🦊 - Janji

200 17 8
                                    

Langit mulai menggelap. Rintik hujan mulai berjatuhan. Kamu berkali-kali memeriksa keadaan sekitar untuk mencari keberadaan seseorang yang akhir-akhir ini membuatmu cemas. Masih teringat di benakmu akan sosok berambut perak yang menarik perhatian orang. Ya. Benar-benar menarik perhatian orang.

Ren adalah pentolan di seluruh angkatan sekolahmu. Tak ada yang berani mendekatinya. Tak ada yang berani melawannya. Bahkan menatapnya. Sedangkan kamu adalah sosok yang berbanding terbalik dengannya. Anak dengan kehidupan normal yang tidak suka mencari perhatian. Bagaimana kalian bisa menjadi dekat? Itu adalah hal yang benar-benar tidak terduga.

Kala itu kamu menikmati waktu kesendirianmu yang berharga dengan membaca novel kesukaanmu. Ren mempunyai masalah dengan kelasmu, jadi ia sering mengintai setiap sudut ruangan di kelas. Tidak ada yang berani masuk ke dalam kelas. Hanya kamu seorang yang berada di sana dengan tumpukan buku kesukaanmu. Ren memasuki kelas dan berjalan ke arahmu, mencoba mengintimidasimu dengan mata tajamnya. Kamu mendongak ke arahnya tanpa ada rasa takut sedikitpun. Ia sedikit mengerutkan dahi melihat reaksimu. "Cecunguk itu mana?" tanyanya.

Kamu membalas, "Aku tidak tahu siapa yang kau maksud. Enyahlah." Wajahmu kembali tertutupi oleh buku novel.

Ren yang tertegun mendengar jawabanmu, memutuskan untuk keluar dari ruang kelas. Tidak ada satu anak pun yang membahas kejadian itu, walau keadaan saat itu cukup ramai. Semenjak itu Ren selalu mampir ke kelasmu menanyakan musuh yang kamu sendiri tidak tahu siapa itu. Ia mencoba berinteraksi denganmu meski reaksi yang kau berikan dingin dan acuh tak acuh. Namun kamu mulai menyadari sesuatu. Ren adalah sosok yang kesepian.

Kamu mulai membuka diri padanya. Ren yang awalnya berbicara denganmu tanpa ekspresi kini mulai menarik kedua sudut di bibirnya. Begitu juga denganmu. Kalian menikmati waktu tersebut setidaknya sebulan sebelum kejadian hari ini.

Rintik hujan semakin berat, membuat udara di sekitar menjadi dingin. Kamu sendirian di salah satu tempat parkir sepeda siswa yang memiliki kanopi di atasnya. Sekolah terlihat menyeramkan karena suasana yang sepi disertai hujan deras. "Apa aku susul saja?"

Kakimu mulai melangkah menerobos puluhan bahkan ratusan tetesan air hujan. Kamu tahu dimana lokasi Ren sedang berkelahi dari adik kelas yang kau ancam. Untungnya lokasi tersebut tak jauh dari sekolah.

Kamu berhenti di sebuah pabrik besi yang sudah terbengkalai puluhan tahun. Bukannya takut, justru kamu cemas akan keadaan Ren. Kamu berusaha agar tidak membuat suara sedikitpun. Saat kamu memasuki pabrik, kamu melihat siluet seseorang yang sedang adu jotos dengan orang lain. Kamu tidak dapat melihat wajah lelaki tersebut, tapi kamu tahu siapa yang memenangkan perkelahian brutal itu.

Ren Kawashiri.

Perlahan kamu keluar dari tempat persembunyianmu lantas berjalan mendekatinya. Air mata mengalir begitu saja dari pelupuk matamu. "Ren..." panggilmu.

Yang dipanggil menoleh ke arah sumber suara. Ia terkejut melihat penampilanmu yang basah, juga tangisan yang sudah tercampur dengan bulir air hujan. "Kenapaー"

Kamu buru-buru menabraknya dengan pelukan hangat. "Aku mengkhawatirkanmu. Bagaimana bisa kau tidak memberitahuku terlebih dahulu?" Cukup lama kalian dalam posisi seperti itu, lalu kamu tersadar bahwa kamu belum mempunyai hubungan apa-apa dengannya.

Hanya teman.

Kamu segera menjauh dari Ren. Wajahmu terasa panas. Kamu mengalihkan pandanganmu ke arah lain. "Maaf. Aku hanya terbawa suasana." ujarmu.

Ren menarik tubuhmu ke dalam pelukannya. "Aku yang seharusnya minta maaf." Ia mengelus-elus rambutmu yang basah. Setelah cukup lama berpelukan, Ren memegang kedua bahumu. "Bagaimana kalau kita pulang? Aku akan mengantarmu."

"Nggak mau. Nanti dikira aku membawa seorang preman ke rumah." sindirmu.

Ren memajukan bibirnya. "Aku juga nggak mau diantar oleh seorang cewek dengan keadaan berantakan seperti itu." balasnya.

Kamu tersenyum. "Kalau begitu kita impas. Ayo ke minimarket, biar aku bersihkan lukamu." Kamu mengulurkan tanganmu. Ren mengerti apa maksudmu, jadi ia menggandeng tanganmu dengan erat.

Minimarket terdekat tidak sampai 100 meter dari pabrik. Kamu meminta Ren agar menunggunya di depan minimarket. Ia menuruti perkataanmu. Kamu keluar minimarket dengan membawa antiseptik, kapas, serta plester luka. Beruntungnya kalian karena di depan minimarket tersedia tempat duduk.

Kamu mulai membersihkan luka dengan antiseptik dan kapas. Jarak kalian terpaut beberapa senti saja. Ren menatap wajahmu dari dekat. Kamu berusaha mencairkan suasana dengan berkata, "Jangan menatapku seperti itu, nanti suka."

"Sudah kok."

Wajahmu kembali memanas. Kamu sedikit menjauh darinya. "Kita kan baru dekat sebulan yang lalu, jangan mengada-ada." Kamu menempelkan plester luka di wajahnya.

Ren menatapmu dengan serius. "Apakah perkelahianku tadi terlihat seperti bohongan?"

"Itu tidak ada hubungannya denganku." jawabmu tersenyum kaku sembari mengalihkan pandanganmu ke arah lain.

"Mereka berbicara kotor tentangmu."

Kamu segera menoleh ke arah Ren. "Jadi, kau berkelahi... karenaku? Tapi, kita hanyaー"

"ーteman?" Ren terkekeh. Tatapannya melembut. "Kita bukan teman lagi sejak aku mengingkari janjiku, bukan?"

--

JO1 Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang