelas kemarahan di wajah Dirga. Dia melepas tangan Aurora yang ada di tengkuknya. Dirga tak menghiraukan Aurora yang bergeming, dia memakai pakaiannya.

"Cepet ganti baju, mau salat sendiri-sendiri apa jamaah?" Dirga berucap setelah siap mengenakan sarung dan peci.

Sambil diam memikirkan perkataan Dirga, segera Aurora melengkapi pakaiannya. Setelah wudu, dia memakai mukena dan bersiap jamaah dengan Dirga.

Selesai salat dan berdoa, mereka keluar dari kamar. Banyak orang sudah berkumpul di ruang makan. Vera, Panji, keluarga kedua anak Panji, Rosita, Samsul, Suci, dan Beri.

Halo, Kapten! (Izinkan Aku Mengetuk Pintu Hatimu) "KOMPLIT"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang