CHAPTER KETIGA -R-

12 1 0
                                    

"ibuku selalu mengajariku untuk membalas dua kali lipat kebaikan yang diberikan orang lain mau siapapun itu"

Na Jaemin NCT Dream—

Setelahnya dia bergegas meninggalkan Riel. Riel yang diselimuti rasa bersalah pun tak tau harus apa. Dia ingin mengejar lelaki itu, tapi gengsinya lebih tinggi.

Dia menghela napas pelan, menunggu hukumannya selesai karna hanya tersisa lima menit lagi.

Setelah bel berbunyi, dia bergegas ke tempat sampah. Disana ada tiga tong Sampang. Riel kembali berdecak sebal, dia tidak tau minuman itu jatuh ke tong yang mana.

Pada akhirnya gadis itu memilih untuk memeriksanya satu persatu.

Hal yang dilakukan Riel tak lepas dari pandangan seorang lelaki.
Riel yang tak sadar terus membongkar tong Sampah. Mencari botol itu.

Orang orang menatap Rigel jijik. Bagi mereka  Riel itu aneh, gila dan sebagainya. Bahkan gadis itu tanpa rasa jijik mengorek tong sampah.

Sekali lagi, Riel tak menghiraukan nya. Dia tetap fokus mencari botol minuman itu.

"Dapet!" Seru Riel bahagia. Akhirnya di menemukan botol itu di tong ketiga. Dengan raut bahagia dia menatap botol minum itu.

Hal itu semakin membuat pandangan orang lain buruk terhadap Riel.
Mungkin Riel terlihat seperti pemulung?

"Ikut gue!" Riel terkejut saat seorang lelaki menarik tangannya paksa.
Riel terus meronta, tapi tak lelaki itu hiraukan. Dia terus menyeret Riel sampai ke gudang.

"Lo gila!" Bentak orang itu.

Mata Riel berkaca kaca. Tak adakah satu orang saja yang tidak mengatakan kalimat itu padanya?
Haruskan semua orang mengatakan hal yang sama?

Riel tidak gila! Gadis itu meneteskan air mata. "gue nggak gila, gue cuman menghargai pemberian orang lain." ucap Riel sambil tertunduk.

Lelaki itu melepaskan genggamannya. Dia memilih pergi meninggalkan perempuan itu.

Riel tersenyum miris. Semua orang menganggapnya gila. Dia mengelap air matanya dengan tangannya yang masih kotor. Membuat wajahnya juga ikutan kotor.

"Lo gila!"

Riel tak menghiraukan orang itu. Dia tau ini orang yang berbeda karna suaranya berbeda. Hanya saja, Riel terlalu malas untuk mendongak.

"Gue gila ya?" Riel tertawa pelan. Air matanya masih mengucur. Lelaki yang tadinya menatap Riel garang kini merasa bersalah. Dia menarik tangan Riel. Memaksanya untuk ikut dengannya.

Riel hanya pasrah. Dia tidak tau kemana lelaki itu membawanya karna dia memang belum mengenal wilayah di sekolah ini.

"Duduk" perintah lelaki itu. Riel menurut. Dia duduk diatas bangsal, Rigel tau sekarang, mereka berada di UKS.

Lelaki itu mengambil baskom kecil dan sapu tangan. Diisinya baskom kecil itu dengan air.

Dia menarik sebuah kursi dan duduk didepan Riel. Ditariknya tangan Riel perlahan. Dia membasahi sapu tangan dan mengelap kedua tangan Riel.

Riel hanya pasrah. Membiarkan lelaki itu membersihkan tangannya.
Toh lelaki itu juga yang membuatnya harus seperti ini.

"Lo itu bodoh, gila, aneh!" Ucap lelaki itu tanpa mengalihkan pandangannya. Dia masih membersihkan tangan Rigel.

Sekali lagi, Riel hanya diam. Toh semua orang juga akan mengatakan hal yang sama. Dia gila, aneh, bodoh, idiot. Riel hanya pasrah.

"Tapi Lo unik" lelaki itu tersenyum. Rigel menaikkan sebelah alisnya mendengar ucapan lelaki itu. "Lo nggak salah ngomong kan?" Tanya Rigel memastikan.

"Gue ngomong bener kok. Lo unik" ucap lelaki itu. Dia berdiri dan mengelap wajah Riel menggunakan tangannya. Membersihkannya dengan perlahan.

Riel mematung, dia tak pernah sedekat ini dengan seorang lelaki. Apalagi lelaki itu tengah tersenyum.
Baiklah Riel, kau harus segera sadar. Dialah lelaki yang melemparmu dengan botol minum saat kau baru sampai disekolah.

Dan juga telah melempar minuman yang mana dia sendiri yang telah memberinya pada Riel. Bukankah seharusnya lelaki itu yang dikatakan gila?

"Gue Reno Alderta, kelas XI IPA 2. Maaf soal yang tadi, gue kesel banget. Gue pikir Lo nggak mau nerima minuman dari gue, jadi gue buang deh. Eh gataunya malah buat Lo jadi pemulung"

Rigel berdecak sebal, saat meminta maaf pun lelaki itu tetap menyebalkan. "kesalahan Lo nggak satu aja" ketus Riel.

"Iya maaf" lelaki itu mengambil minuman yang dilemparnya tadi.
"Buang aja ya?" Tanyanya sambil menatap Riel.

"Enak aja, gue udah capek capek ngorek sampah dan mau Lo buang lagi?"

"Masa Lo minum minuman yang udah masuk ke tong sampah nyatu sama semua kotoran dan—ewhh!"

"Lebay Lo! Ini jatuhnya di tong sampah botol! Jadi nggak jorok-jorok banget!"

"Ya tapi—"

"Serah Lo deh!"

Reno menghela napas dan lebih memilih membersikan botol itu. Membersihkannya sampai tidak ada aroma yang tidak mengenakkan dihidung.

***

Dengan perlahan Riel masuk kedalam kelas. Dia terlambat lima menit, untung saja guru belum masuk. Gadis itu menghela napas lega. Dia berjalan ke tempat duduknya yang mana terdapat seorang lelaki yang duduk persis di samping kursinya tengah memandangnya tajam.

Riel menunduk dalam untuk menghindari tatapan lelaki itu. Sungguh dia takut. Sampai Riel sudah duduk pun, lelaki itu tetap menatapnya tajam.

Srett

Lelaki itu meletakkan sebuah sobekan kertas diatas meja Riel. Riel memandang heran kertas itu. Lantas dia mengambilnya dan membaca isinya.

"Nama saya Raiden Jay Yunanda, maaf sebelumnya jika saya kasar sama kamu. Saya hanya tidak ingin kamu direndahkan."

Senyum Riel terbit, dia mengalihkan pandangannya. Menatap lelaki yang jelas jelas terlihat salting itu.

"Kenapa di tulis? Kenapa nggak ngomong langsung aja?"

Setelah menulisnya, Riel menggeser kertas itu kedepan Raiden. Lelaki itu membacanya sebentar lalu kembali menulis.

"Kamu juga mengapa mengikuti saya menulis? Tidak berbicara langsung"

Riel menggaruk tengkuknya, kemudian tertawa. Lucu rasanya dia melakukan ini. Mengirim pesan melalui secarik kertas. Mengingatkannya zaman dia SD dulu.

Sekarang hal itu terulang kembali saat dia SMA.

"Kenapa nggak ngomong langsung?" Tanya Riel.

Raiden hanya menatap Riel sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke depan. Dimana guru yang mengajar sudah masuk ke kelas.

Riel masih ingin rasanya berbincang dengan lelaki itu. Tapi mau tak mau dia harus diam dan lebih memilih memperhatikan ke depan.

Tangan Riel kembali membuat ulah. Kini tangannya memukul mukul meja menggunakan pulpen. Tentu saja hal itu mengundang perhatian semua orang, begitu juga dengan guru yang sedang mengajar.

Dengan cepat Raiden menggenggam tangan Riel. "Siapa yang memukul meja?" Tanya guru bahasa Inggris yang sedang menulis di papan tulis.

Mereka ingin menyebut nama Riel karna memang dialah pelakunya. Tapi melihat tatapan tajam Raiden, mereka bungkam.

"Saya pak" Raiden mengacungkam tangannya tanpa ragu. Riel sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Raiden.

Apa-apaan lelaki ini?

"Pak! Bu—"

"Maaf telah mengganggu kelasnya, Pak. Saya benar benar minta maaf"

"Kamu—

Riel menatap Raiden tidak percaya. Apa yang dilakukan Raiden itu benar-benar gila. Bisa-bisa reputasinya di mata guru rusak karna kesalahan yang tidak di lakukan.

"Makasih"

Hanya itu yang pantas Riel ucapkan atas apa yang telah Raiden lakukan. Karna jika Raiden tidak melakukan itu entah untuk keberapa kalinya lagi dia akan dihukum.

Kisah 'R'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang